Suhu global sudah meningkat sejak terjadinya revolusi industri terutama disebabkan oleh pelepasan CO2 ke atmosfer dari pembakaran bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi. CCS dapat memainkan peranan penting dalam mengurangi emisi CO2 khususnya di sektor industri yang sulit dikurangi produksi karbonnya. Menyadari pentingnya peran CCS, pemerintah Indonesia telah menerbitkan peraturan-peraturan untuk memfasilitasi pembangunan CCS. Walaupun CCS penting, investasi di sektor ini menghadapi tantangan tingginya biaya investasi dan ketidakpastian pada faktor-faktor yang berdampak pada pendapatan di masa depan seperti harga karbon, biaya operasi, dan volume CO2 yang disimpan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kelayakan pembangunan pusat CCS di Indonesia dengan menggunakan pendekatan Real Option Valuation (ROV) sebagai kelanjutan dari metode Discounted Cash Flow (DCF). Evaluasi ini mencakup ruang lingkup pengembang CCS yang bertanggung jawab untuk melakukan pengangkutan dan penyimpanan CO2 sesuai dengan model bisnis CCS rantai parsial. Mengingat sifatnya yang pionir beserta ketidakpastiannya, penilaian kelayakan pembangunan pusat CCS di Indonesia dengan menggunakan metode DCF saja tidak cukup karena karakteristiknya yang statik dan deterministik sehingga tidak memperhitungkan volatilitas dan nilai dari opsi manajerial dan fleksibilitas sepanjang umur proyek. Penelitian ini merupakan yang pertama yang menggunakan metode ROV untuk menilai pembangunan pusat CCS dimana model binomial lattice dengan sequential compound options digunakan untuk mengetahui nilai dari opsi untuk menunggu kondisi pasar yang menguntungkan dan ekspansi saat periode operasi. Tiga skenario pembangunan diteliti dalam penelitian ini, meliputi satu skenario penyimpanan karbon domestik (Skenario 1) dan dua skenario penyimpanan karbon lintas negara yaitu penyimpanan CO2 yang berasal dari Singapura (Skenario 2) dan Jepang (Skenario 3). Analisis dengan metode DCF menghasilkan NPV negatif untuk Skenario 1, 2, dan 3 dengan nilai masing-masing sesuai urutan sebesar -US$968 juta, -US$842 juta, dan -US$1785 juta. Skenario 1 menpunyai nilai PV (Present Value) dari underlying asset negatif, sehingga keekonomiannya bisa dikategorikan tidak layak. Analisis ROV untuk menilai penundaan investasi menghasilkan ENPV (Expanded Net Present Value) yang positif yaitu sebesar US$14 juta untuk Skenario 2 dan US$0.2 juta untuk Skenario 3. Analisis sensitivitas menunjukkan nilai rentang ENPV yang positif untuk Skenario 2 dan nol ENPV untuk Skenario 3 ketika volatilitas berkurang sebesar 20%. Analisis ROV untuk mengetahui nilai dari opsi penundaan investasi dan potensi ekspansi menghasilkan ENPV sebesar US$238 juta untuk Skenario 2 dan US$12 juta untuk Skenario 3. Hasil analisa ROV menunjukkan Skenario 2 sebagai skenario pembangunan terbaik. Analisis sensitivitas dua arah terhadap skenario terbaik menyoroti hal-hal yang sebaiknya menjadi fokus untuk meningkatkan ENPV seperti mengajukan perpanjangan periode eksplorasi atau operasi dan menggabungkannya dengan upaya untuk meningkatkan PV dari underlying asset atau mengefisiensikan biaya konstruksi. Analsis sensitivitas yang lain pada skenario terbaik menunjukkan insentif penuh dari pemerintah bisa membantu menurunkan critical carbon price, tapi tidak ke level yang memungkinkan dilakukannya investasi dengan segera. Dengan mengetahui nilai dari opsi manajerial dan fleksibilitas, pemilik proyek pusat CCS bisa memiliki informasi yang lebih komprehensif untuk membuat keputusan investasi. Penelitian ini memberikan informasi kepada para pemangku kepentingan di sektor CCS terkait pendekatan ROV dalam konteks peraturan yang berlaku di Indonesia.
Perpustakaan Digital ITB