ABSTRAK_Fathina Izmi Nugrahanti
PUBLIC Open In Flipbook Perpustakaan Prodi Arsitektur Ringkasan
Kampung kota berkembang secara informal karena keterbatasan persediaan hunian bagi masyarakat kelas menengah-bawah di pusat kota. Hal ini membentuk kualitas permukiman berkepadatan tinggi tanpa ruang terbuka, gang yang sempit, bangunan yang berdempetan, pengembangan ruang yang tanpa perencanaan, yang menciptakan tipologi hunian berventilasi alami satu-sisi (VASS) dengan rasio luas ventilasi yang sangat minim (5,8%), jauh di bawah standar ?10%. Ketimpangan sosioekonomi juga membuat kelompok ini rentan terhadap paparan polusi udara rumah tangga (household air pollution – HAP) akibat minimnya kesadaran dan keterbatasan sumber daya. Kondisi ini menyebabkan kampung kota tergolong sebagai kawasan dengan resiko kualitas udara yang tinggi. Padahal, paparan HAP dalam jangka panjang sangat berbahaya bagi kesehatan dan kualitas hidup penghuninya. Di sisi lain, regulasi kualitas udara Indonesia lebih berfokus pada udara ambien dan penerapannya pada bangunan lebih menitikberatkan pada bangunan publik. Sehingga, pengendalian kualitas udara dalam ruang (IAQ) terutama hunian di kawasan informal dengan ventilasi terbatas, menjadi kebaruan yang sangat memerlukan penelitian mendalam.
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi pengendalian IAQ pada hunian berventilasi-satu sisi di kampung kota melalui mekanisme ventilasi dan sirkulasi udara. Rancangan penelitian diawali dengan identifikasi pengaruh konteks manusia, kawasan, dan bangunan dalam membentuk fenomena IAQ. Pengukuran lapangan dilakukan pada 5-10 Maret dan 17-29 Juli 2023, untuk mengambil data: bukaan ventilasi dan karakteristik interior (material, dimensi, tata letak, konektivitas antar ruang); detail aktivitas penghuni; dan morfologi kawasan (H/W gang, jarak ke jalan, topografi). Secara bersamaan, diambil data minimal 24 jam dengan 3-4 titik untuk partikel debu (PM), CO2, aliran udara, suhu, dan kelembaban relatif pada 15 dari 42 hunian yang diobservasi. Kemudian, efektivitas elemen arsitektur (ventilasi dan konektivitas antar ruang) untuk mitigasi PM2.5 diuji melalui simulasi CFD, dengan melihat pola aliran udara dan perlaku transport polutan. Seluruh data diolah dengan analisis: korelasi dan regresi, rasio I/O, indoor peak censoring, PLS-SEM, dan laju penurunan polutan dengan indeks pengendapan dan pelepasan.
Hasil penelitian mengungkap bahwa karakteristik kampung kota yang horizontal (bangunan hanya 1-2 lantai), padat (223,4 jiwa/ha), dengan rasio H/W gang >2, menciptakan ventilasi kampung yang rendah (0,14 m/s pada H=1,5m). Namun, topografi berlereng dan arah aliran udara mikro membantu dispersi dan dilusi polutan dalam kawasan. Temuan ini memberikan pengetahuan berbeda dari kebanyakan penelitian IAQ perkotaan. Nilai rasio I/O ±1,17 menunujukkan bahwa konsentrasi PM10 dan PM2.5 dalam hunian yang tinggi (1,8x dan 4,8x dari standar WHO), didominasi oleh HAP dari dalam hunian. Aktivitas dan budaya berhuni masyarakatnya menjadi faktor terkuat karena berperan dalam produksi polutan. Merokok menjadi sarana relaksasi, signifikan meningkat PM1, PM2.5, dan PM10 (259%, 281%, 225%) saat aktivitas terjadi. CO2 mencapai puncak saat tingkat okupansi tinggi dan berkorelasi dengan intensitas memasak. Infiltrasi partikel udara kawasan juga berpengaruh pada IAQ meski tidak begitu kuat, karena efek topografinya dan luas ventilasi yang sangat terbatas (5,8%). Kemudian, elemen arsitektur selain bukaan ventilasi, juga memiliki peran signifikan dalam pengendalian IAQ. Airtightness struktur atap berdampak pada dilusi dan infiltrasi polutan udara luar. Dimensi bangunan berperan lewat mekanisme dilusi dan akumulasi polutan. Ditemukan juga bahwa karakteristik interior memengaruhi dispersi polutan antar ruangnya. Dari simulasi digital, ditemukan bahwa kombinasi variabel sistem ventilasi inlet alami – outlet mekanis dengan konektivitas antar ruang yang rendah, efektif menurunkan kadar PM2.5 hunian hingga 66,67% dibawah standar WHO.
Pengetahuan lapangan ini dirumuskan dalam kerangka pengetahuan holistik terkait interaksi manusia, lingkungan, dan bangunan dalam membentuk IAQ. Konsep tersebut menjadi dasar untuk mengembangkan strategi tata laksana dan mitigasi berjenjang untuk IAQ hunian. Hasil simulasi CFD dirumuskan menjadi model-model tipologi hunian di kampung kota untuk arahan mitigasi resiko PM2.5. Lebih jauh, dikembangkan persamaan prediksi PM2.5 dengan laju penurunan kadar polutan (keff) yang berkaitan dengan laju pelepasan (kventilasi) dan pengendapan (kdeposisi) partikel. Di samping strategi mitigasi skala satu bangunan, diusulkan strategi pengendalian IAQ dengan melihat hunian sebagai sistem multi-ruang. Rumusan hirarki ruang menjadi dasar rekomendasi strategi resirkulasi udara antar ruang dalam bangunan. Rumusan pengetahuan ini berpotensi menjadi arahan pengendalian IAQ yang bersifat makro maupun teknis (SNI). Kebijakan kualitas udara seharusnya bersifat lokal, mempertimbangkan konteks spasial kawasan dan aktivitas yang diwadahinya, dengan pendekatan partisipatif. Sehingga tercapai pengendalian IAQ yang berorientasi pada manusia, inklusif, dan adaptif untuk mencapai bangunan sehat.
Perpustakaan Digital ITB