digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kalimantan adalah salah satu pulau di Indonesia yang sering mengalami banjir, terutama selama musim hujan. Banjir di wilayah ini seringkali membutuhkan waktu lama untuk surut, terkadang berlangsung selama beberapa hari atau bahkan minggu sebelum benar-benar surut. Kondisi ini disebabkan oleh curah hujan ekstrem akibat perubahan iklim, karakteristik topografi, bentuk jaringan sungai dan deforestasi yang luas yang telah secara signifikan mengubah sistem hidrologi wilayah tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, analisis bahaya banjir diperlukan untuk mengidentifikasi risiko potensial di wilayah tersebut. Salah satu pendekatan yang umum digunakan adalah pemodelan hidrodinamik, yang digunakan untuk mensimulasikan, memprediksi, dan mengevaluasi bahaya banjir pada berbagai skala spasial, termasuk skala global. Studi ini menerapkan model hidrodinamika global CaMa-Flood untuk mensimulasikan bahaya banjir pada skala regional di Kalimantan, Indonesia. Model ini menggunakan data aliran harian (resolusi 0,25°) dari data runoff reanalisis ERA5, sementara data jaringan sungai dan topografi diperoleh dari dataset MERIT Hydro dan MERIT DEM. Simulasi dilakukan pada resolusi spasial 1 menit (~1 km), dengan memasukkan mekanisme percabangan saluran dan representasi dataran banjir skala subgrid. Validasi model dilakukan melalui dua pendekatan. Pertama, dengan membandingkan hasil simulasi debit terhadap data observasi dari beberapa stasiun hidrologi utama di Kalimantan. Kedua, dengan membandingkan peta genangan hasil simulasi dengan area banjir yang terdeteksi menggunakan citra radar Sentinel-1 SAR. Hasil validasi menunjukkan bahwa debit rata-rata simulasi cenderung 9–35% lebih tinggi dibandingkan debit observasi, meskipun pola temporal keduanya cukup sejalan. Ketidaksesuaian antara data hasil simulasi ERA-5 dan observasi menunjukkan bahwa perlunya ada faktor koreksi. Pada beberapa stasiun, korelasi (R²) antara simulasi dan observasi meningkat setelah dilakukan koreksi faktor pengali, yang mengindikasikan perbaikan performa model. Dari sisi spasial, peta genangan hasil simulasi CaMa-Flood memperlihatkan area tergenang yang terdistribusi luas di sepanjang sungai utama, rawa, lahan basah, dan dataran banjir. Pola genangan ini secara umum selaras dengan hasil deteksi Sentinel-1, khususnya pada wilayah dataran rendah di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Namun, hasil simulasi cenderung menghasilkan luas genangan lebih besar dibandingkan citra satelit. Perbedaan ini dapat dijelaskan oleh keterbatasan Sentinel-1 dalam mendeteksi genangan dangkal yang tertutup vegetasi atau sawah, keterlambatan waktu satelit terhadap puncak banjir, serta pengaruh speckle noise pada data radar. Sebaliknya, CaMa-Flood menghitung banjir secara kontinu, sehingga mampu menangkap potensi maksimum luapan air sungai. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa CaMa-Flood dapat digunakan secara efektif untuk mensimulasikan banjir di Pulau Kalimantan. Model ini mampu menggambarkan baik dinamika debit maupun distribusi genangan dengan tingkat kesesuaian yang memadai terhadap data observasi dan citra satelit. Meskipun demikian, masih terdapat kebutuhan untuk kalibrasi lebih lanjut, khususnya dalam penyesuaian parameter data input runoff dan hidrolik sungai (lebar, kedalaman, dan koefisien Manning) agar hasil simulasi semakin mendekati kondisi aktual. Dengan demikian, CaMa-Flood berpotensi besar sebagai alat analisis risiko banjir, perencanaan pengelolaan sumber daya air, serta mendukung strategi mitigasi bencana di wilayah tropis dengan keterbatasan data observasi seperti Kalimantan.