COVER Arisfiya Imtinantiarana
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 1 Arisfiya Imtinantiarana
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 2 Arisfiya Imtinantiarana
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 3 Arisfiya Imtinantiarana
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 4 Arisfiya Imtinantiarana
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB 5 Arisfiya Imtinantiarana
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA Arisfiya Imtinantiarana
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Karya ini berangkat dari ketertarikan penulis dalam menjalani kehidupan dengan identitas ganda di internet. Keleluasaan kendali yang diberikan internet atas identitas dan sikap yang ingin ditampilkan oleh pengguna manapun seiring waktu menjadi sinyal merah tersendiri. Hal tersebut dikombinasikan dengan rata-rata total waktu berinternet yang dihabiskan manusia dalam sehari kini telah menimbulkan berbagai efek samping secara psikologis, terutama persepsi akan yang nyata dan yang palsu.
Berada di internet, baik untuk keperluan yang sepenuhnya fungsional maupun rekreasional seperti bermedia sosial, kini sudah menjadi aktivitas yang terjalin erat dalam keseharian sebagian besar umat manusia saat ini. Setiap orang saling timpal berbicara di atas suara satu sama lain di saat yang bersamaan, sehingga cara apapun kadang diambil agar sesuai dengan standar yang diakui dan bisa benar-benar didengar dan memiliki pengaruh. Caranya bermacam, dari memalsukan diri hingga memalsukan nilai (virtue signalling), namun tanpa disadari suara apapun yang terucap hanya akan menjadi gema dalam echo chamber. Tiap individu di bawah payung ruang virtual internet memiliki nilai moralnya masing-masing. Ruang-ruang ini memiliki fakta dan simbol-simbol yang lengkap dan lahir dari realitas yang konkrit berdasarkan pada kehidupan personal tiap individu, sebuah simulakrum. Namun apakah dalam sebuah simulakrum persepsi akan yang nyata oleh seseorang itu benar atau apakah kebenaran yang diyakini itu nyata adalah adalah pertanyaan yang patut untuk selalu digaungkan.
Penulis ingin mengangkat isu tentang bagaimana timbal balik hubungan manusia di internet yang dalam interpretasi penulis tampak seperti agama baru, di mana algoritma adalah tuhannya, sosial media adalah ruang ibadahnya dan virtue signalling adalah cara ibadahnya. Gagasan ini penulis wujudkan dengan menciptakan simulakrum penulis sendiri melalui sebuah instalasi interaktif yang bertumpu pada permainan antara proyeksi bias cahaya dan gubahan ruang dan looping video dan audio.