Sektor penerbangan adalah salah satu pemacu pertumbuhan dan perkembangan
ekonomi nasional. Sebagai satu-satunya SOE yang menyediakan pelayanan jasa
navigasi penerbangan di Indonesia, Airnav menjalankan bisnis proses dengan cara
cost recovery and non-profit oriented. Sejak Covid-19 melanda dunia di awal tahun
2020, pendapatan Airnav Indonesia turun sebesar 55% pada tahun 2020 jika
dibandingkan dengan tahun 2019 akibat dari larangan perjalanan dan regulasi
pembatasan mobilitas dari pemerintah sehingga kemampuan finansial maskapai
menurun untuk membayar pelayanan jasa navigasi penerbangan. Oleh karena itu,
Airnav harus mengubah strategi dan membuat prosedur baru dengan efisiensi
operasional dan inovasi untuk beradaptasi dengan Covid-19. Airnav Indonesia telah
melakukan efisiensi biaya karyawan sebesar 15%, mengurangi investasi, dan tidak
merektrut sumber daya manusia sejak tahun 2020.
Untuk menentukan strategi yang tepat, Airnav Indonesia membutuhkan suatu alat
untuk mengukur kinerja serta membandingkan kinerjanya dalam waktu ke waktu
dengan perusahaan lain agar lebih baik dan berkembang. Metode yang dapat
digunakan dan sesuai dengan business process Airnav Indonesia adalah dengan
menerapkan Performance Management System (PMS). Untuk menyelaraskan perkembangan navigasi penerbangan dunia, ICAO memiliki
perencanaan global (GANP) yang mengusung konsep pemutakhiran yang modular
yaitu Aviation System of Block Upgrade (ASBU). ASBU memungkinkan setiap
negara untuk melakukan upgrade sesuai kebutuhan negara tersebut menuju sistem
navigasi dunia yang seamless. Visi Airnav Indonesia adalah menjadi Penyelenggara
Pelayanan Navigasi Penerbangan Berstandar Internasional, untuk mencapai visi
tersebut ASBU memiliki peranan penting yang dapat menggambarkan masa depan
navigasi penerbangan.
Pada penelitian ini, PMS yang digunakan adalah Knowledge-Based Performance
Management System (KBPMS) yang memiliki tiga perspektif yaitu keluaran
organisasi, proses internal, dan kemampuan sumber daya. KBPMS dikombinasikan
dengan ASBU agar strategi-strategi yang dihasilkan tepat sasaran dan sesuai dengan
kebutuhan di industri penerbangan. Kerangka kerja KBPMS terdiri atas lima langkah
yaitu: pemahaman akan fondasi, mengumpulkan informasi dasar, perancangan sistem
manajemen kinerja, implementasi dan penyegaran.
Sektor penerbangan adalah bidang sensitif yang mengutamakan keselamatan. Oleh
karena itu, peneliti menambahkan perspektif baru yaitu ketercapaian keselamatan
sesuai dengan kebutuhan di industri penerbangan berdasarkan literature review, focus
group discussion (FGD), dan wawancara . Hal ini dilakukan agar menjadikan
keselamatan sebagai jati diri Airnav Indonesia dalam menyediakan jasa navigasi
penerbangan. Sehingga, dalam penelitian ini menggunakan empat perspektif yaitu
ketercapaian keselamatan, keluaran organisasi, proses internal, dan kemampuan
sumber daya. Keempat perspektif tersebut menghasilkan variable indicator kinerja
sebanyak 27 Key Performance Indicator baru untuk perusahaan. Prioritas variable
dilakukan dengan pembobotan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP)
yang menunjukkan bahwa sebanyak sebelas variabel yang memiliki bobot lebih
tinggi dibandingkan dengan variabel yang lain, yaitu: average collection period
(ACP), Cash flow ratio, cash ratio, settlement of contracts with airlines, saving work
efficiency, achievement of PARS & PASL, employee production, teamwork & knowledge sharing, leadership, Airprox Cat A & Cat B with ATS Contribution, and
Runway Incursion Cat A & Cat B.
Pada pengajuan rancangan sistem manajemen kinerja, peneliti hanya merancang
performance management system di level korporasi. Implementasi KBPMS
memerlukan waktu selama kurang lebih dua bulan mulai dari tahap pengenalan
hingga sosialisasi kerangka kinerja.
Perpustakaan Digital ITB