digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penemuan artefak terwengkal abad XVII di wilayah Sukadiri, Panjunan, Banten Lama, dan Banten Girang, sejalan dengan penemuan ragam hias yang menjadi cikal bakal terbentuknya batik Banten. Ditemukan pada 1976 dan ditindaklanjuti pada tahun 2002, artefak terwengkal memiliki ragam hias yang dekoratif dan khas, unik, serta tidak ditemukan di tempat lain. Oleh sebab itu, artefak terwengkal disahkan sebagai artefak khas Banten oleh pemerintah Provinsi Banten pada tahun 2003. Sebagai wujud heritage yang dimiliki Banten dari zaman kerajaan Islam, kini ragam hias artefak terwengkal dikembangkan menjadi Batik Banten oleh Uke Kurniawan melalui Griya Batik Banten Mukarnas. Tujuannya, agar masyarakat Banten sendiri mengetahui ragam hias yang terdapat di tanah Banten dan dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat melalui motif batik. Selain itu, Banten belum memiliki motif batik yang khas sebagai identitas daerah. Metode penelitian kualitatif yang ditunjang oleh pendekatan estetik, digunakan dengan adaptasi visual melalui kebudayaan untuk menguraikan unsur-unsur estetik, gagasan, dan penamaan yang kemudian dihubungkan dengan peristilahan dan ungkapanungkapan dalam masyarakat Banten. Fokus penelitian adalah ragam hias kelompok kehidupan dan kebutuhan manusia. ragam hias tersebut maoritas ada pada motif sabakingking, motif pejantren, dan motif srimanganti. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai identitas dan pengembangan ragam hias artefak terwengkal, serta adaptasi visual estetik pada Batik Banten. Sekaligus mengajak masyarakat untuk lebih mengapresiasi budaya dan kerajinan Indonesia.