digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Jumlah bencana alam di Indonesia meningkat signifikan dari tahun 2010 hingga tahun 2020 berdasarkan data BNPB. Bencana alam menimbulkan korban jiwa, korban luka, kerusakan infrastruktur, dan berdampak pada banyak kehidupan secara signifikan. Di sini peran tanggap darurat sangat penting untuk memulihkan kehidupan para korban. Tanggap darurat merupakan bagian dari proses penanggulangan bencana yang melibatkan tahap persiapan dan mitigasi agar efektif dan efisien. WVI adalah organisasi nirlaba yang juga melakukan tanggap darurat pada berbagai bencana alam di Indonesia sejak tahun 1998. Tanggap darurat WVI untuk gempa Lombok pada bulan Juli - Agustus 2018 (proyek Lombok Earthquake Emergency Response) dipilih sebagai subjek penelitian ini. Metodologi penelitian dimulai dari identifikasi masalah, didukung dengan analisis landasan teori dan karakteristik industri, serta analisis akar permasalahan. Berdasarkan analisis tersebut, data kualitatif akan dikumpulkan dari wawancara, diskusi kelompok terfokus, dan juga data sekunder terkait tanggap darurat. Analisis data kualitatif tersebut pada akan menghasilkan usulan perbaikan untuk menyelesaikan akar permasalahan, disertai dengan analisis manfaat biaya dan rencana implementasi. WVI melakukan beberapa program dalam proyek LEER seperti program distribusi non-food item (NFI) dan program water sanitation and hygiene (WASH). Berdasarkan wawancara dengan ketua tim pertama proyek LEER, terjadi keterlambatan dalam pengadaan dan pengiriman bahan bantuan dalam program darurat. Setelah dilakukan analisis terhadap akar permasalahan dengan Fish Bone Diagram, keterlambatan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, terutama karena kurangnya kompetensi manusia dan ketidakcukupan data vendor. Kurangnya kompetensi manusia disebabkan oleh staf yang ditugaskan di daerah bencana yang tidak memiliki kompetensi dan pengalaman logistik dan pengelolaan gudang. Sedangkan untuk ketidakcukupan data vendor, walaupun WVI sudah memiliki database vendor, database tersebut masih belum memiliki kategori vendor dan pemetaan wilayah, yang memungkinkan staf di lokasi bencana untuk segera mendapatkan bahan bantuan yang dibutuhkan. Dalam kasus LEER, WVI membeli material dari Jakarta dan Surabaya karena vendor lokal mengungsi, yang menyebabkan lebih banyak waktu dan biaya yang harus dikeluarkan. Sebagai solusi, peneliti mengusulkan pembuatan WVI Emergency Supplier Network (ESN) untuk mengatasi kekurangan pada sistem pengadaan, yang memungkinkan WVI memiliki cakupan yang luas atas alternative vendor dan material dari masing-masing provinsi di Indonesia. ESN akan membantu WVI untuk segera menemukan vendor terdekat ke lokasi bencana, dan pada akhirnya membantu proses pengadaan menjadi lebih cepat. Terkait kurangnya kompetensi tenaga kerja, maka pembuatan Emergency Response Handbook merupakan solusi, karena memiliki pedoman tanggap darurat yang lengkap dan mudah dipahami, khususnya fungsi logistik dan pengelolaan gudang. Kedua solusi yang diusulkan diharapkan dapat memperkuat kesiapsiagaan penanggulangan bencana WVI saat ini, dan pada akhirnya menghasilkan proses tanggap darurat yang lebih baik dan lebih cepat. Implementasi kedua solusi yang diusulkan ini akan melalui beberapa tahapan pada Gantt chart, disertai dengan PIC yang bertanggung jawab dan waktu yang dibutuhkan.