digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Praktik artistik berevolusi secara fundamental seiring perkembangan teknologi media, dengan virtual reality (VR) menjadi salah satu lompatan paling transformatif di era seni rupa kontemporer. Sebagai lingkungan kreasi yang imersif, VR secara radikal mengubah cara seni diproduksi, dialami, dan diketahui. Meskipun demikian, terdapat kesenjangan pemahaman mengenai bagaimana perupa dengan basis pengetahuan pada media fisik atau digital non-imersif mengalami proses transformasi epistemik (sebuah restrukturisasi mendalam pada cara mengetahui, merasakan, dan mencipta) saat pertama kali berinteraksi dengan medium baru ini. Penelitian ini menjembatani tiga kesenjangan utama: (1) kesenjangan empiris mengenai minimnya dokumentasi proses kognitif dan embodied pada momen transisi perdana perupa ke VR; (2) kesenjangan teoretis, di mana teori mapan seperti pengalaman artistik John Dewey dan Limas Citra Manusia Primadi Tabrani memerlukan perluasan untuk menjelaskan fenomena imaterialitas dan interaktivitas digital; serta (3) kesenjangan praktis-epistemologis terkait ketiadaan landasan berbasis riset untuk pengembangan pedagogi seni VR di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membongkar dan memodelkan proses transformasi pengetahuan artistik yang dialami perupa pada momen inisiasi dengan VR. Dengan berlandaskan paradigma interpretif-konstruktivis dan pendekatan fenomenologi, penelitian dirancang sebagai studi kasus mendalam pada tiga perupa profesional (ilustrator, pematung, dan pelukis) yang belum memiliki pengalaman VR. Data primer dikumpulkan melalui eksperimen praktik berkarya tiga tahap yang terstruktur menggunakan aplikasi OpenBrush, yang didukung oleh strategi triangulasi metodologis mencakup observasi non-interventif, protokol thinking out loud, dan wawancara reflektif semi-terstruktur. Hasil penelitian menemukan sebuah pola transformatif yang konsisten dan dirumuskan sebagai kontribusi teoretis utama: sebuah “Model Epistemologi Artistik VR”. Model ini memetakan sebuah trajektori pembelajaran yang dialami perupa melalui empat tahap epistemik sekuensial: (1) Inisiasi Kognitif, ditandai oleh disorientasi spasial dan upaya rasional untuk memahami logika teknis medium; (2) Konflik Pengetahuan Embodied, sebuah fase krisis di mana memori otot dan kebiasaan kerja dari media fisik berbenturan dengan ketiadaan umpan balik haptik dan materialitas virtual; (3) Sintesis Intuitif-Kreatif, momen terobosan di mana perupa berhenti mereplikasi pengetahuan lama dan mulai “berpikir melalui medium” dengan merangkul affordance unik VR; dan (4) Integrasi Epistemik, tercapainya harmoni praktik di mana perupa secara metakognitif memposisikan VR dalam ekosistem kreatifnya yang diperluas. Model ini secara teoretis memberikan perluasan kritis terhadap kerangka yang ada. Ia merevitalisasi teori pengalaman Dewey dengan memperkenalkan konsep “resistensi algoritmik” sebagai pengganti resistensi fisik dalam siklus doing undergoing. Selain itu, model ini juga memperkaya Model Limas Citra Manusia Tabrani dengan menganalisis “krisis haptik” dan perlunya rekonfigurasi makna “Fisik”, “Gerak”, dan “Perasaan” dalam konteks digital. Pada puncaknya, penelitian ini tidak hanya memetakan proses adaptasi, tetapi juga mengusulkan pergeseran pemahaman filosofis terhadap subjek perupa di era digital, bukan sebagai posthuman, melainkan sebagai “subjek epistemik yang diperluas” (expanded epistemic subject), yang kerangka pengetahuan dan kapabilitas sensorimotornya menyatu dan diperluas melalui medium teknologinya. Implikasi praktis penelitian ini menawarkan landasan bagi pengembangan pedagogi seni VR yang sensitif terhadap proses pembelajaran embodied dan transformatif.