Persampahan di wilayah Bandung Raya, memang masih menjadi polemik
terutama untuk Kota Bandung dan Kota Cimahi. Setelah terjadinya insiden
meledaknya TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Leuwigajah yang menyebabkan
TPA tersebut tidak dapat lagi digunakan. TPK (Tempat Pengolahan Kompos)
Sarimukti menjadi tempat pembuangan akhir sementara. TPK Sarimukti yang
pada tahun 2017 seharusnya sudah tutup karena sudah overcapacity dan perlu
dilakukan pemindahan TPPAS yang baru. Hal itu yang membuat Pemerintah
Provinsi Jawa Barat merencanakan proyek pembangunan Tempat Pengolahan dan
Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) di daerah Legok Nangka dengan skema
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Setiap proyek KPBU pasti memiliki risiko, oleh karena itu diperlukan analisis
risiko yang akan dihadapi oleh pemerintah. Selain itu, perlu diidentifikasi pada
tahapan transaksi mana potensi kegagalan mungkin terjadi dan faktor-faktor risiko
apa yang memengaruhi situasi tersebut. Penelitian ini menggunakan analisis isi
dan Analytical Hierarchy Process (AHP) sebagai metode penelitian. Hasil dari
penelitian menunjukan bahwa pada tahap transaksi dalam KPBU TPPAS Legok
Nangka, terdapat 11 faktor risiko yang berpotensi terhadap kegagalan KPBU
TPPAS Legok Nangka dengan faktor risiko paling signifikan berpotensi memicu
kegagalan adalah Risiko pengambilan keputusan pemerintah. Selain itu, langkah
dalam tahap transaksi yang paling berisiko adalah pada saat dilaksanakannya
pengadaan badan usaha. Penelitian ini memberikan wawasan bagi pemerintah
dalam mengelola risiko dan memastikan kesuksesan proyek TPPAS Legok
Nangka. Dengan memahami faktor-faktor risiko dan mengambil tindakan yang
tepat, diharapkan proyek ini dapat berjalan dengan efisien dan berkelanjutan.