digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Winda Nawfetrias
PUBLIC Open In Flipbook Esha Mustika Dewi

Phyllanthus niruri (meniran) merupakan salah satu tanaman obat yang mengandung berbagai senyawa dengan potensi farmakologis, seperti fenol, flavonoid, dan lignan. Salah satu senyawa lignan yang menjadi senyawa penanda penting dalam penilaian kualitas meniran adalah filantin. Senyawa ini memiliki berbagai aktivitas farmakologis, seperti hepatoprotektif, antioksidan, dan imunomodulator pada manusia. Pada tanaman, lignan berfungsi sebagai metabolit sekunder yang berperan dalam respons pertahanan terhadap cekaman lingkungan. Biosintesis dan akumulasi metabolit sekunder pada tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Oleh karena itu, peningkatan kandungan filantin pada meniran dapat dicapai melalui rekayasa kondisi lingkungan tempat tumbuhanya tanaman, salah satunya dengan penggunaan elisitor abiotik dan biotik. Mekanisme sinyal elisitasi tersebut perlu dipelajari secara mendalam melalui pendekatan integratif yang mencakup analisis pertumbuhan, fisiologi, metabolomik, metagenomik, dan transkriptomik. Penelitian bertujuan untuk mengkaji pengaruh elisitasi sinergis antara jamur endofit dan mikroba rizosfer yang diisolasi dari meniran, dikombinasikan dengan induksi cekaman kekeringan, terhadap aspek pertumbuhan, perkembangan dan akumulasi metabolit sekunder. Parameter yang diamati meliputi kandungan filantin, fenol total, flavonoid total, akumulasi ROS (H2O2), serta aktivitas enzim antioksidan SOD, APX dan CAT. Selain itu, penelitian ini juga mengevaluasi pengaruh elisitasi sinergis pada meniran melalui pendekatan multiomik. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain: (1) elisitasi jamur endofit, mencakup eksplorasi, isolasi, uji potensi, identifikasi molekuler, analisis koeksistensi, dan uji kokultivasi pada meniran; (2) seleksi level cekaman kekeringan; (3) elisitasi sinergis jamur endofit dan cekaman kekeringan terpilih; (4) analisis fisiologis dan biokimia melalui analisis kandungan filantin, flavonoid total, fenol total, akumulasi H2O2, dan aktivitas enzim antioksidan SOD, APX, dan CAT; serta (5) analisis metabolomik, metagenomik, dan transkriptomik untuk menjelaskan mekanisme molekuler yang mendasari respons tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi dengan jamur Fusarium sp. dan pemberian cekaman kekeringan sebesar 55% Kapasitas Lapang (KL) pada 7 minggu setelah tanam (MST) memicu peningkatan kandungan H2O2, sebagai sinyal cekaman, yang diikuti oleh peningkatkan aktivitas enzim antioksidan (APX, CAT, SOD), prolin, flavonoid total, kandungan filantin, dan rendemen filantin. Peningkatan kandungan filantin ini disertai dengan penurunan senyawa penanda cekaman seperti eicosane dan 7,9-Di-tert-butyl-1-oxaspiro(4,5)deca-6,9-diene-2,8- dione. Elisitasi sinergis tidak hanya meningkatkan akumulasi senyawa antioksidan dan filantin, tetapi juga mengaktivasi jalur biosintesis metabolit sekunder seperti ubiquinone, terpenoid- quinon, steroid, sesquiterpenoid, triterpenoid, serta metabolisme primer seperti glikolisis dan piruvat, yang mendukung ketahanan tanaman terhadap cekaman. Analisis metagenomik menunjukkan bahwa kokultivasi Fusarium sp. dan cekaman kekeringan 55% KL membentuk kembali komunitas mikroba di tajuk, akar, dan rizosfer dengan keberhasilan introduksi Fusarium delphinoides yang sebelumnya tidak terdeteksi pada kontrol. Perubahan komunitas jamur ini disertai dengan peningkatan kelimpahan kelas jamur seperti Dothideomycetes, Saccharomycetes, dan Sordariomycetes, yang berpotensi meningkatkan toleransi cekaman dan berperan sebagai agen biokontrol. Korelasi antar genus jamur menunjukkan bahwa Fusarium dapat bertindak sebagai pemicu suksesi komunitas mikroba spesifik . Analisis transkriptomik menunjukkan bahwa perlakuan sinergis meningkatkan ekspresi 1.669 gen yang terkait dengan respons pertahanan kompleks, termasuk aktivasi jalur fitohormon, metabolisme primer dan sekunder, serta regulasi pertumbuhan. Jalur fenilpropanoid terinduksi secara spesifik, termasuk biosintesis flavonoid dan lignan. Meskipun gen PAL mengalami penurunan ekspresi, gen kunci dalam sintesis lignan seperti 4CLL1, CCR1, CADH, HST, CSE, LAC14, LAC9, C81Q2, dan SILD mengalami peningkatan ekspresi, yang mengindikasikan aktivasi jalur pinoresinol/secoisolariciresinol menuju akumulasi filantin. Respons cekaman juga melibatkan aktivasi jalur biosintesis senyawa pertahanan lainnya seperti terpenoid (GTOMC, TOCC), steroid (DET2, VEP1, HSD1b, HSD6), dan triterpenoid (BAMS, LUPS). Walaupun beberapa gen flavonoid seperti CHSY, CHIL2, dan F3PH mengalami penurunan ekspresi, kandungan total flavonoid tetap meningkat, menunjukkan adanya regulasi diferensial pada tingkat transkripsi dan metabolisme. Perubahan ekspresi gen yang terkonsentrasi pada apoplas (ruang antar sel), dinding sel, kloroplas, dan vakuola, menunjukkan adanya restrukturisasi sel dan peningkatan metabolisme energi, sintesis protein, serta interaksi tanaman-mikroba sebagai respons adaptif terhadap elisitasi dan cekaman. Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan informasi penting mengenai respons fisiologis dan molekuler meniran terhadap elisitasi sinergis melalui inokulasi jamur endofit dan cekaman kekeringan, yang berpotensi dikembangkan lebih lanjut untuk budidaya tanaman obat berkualitas tinggi.