digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Hafidawati
PUBLIC Garnida Hikmah Kusumawardana

Pembakaran terbuka di lahan pertanian adalah cara yang umum dilakukan oleh petani di Indonesia untuk menghilangkan residu setelah panen karena metode ini adalah cara yang mudah dan murah untuk mengatasi limbah di lahan pertanian. Namun, kegiatan ini memberikan dampak terhadap lingkungan dan manusia karena pembakaran terbuka residu pertanian merupakan salah satu sumber utama emisi particulate matter 2.5 µm (PM2.5). Selain itu, diemisikan juga Short Lived Climate Pollutants (SLCPs) sehingga aktivitas ini memiliki efek potensial pada kualitas udara, atmosfer, dan perubahan iklim. Salah satu SLCPs adalah black carbon (BC) dimana BC dapat memberikan dampak terhadap peningkatan suhu permukaan bumi sehingga akan mempengaruhi terjadinya perubahan iklim. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengembangkan faktor emisi dan inventarisasi emisi PM2.5 dan BC dari pembakaran limbah pertanian (jerami padi, brangkasan jagung, dan sangrah tebu) di Provinsi Jawa Barat dengan pendekatan bottom up-tier 3. Selain itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan distribusi spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan merumuskan skenario mitigasi emisi PM2.5 dan BC dari aktivitas pembakaran limbah pertanian di Provinsi Jawa Barat. Eksperimen pembakaran dilakukan di lapangan dan dengan ruang pembakaran tipe Open Burning Test Facility (OBTF). Pengambilan sampel PM2.5 dari asap pembakaran menggunakan alat MiniVol Sampler kemudian dilakukan analisis laboratorium untuk mengetahui konsentasi PM2.5 dan BC yang terkandung dalam PM2.5 serta karakteristik limbah pertanian yang dibakar yang meliputi kadar air, kadar abu, fix carbon, dan kadar karbon. Analisis konsentrasi PM2.5 dilakukan dengan metode gravimetri sedangkan konsentrasi BC dianalisis menggunakan metode reflaktansi cahaya menggunakan alat smoke stain reflectometer. Penentuan karakteristik limbah pertanian dilakukan dengan analisis proksimat dan ultimat. Selama sampling berlangsung, dilakukan juga pengukuran kondisi meteorologi (arah dan kecepatan angin, temperatur, tekanan, dan kelembaban udara) dan karakteristik pembakaran (faktor pembakaran dan efisiensi pembakaran). Perhitungan beban emisi PM2.5 dan BC mengacu kepada Atmospheric Brown Cloud-Emission Inventory Manual (ABC-EIM) dengan menggunakan faktor emisi dan data aktivitas spesifik untuk pembakaran di Jawa Barat. Kedua nilai ini diperoleh dari hasil survei, pengukuran, dan perhitungan selama periode penelitian tahap satu sampai tahap tiga yang dilakukan pada tahun 2015 sampai tahun 2017. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini meliputi nilai faktor emisi PM2.5 yaitu sebesar 0,975 mg/kg untuk pembakaran jerami padi, 1,675 mg/kg untuk pembakaran brangkasan jagung, dan 0.121 mg/kg untuk pembakaran tebu. Adapun faktor emisi BC adalah sebesar 0,139 mg/kg untuk pembakaran jerami padi, 0,162 mg/kg untuk pembakaran brangkasan jagung, dan 0,062 mg/kg untuk pembakaran tebu. Data aktivitas spesifik yang ditentukan dalam menghitung beban emisi pembakaran limbah pertanian meliputi produksi tanaman, rasio residu/produksi tanaman, rasio residu limbah/tanaman (berat kering), fraksi pembakaran, dan efisiensi pembakaran. Hasil perhitungan beban emisi PM2.5 total se-Jawa Barat diperoleh nilai untuk jerami padi adalah sebesar 2.822,2 ton/tahun, untuk brangkasan jagung adalah sebesar 709,6 ton/tahun, dan untuk sangrah tebu adalah sebesar 4,5 ton/tahun. Adapun beban emisi total untuk BC se-Jawa Barat adalah 497,9 ton/tahun untuk emisi dari jerami padi, 42,4 ton/tahun untuk emisi brangkasan jagung, dan 2,2 ton/tahun untuk emisi dari sangrah tebu. Berdasarkan total beban emisi PM2.5 se-Jawa Barat, kontribusi sumber emisi terbesar adalah dari pembakaran jerami padi dengan persentase sebesar 79,7%. Distribusi spasial dari hasil grid dengan Sistem Informasi Geografis menunjukkan penyebaran emisi PM2.5 dan BC dominan dari pembakaran jerami padi ke arah utara Provinsi Jawa Barat yaitu sekitar Kabupaten Indramayu, Subang, dan Karawang, sedangkan emisi BC yang dominan bersumber dari pembakaran sangrah tebu terdistribusi ke arah timur laut Provinsi Jawa Barat yaitu sekitar Kabupaten Cirebon, Majalengka, dan Kuningan. Hasil analisis dengan metode Monte Carlo memberikan nilai ketidakpastian dalam rentang nilai 40% – 60% untuk faktor emisi PM2.5, 70% – 85% rentang nilai ketidakpastian untuk faktor emisi BC dan 10% – 80% untuk ketidakpastian data aktivitas. Jika dibandingkan dengan tingkat ketidakpastian pada pengukuran tier 1 (-76% + 131%) oleh Permadi dan Kim Oanh (2013) hasil perhitungan dengan tier 3 ini berada pada rentang nilai yang lebih rendah tingkat ketidakpastiannya. Hal ini menunjukkan hasil inventarisasi emisi dengan tier 3 memberikan hasil ketidakpastian lebih rendah. Skenario I dengan melakukan pengembangan Teknologi Tepat Guna dalam pemanfaatan limbah pertanian sebagai sumber energi terbarukan sebanyak 5% selama tahun proyeksi (2016-2030). Hasil mitigasi dapat diperkirakan akan mengurangi pembakaran limbah pertanian sebesar 1,89 % untuk skenario I dan 7,3% untuk opsi skenario II. Reduksi dengan skenario I sebesar 1,89 % dapat mengurangi sebanyak 10,5 juta ton jerami padi yang dibakar atau setara dengan luasan lahan padi sebesar 618,5 ha. Skenario II dengan melakukan pemanfaatan limbah pertanian sebagai suplemen makanan ternak dengan target penurunan emisi sebesar 10%, sehingga dapat ditetapkan persen pengurangan biomassa yang dibakar untuk pemanfatan jerami padi, sebesar 7,3%, pemanfaatan brangkasan jagung, sebesar 0.97% dan pemanfaatan sangrah tebu sebesar 0.89%. Persentase pengurangan limbah pertanian yang dibakar setara dengan besarnya luasan panen, yaitu sebesar 239,1 hektar untuk tanaman padi, 3.558 hektar untuk tanaman jagung, dan 234,8 hektar untuk tanaman tebu,