digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Wacana dematerialisasi foto melalui digitalisasi secara fundamental mengubah tidak hanya proses produksi, distribusi, dan estetika fotografi, tetapi juga cara fotografer memaknai pengalaman fotografi sehari-hari. Terdapat ambiguitas saat terjadi kebangkitan fotografi analog di tengah-tengah digitalisasi yang meluas. Fenomena penggunaan teknologi media fotografi analog terletak dalam wacana retromedia yang dipahami secara umum sebagai fenomena “nostalgia”, ketika media analog dan digital hidup berdampingan dan saling dinegosiasi ulang. Akan tetapi pemaknaan “nostalgia” dirasa belum cukup menggambarkan kompleksitas praktik fotografi analog di era digital yang dicurigai terdapat aspek yang lebih esensial berkaitan dengan pengalaman. Penelitian ini mengeksplorasi transformasi ontologis dalam fotografi, dengan fokus pada interkoneksi antara subjek, teknologi, dan materialitas fotografi. Pendekatan fenomenologi-hermeneutika diperlukan untuk memahami makna penting yang dimiliki fotografi analog di era digital. Dari perspektif teknologi, fotografi harus diperiksa berdasarkan perubahan signifikan dalam wacana teknologi, digitalitas, jaringan, platform, dan ubiquity foto di mana-mana. Pendekatan ini memperlakukan fenomena sebagai teks interpretatif, yang dianalisis melalui proses dialogis dalam lingkaran hermeneutik. Melalui kerangka fenomenologi-hermeneutik, penelitian mengungkapkan bahwa kebangkitan fotografi analog bukan sekadar nostalgia, melainkan merupakan respons terhadap kurangnya autentisitas dan kedalaman dalam fotografi digital. Temuan utama secara garis besar menunjukkan beberapa aspek penting: (1) Pemahaman ontologis tentang fotografi analog di era digital memperkenalkan konsep Ada-fotografi sebagai proses kemunculan gambar foto yang melibatkan kinerja manusia dan teknologi. (2) Materialitas dan pengalaman taktil dalam fotografi analog memberikan dimensi berbeda dibandingkan sifat dematerialisasi fotografi digital. Proses analog menciptakan keterlibatan lebih mendalam antara fotografer dengan objek dan mediumnya. (3) Penelitian ini mengidentifikasi adanya ambiguitas dalam konteks autentisitas, otoritas dan indeksikalitas, ketika foto analog sering mengalami pemindaian menjadi objek digital, menciptakan ironi domain privat ke publik. Hal ini menambah perdebatan panjang tentang makna ii keaslian dalam konteks kontemporer. (4) Praktik artistik secara manual yang berorientasi proses dalam fotografi analog yang terbatas dan tidak sempurna mendorong kreativitas dan pengetahuan berbasis pengalaman yang akan menghasilkan kepuasan subjektif, berbeda dengan kepuasan instan yang ditawarkan metode digital. (5) Komunitas fotografi analog berperan penting dalam merevitalisasi industri fotografi analog dengan menekankan nilai materialitas. Mereka tidak hanya mempertahankan praktik konvensional tetapi juga mendorong inovasi dan ekosistem berbasis kolaborasi, yang memperkaya dunia seni kontemporer. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kebangkitan fotografi analog merepresentasikan kesadaran untuk mencari kedalaman, keterampilan, dan pengalaman estetik yang lebih kaya dalam fotografi. Ketika batas antara digital dan analog semakin kabur, studi ini memberikan uraian kebermanfaatan keahlian dan keterampilan yang melekat dalam fotografi analog, mendorong seniman dan komunitas yang lebih luas untuk mengeksplorasi lebih jauh bentuk ekspresi unik di era kemajuan teknologi yang pesat.