digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Diare merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi tantangan kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini mengembangkan model matematika berbasis SEIR (Susceptible, Exposed, Infected, Recovered) yang memperhitungkan faktor demografi dan kehilangan imunitas, untuk memodelkan dinamika penyebaran penyakit diare. Model SEIR dipilih karena karakteristik penyakit diare yang memiliki masa inkubasi sebelum munculnya gejala dan penularan, sehingga tidak dapat dimodelkan hanya dengan pendekatan lainnya. Selain itu, penyebaran diare yang berkaitan erat dengan faktor lingkungan dan perilaku masyarakat memungkinkan model SEIR dikembangkan lebih lanjut untuk merepresentasikan dinamika penyebaran secara lebih realistis. Sistem persamaan diferensial digunakan untuk merepresentasikan transisi populasi antar kompartemen, dan bilangan reproduksi dasar (R0) diturunkan menggunakan pendekatan Next Generation Matrix. Data kasus diare diperoleh dari Dinas Kesehatan Jawa Barat sebanyak 27 kota/kabupaten dan diolah untuk estimasi parameter model menggunakan Least Square. Selain analisis numerik, peta penyebaran spasial kasus diare dibuat untuk memvisualisasikan wilayah dengan tingkat kejadian tinggi, menggunakan data infected kabupaten/kota. Simulasi prediktif dilakukan untuk memperkirakan kasus diare dalam beberapa bulan mendatang, tren kasus diare, berdasarkan parameter estimasi dan nilai awal dari data historis. Nilai error (MAPE) pada estimasi parameter yang dihasilkan berdasarkan masing-masing kota/kabupaten di Jawa Barat berada pada interval 1 ? 35%. Diperoleh wilayah-wilayah di Jawa Barat dengan tren data naik dan data turun yang secara umum naik di Kabupaten Garut dan turun di Kabupaten Karawang. Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata Effective Reproduction Number (R(t)) lebih dari 1 atau masih terjadi di sebagian besar wilayah, dengan prediksi lonjakan kasus di beberapa daerah pada periode tertentu. Temuan ini dapat dijadikan dasar bagi pemangku kebijakan untuk menyusun strategi intervensi yang lebih tepat sasaran, termasuk peningkatan sanitasi dan edukasi kesehatan masyarakat.