Disertasi ini bertujuan untuk mengungkap makna eksistensial Masjid Salman di Bandung. Masjid karya Ahmad Noe’man ini, dibangun secara bertahap dalam kurun waktu tahun 1964 sampai tahun 1972. Sejarah panjang, pengalaman keseharian, serta nilai arsitektural Masjid Salman, menjadikannya layak untuk diteliti. Makna eksistensial, penting untuk menimbulkan perasaan memiliki dan menjadi bagian dari arsitektur. Bagi masjid, perasaan memiliki menjadi penting, sebagai dasar untuk memberikan rasa kebetahan. Makna eksistensial memperlihatkan makna terpenting dari pengalaman sadar manusia sebagai hasil dari kesadaran transendental. Makna eksistensial memperlihatkan sebuah filosofi terpenting sebagai dasar identitas, prinsip interaksi sosial, sistem kemasyarakatan, dan pola spasial di Masjid Salman. Berdasarkan kegiatan grandtour dan minitour, didapatkan sejumlah fenomena terkait dengan keberadaan Masjid Salman: 1) Masjid Salman sudah memiliki 4 (empat) generasi pengguna; 2) adanya kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh unit/divisi, serta masyarakat umum, 3) waktu penggunaan ruang yang beragam; 4) jenis kegiatan yang sangat variatif. Pertanyaan penelitian disertasi adalah: 1) apa makna eksistensial Masjid Salman berdasarkan deskripsi tekstural dan struktural pemaknaan subjektifnya? 2) bagaimana makna eksistensial Masjid Salman terbentuk? Berdasarkan pertanyaan, tersusun tujuan: 1) mengungkap makna eksistensial Masjid Salman, berdasarkan deskripsi tekstural dan strukturalnya, 2) memahami proses pembentukan makna eksistensial. Karena menyangkut pengalaman manusia, maka prosedur fenomenologi Husserlian menjadi pilihan langkah penelitian. Proses grandtour dan minitour dilakukan melalui pengamatan dan wawancara mendalam. Wawancara melibatkan nara sumber, informan, dan partisipan. Proses wawancara dilakukan dengan prinsip penundaan perkiraan dan asumsi (epoche). Informasi berupa unit makna diperoleh dari pengolahan data subjek melalui proses reduksi fenomenologis, pengurungan pengetahuan (bracketing), pengelompokkan (horizontalizing), selanjutnya diorganisasikan menjadi deskripsi tekstural yang memperlihatkan fenomena yang dialami. Proses tematik terus diinduksi melalui reduksi eidetic untuk menghasilkan konsep. Proses mendapatkan makna eksistensial dilakukan melalui kegiatan reduksi transendental. Penelitian ini menghasilkan 140 informasi, 11 unit informasi, 44 sub tema, 12 tema, 4 konsep ruang intensional, 4 konsep ruang spiritual dan makna eksistensial sebagai hasil akhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Masjid Salman memiliki makna eksistensial berupa Konsep Tauhid sebagai dasar penerapan amaliah. Amaliah yang dijalankan adalah ibadah wbudiyah dan muamalah, sebagai dasar untuk memakmurkan masjid. Konsep tauhid merupakan muara dari prinsip amanah kemerdekaan yang terjadi di Masjid Salman. Amanah kemerdekaan sendiri merupakan sebuah “getar” yang menj'adi kesadaran transendental. Prinsip amanah kemerdekaan sebagai sendi penting ajaran Tauhid membentuk Ruang Spiritual dan Ruang Intensional. Ruang Spiritual mengandung: 1) Konsep Iman, 2) Konsep Amal, 3) Konsep Ilmu, dan 4) Konsep Karakter/4khlag, sedangkan Ruang Intensional mengandung: 1) Konsep Daya Panggil, 2) Konsep Konsensus, 3) Konsep Berbagi, dan 4) Konsep Nilai. Adapun makna-makna empirik yang muncul pada Masjid Salman adalah tema makna yang terdiri dari: 1) Masjid Salman sebagai Masjid Unik, 2) Masjid Salman sebagai Masjid Anak Muda, 3) Masjid Salman sebagai Kreator, 4) Masjid Salman sebagai Pembentuk Karakter, 5) Masjid Salman sebagai Tempat Pencarian, 6) Masjid Salman sebagai Tempat Berbagi/Pancaran Kebaikan, 7) Masjid Salman sebagai Masjid Ramah, 8) Masjid Salman sebagai Tempat Pertemuan, 9) Masjid Salman sebagai Tempat yang Lengkap, 10) Masjid Salman sebagai Pemberi Semangat (Ghirah), 11) Masjid Salman dalam Bahasa Simbol, 12) Masjid Salman sebagai Inspirator.
Penelitian ini berkontribusi bagi masyarakat Masjid Salman dengan temuan mengenai adanya sebuah kesadaran transendental berupa getar. Getar sebagai sebuah frekuensi yang merambat secara perlahan, menjadikannya sebagai gelombang. Masjid Salman sebagai gelombang, bukan lagi berupa objek yang bersifat materi fisik semata. Tatanan ruang Masjid Salman beserta aktivitas manusianya, memungkinkan prinsip amanah kemerdekaan berupa sikap netral komunitas dijalankan, sehingga membuatnya mampu menerapkan ajaran Tauhid. Temuan ini dapat menjadi tolok ukur bagi prinsip keberlangsungan proses kaderisasi yang ada. Secara arsitektural, temuan ruang intensional memberikan indikasi teori berupa: 1) Konsep Daya Panggil dan daya Bangkit adalah indikasi terhadap adanya teori inviting space sebagai sebuah usaha untuk menghadirkan placemaking, 2) Konsep Konsensus mengindikasikan adanya relasi-relasi dan kesepakatan di antara pelaku ruang, 3) Konsep Berbagi merupakan intensional dari adanya teori spatio temporal, dan 4) Konsep Nilai, yang memperlihatkan adanya indikasi ruang, waktu dan pelaku yang variatif dan senantiasa berubah dalam pengalaman keseharian Masjid Salman.