Ikan jurung merupakan salah satu jenis ikan mahseer (dari famili Cyprinidae) yang memiliki nilai ekologi, ekonomi, dan budaya yang tinggi di Indonesia, khususnya di kawasan Batangtoru, Sumatera Utara. Keberadaannya di perairan tawar sering dijadikan sebagai bioindikator kualitas ekosistem karena tingkat kepekaannya yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, baik akibat faktor alami maupun aktivitas manusia. Namun, populasi ikan jurung di alam mengalami penurunan yang mengkhawatirkan. Faktor-faktor seperti rendahnya produktivitas budidaya, penangkapan berlebihan tanpa pengendalian, degradasi habitat akibat pembukaan lahan dan aktivitas pertambangan, serta penurunan kualitas air akibat sedimentasi dan polusi telah mendorong spesies ini menuju kelangkaan di habitat aslinya. Kondisi ini menegaskan perlunya upaya konservasi yang lebih intensif dan strategi budidaya yang terarah untuk mempertahankan keberlanjutan populasi ikan jurung di Batangtoru dalam jangka panjang. Penelitian ini dirancang untuk menjawab dua tantangan utama dalam pengelolaan ikan jurung di wilayah tersebut, yaitu: (1) mengidentifikasi spesies ikan jurung secara akurat untuk menghindari kesalahan klasifikasi akibat kemiripan morfologis antarspesies mahseer; dan (2) menganalisis perkembangan saluran pencernaan, khususnya struktur vili usus pada berbagai tahap pertumbuhan untuk mendukung pengembangan strategi pemberian pakan yang sesuai. Sebanyak 57 individu ikan jurung dikumpulkan dari sepuluh sungai dan satu fasilitas budidaya selama periode Juli hingga Agustus 2023 menggunakan kombinasi metode penangkapan manual, jaring tangan, dan pancing. Identifikasi spesies dilakukan melalui pendekatan integratif, meliputi analisis morfologi, morfometrik (45 parameter yang distandarisasi menggunakan z-score untuk menghilangkan perbedaan skala), meristik (13 parameter), serta DNA barcoding menggunakan penanda gen Cytochrome Oxidase I (COI) pada satu individu representatif. Analisis morfometrik dilanjutkan dengan Principal Component Analysis (PCA) untuk memvisualisasikan dan menguji pemisahan morfologis antar individu. Hasil DNA barcoding menunjukkan kesesuaian sebesar 99–100% dengan tiga spesies Neolissochilus yang memiliki kedekatan taksonomi tinggi, yaitu Neolissochilus sumatranus (Weber & de Beaufort, 1916), Neolissochilus hendersoni (Herre, 1940), dan Neolissochilus soroides (Duncker, 1904). Berdasarkan distribusi geografis dan literatur taksonomi terkini, Neolissochilus sumatranus dipilih sebagai identitas yang paling valid dan konsisten untuk populasi
yang diteliti. Analisis histologi saluran pencernaan dilakukan pada enam individu yang mewakili tahap pertumbuhan berbeda: larva berusia H-15, H-30, H-60, H-96, serta juvenil dengan panjang tubuh 5 cm dan 8 cm. Preparat histologi menunjukkan perkembangan signifikan pada struktur vili usus seiring bertambahnya usia dan ukuran tubuh. Panjang rata-rata vili meningkat dari ±45 ?m pada larva H-15 menjadi ±210 ?m pada juvenil 8 cm, disertai perubahan bentuk dari sederhana menjadi bercabang. Perubahan ini meningkatkan luas permukaan absorpsi yang sangat penting untuk efisiensi pencernaan. Tahap juvenil berukuran 5 cm menunjukkan lonjakan perkembangan yang menandai transisi penting dari pakan alami berukuran mikroskopis menuju pakan buatan bertekstur padat. Temuan ini memiliki dua implikasi utama. Pertama, integrasi analisis morfologi, morfometrik, meristik, dan DNA barcoding menghasilkan identifikasi spesies yang lebih akurat, menghindari kesalahan yang dapat mengganggu pengelolaan stok dan konservasi. Kedua, informasi mengenai perkembangan vili usus pada setiap tahap pertumbuhan dapat digunakan untuk menentukan waktu dan komposisi pakan yang optimal, sehingga meningkatkan efisiensi pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup dalam budidaya. Penelitian ini merupakan kajian pertama yang memadukan analisis identifikasi spesies secara integratif dan karakterisasi histologis saluran pencernaan ikan jurung di Batangtoru. Dari perspektif konservasi, meskipun Neolissochilus sumatranus memiliki status global yang relatif stabil, populasi lokal tetap rentan terhadap tekanan penangkapan berlebih dan kerusakan habitat. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah bagi pengembangan program konservasi berbasis komunitas, serta mendorong implementasi praktik budidaya berkelanjutan yang mampu mempertahankan populasi ikan jurung di habitat alaminya untuk jangka panjang.
Perpustakaan Digital ITB