Penelitian tentang hubungan antara sistem wayfinding dan kualitas walkability di kawasan stasiun masih sangat terbatas. Padahal, indeks walkability secara umum mengukur kualitas jalur pejalan kaki melalui tiga komponen utama, yaitu keselamatan dan keamanan, kenyamanan, serta dukungan kebijakan yang dikemukakan oleh Krambeck (2006). Namun, parameter-parameter spesifik yang menilai kontribusi sistem wayfinding terhadap indeks tersebut belum pernah dieksplorasi secara mendalam. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami profil dan perilaku navigasi pengguna di kawasan Blok M untuk mengidentifikasi kebutuhan dalam perbaikan sistem wayfinding, mengevaluasi kualitas sistem wayfinding di kawasan tersebut menggunakan Walkability Index (WI) dan Global Walkability Index (GWI), serta merumuskan rekomendasi perbaikan sistem wayfinding yang dapat meningkatkan kualitas walkability secara keseluruhan.
Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan didukung analisis kuantitatif. Pedekatan kualitatif dengan melakukan tinjauan desain wayfinding di berbagai negara. Dirumuskan juga sembilan indikator utama wayfinding, yaitu kemudahan menemukan titik tujuan, kejelasan dan kecermatan informasi pada papan penunjuk arah, penempatan signage di lokasi strategis, konektivitas jalur pejalan kaki dengan pemisahan dari kendaraan bermotor, ketersediaan zebra cross, ketersediaan pelican crossing, pemberian prioritas oleh pengendara kepada pejalan kaki, serta kebebasan terhadap hambatan permanen. Sementara itu, analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung skor Walkability Index (WI) berdasarkan bobot sembilan parameter walkability, lalu membandingkannya dengan skor Global Walkability Index (GWI) yang juga mempertimbangkan panjang segmen jalan dan volume pejalan kaki selama lima menit pengamatan.
Hasil penghitungan menunjukkan nilai GWI sebesar 93, sedangkan nilai WI hanya 72, yang menghasilkan perhitungan yang berbeda. perbedaan ini menegaskan bahwa panjang jalan dan kuantitas pejalan kaki tidak sepenuhnya mencerminkan kualitas sistem wayfinding. Hasil penelitian mengidentifikasi parameter walkability yang masih di bawah ambang rata-rata, yaitu: (a) kelengkapan informasi pada papan penunjuk arah, (b) ketersediaan zebra cross, (c) ketersediaan pelican crossing, (d) pemberian prioritas oleh pengendara kepada pejalan kaki, dan (e) kebebasan terhadap hambatan permanen. Berdasarkan hasil tersebut, rekomendasi perbaikan sistem wayfinding dapat dilakukan dengan meningkatkan kelengkapan signage melalui penempatan totem besar di titik keputusan utama dan totem sempit di sepanjang koridor pejalan kaki, masing-masing memuat peta, simbol pejalan kaki, nama lokasi, dan estimasi waktu ke POI (Point of Interest), kemudian mengecat ulang zebra cross yang sudah memudar untuk memastikan visibilitas dan keamanan penyebrangan, menambah pelican crossing di lokasi bertrafik tinggi seperti akses keluar stasiun menuju pusat komersial, menertibkan parkir liar dan pedagang kaki lima di beberapa segmen agar jalur pejalan kaki bebas hambatan, serta menambah bangku dan tempat duduk di halte dan koridor tunggu untuk meningkatkan kenyamanan pengguna.
Perpustakaan Digital ITB