digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800


BAB I Kamila Okta Saarah [27122302]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB II Kamila Okta Saarah [27122302]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB III Kamila Okta Saarah [27122302]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB IV Kamila Okta Saarah [27122302]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB V Kamila Okta Saarah [27122302]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

Jumlah pengguna layanan yang terus meningkat setiap tahunnya menandakan bahwa kereta api adalah pilihan moda transportasi darat jarak jauh yang disukai oleh masyarakat Indonesia. Stasiun adalah titik terpenting bagi penumpang dalam perjalanan kereta api mereka, sehingga pihak pengelola perlu memperhatikan rancangan servicescape yang berpengaruh langsung terhadap tingkat kepuasan pengguna. Dalam merancang sebuah servicescape, kebutuhan dasar pengguna perlu diketahui oleh pihak penyedia layanan agar dapat memberikan pengalaman yang baik. Studi yang mengkaji layanan kereta api di Indonesia belum secara khusus membahas aspek kebutuhan dasar dan persepsi penumpang terhadap servicescape stasiun. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kebutuhan dasar saat berada di stasiun kereta api dan mengevaluasi persepsi rancangan servicescape menurut penumpang kereta api jarak jauh dengan lokasi studi kasus Stasiun Bandung. Pendekatan mixed method dilakukan dengan menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif yang dibagi ke dalam tiga tahapan penelitian: (1) identifikasi tingkat kepentingan kebutuhan dasar penumpang kereta api jarak jauh dengan penyebaran kuesioner, (2) identifikasi aspek servicescape di Stasiun Bandung, identifikasi hierarki kebutuhan dasar, dan pemetaan aktivitas penumpang kereta api jarak jauh dengan observasi dan wawancara, serta (3) evaluasi persepsi penumpang kereta api jarak jauh terhadap rancangan servicescape Stasiun Bandung dengan penyebaran kuesioner adaptasi dari SERVQUAL. Sebanyak 159 responden berpartisipasi dalam pengambilan data tahap 1 berupa penyebaran kuesioner. Lima belas orang di antaranya berpartisipasi kembali pada tahap wawancara, dan sebanyak 72 orang disertakan kembali pada pengambilan data tahap ketiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prioritas kebutuhan dasar penumpang kereta api jarak jauh di Indonesia berdasarkan tingkat kepentingannya adalah: (1) keamanan, (2) keandalan, (3) kemudahan, (4) kenyamanan, (5) kebersihan, dan (6) keresponsifan. Responden memiliki persepsi bahwa rancangan servicescape Stasiun Bandung pada fase keberangkatan dan kedatangan belum memenuhi kebutuhan dasar mereka. Pada fase keberangkatan, hal-hal yang mengakibatkan timbulnya persepsi tersebut adalah: (1) penumpukan kendaraan di area parkir stasiun, (2) ruang gerak penumpang yang terbatas di area kursi tunggu sebelum dan sesudah boarding, (3) jumlah kursi prioritas yang sangat terbatas dan tidak digunakan sesuai peruntukannya, (4) tidak tersedianya area bermain anak di ruang tunggu setelah boarding, (5) tidak ada pembatas yang jelas antara area sirkulasi penumpang di ruang tunggu setelah boarding dengan area taman yang memiliki perbedaan ketinggian, (6) tidak ada informasi mengenai lokasi pintu masuk, urutan dan nomor gerbong, serta arah gerak kereta tujuan yang menyulitkan penumpang untuk menentukan posisi siaga/menunggu di peron keberangkatan, (7) tidak tersedianya kursi tunggu di area peron keberangkatan, dan (8) terdapat perbedaan tinggi peron dan pintu masuk kereta api yang berpotensi membahayakan penumpang. Pada fase kedatangan, hal-hal yang mengakibatkan timbulnya persepsi di atas adalah: (1) tidak tersedianya petunjuk arah keluar stasiun saat penumpang baru turun dari kereta api, (2) terdapat perbedaan tinggi peron dan pintu masuk kereta api yang berpotensi membayakan penumpang, (3) informasi nama jalan yang tersedia pada petunjuk arah keluar stasiun dianggap kurang familier, (4) tidak tersedianya informasi yang kontinu dan konsiten mengenai arah transportasi lanjutan, (5) tidak ada pembatas yang jelas antara area sirkulasi penumpang di ruang tunggu setelah boarding dengan area taman yang memiliki perbedaan ketinggian, (6) tidak tersedianya ruang tunggu di pintu keluar atau area penjemputan transportasi lanjutan, dan (7) tidak tersedianya fasilitas penunjang untuk menitipkan barang atau mendukung aktivitas penumpang yang memiliki kesibukan tinggi.