Industri perhotelan di daerah wisata seperti Garut menghadapi tantangan serius akibat
fluktuasi kunjungan wisatawan, dampak pandemi COVID-19, dan kebijakan efisiensi
anggaran pemerintah. Tekanan tersebut tidak hanya memengaruhi okupansi dan
operasional, tetapi juga menimbulkan ketegangan dalam hubungan antara hotel dan
stakeholder internal maupun eksternal. Dalam konteks sektor hospitality yang sangat
bergantung pada relasi sosial dan partisipasi stakeholder, dibutuhkan pendekatan
strategis dalam pengelolaan hubungan tersebut untuk menjamin keberlangsungan
bisnis. Meskipun studi mengenai stakeholder management telah banyak dilakukan,
masih terdapat kekosongan dalam literatur terkait strategi pengelolaan stakeholder
yang dikaitkan secara langsung dengan tahap pertumbuhan organisasi, terutama di
sektor perhotelan.
Penelitian ini mengisi gap tersebut dengan merumuskan model strategi stakeholder
management yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan organisasi pada
setiap tahapan pertumbuhannya. Penelitian ini menggunakan studi kasus historis
longitudinal pada Kampung Sumber Alam (KSA) yang dilakukan dengan memetakan
proses bisnis ke dalam enam kategori berdasarkan kerangka Process Classification
Framework (APQC). Identifikasi stakeholder dilakukan pada masing-masing proses
dan tahap pertumbuhan organisasi, disertai penilaian power dan interest menggunakan
indikator terstruktur. Seluruh stakeholder kemudian dipetakan ke dalam Matriks
Mendelow untuk menentukan strategi pengelolaan yang sesuai.
Berdasarkan hasil pemetaan dan analisis pada tiap tahap pertumbuhan organisasi,
ditemukan bahwa strategi pengelolaan stakeholder mengalami perubahan yang
signifikan seiring dengan meningkatnya kompleksitas struktur organisasi, sistem, dan
interaksi eksternal. Pada tahap entrepreneurial, strategi stakeholder management
difokuskan pada hubungan personal dan fleksibel, terutama terhadap stakeholder kunci
seperti chief executive office (CEO)/pemilik, istri pendiri, supplier, vendor, dan tamu
yang semuanya berperan sebagai Key player. Memasuki tahap collectivity, strategi
mulai diarahkan pada pembentukan struktur, konsolidasi tim, dan pelibatan
viii
stakeholder dalam sistem kerja awal. Di tahap formalization, strategi bergeser ke
profesionalisasi dan standarisasi, dengan pelibatan intensif stakeholder seperti finance
manager, head of department (HoD), dan instansi pemerintah dalam pengambilan
keputusan strategis. Pada tahap elaboration, pendekatan stakeholder management
berfokus pada efisiensi digital, kolaborasi jangka panjang, serta penggunaan data
sebagai dasar pengambilan keputusan, khususnya terhadap stakeholder seperti general
manager (GM), executive assistant manager (EAM), online travel agent (OTA), dan
tamu.
Kesimpulan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas strategi
stakeholder management dalam industri perhotelan sangat bergantung pada kesesuaian
antara karakteristik stakeholder dan fase pertumbuhan organisasi. Pendekatan yang
adaptif dan kontekstual yang mempertimbangkan evolusi struktur, proses bisnis, dan
dinamika eksternal dapat berhasil menjaga kesinambungan hubungan dengan
stakeholder kunci serta memperkuat ketahanan organisasi dalam menghadapi
tantangan industri.
Perpustakaan Digital ITB