Tantangan yang tak henti-hentinya bagi para arsitek saat ini adalah bagaimana
merancang proyek arsitektur yang mendukung penciptaan pengalaman yang
bermakna, mengambil manfaat dari keterkaitan antara materialitas bangunan dan
kepekaan manusia. Teknologi baru terutama perkembangan di dalam perangkat
studi desain arsitektur nampaknya membuat hubungan antara arsitek, pengguna,
dan karya arsitektur semakin berjarak. Arsitektur masa kini diharapkan dapat
menggubah desain arsitektural yang mendukung terbentuknya pengalaman yang
bermakna melalui sistem sensori tubuh kita. Tujuan dari disertasi ini adalah: (1)
Mengungkapkan karakter dari bambu, beton, bata, dan kayu sebagai material
arsitektural, melalui sejumlah bangunan yang dipilih sebagai kasus studi. (2)
Memaparkan hubungan antara materialitas dan sensibilitas melalui pengalaman
ruang yang dialami oleh partisipan penelitian. (3) Menggambarkan studi kasus
partisipan tentang materialitas dan sensibilitas dari material bambu, beton, bata, dan
kayu. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tinjauan analitis dari berbagai teori
dan kajian dalam filsafat, antropologi dan arsitektur seperti Edmund Husserl,
Maurice Merleau-Ponty dan Martin Heidegger (filsafat fenomenologi), Daniel
Miller dan Bruno Latour (Antropologi), Christian Norbert-Schulz dan Juhani
Pallasmaa (Fenomenologi dalam Arsitektur), dan lainnya. Metoda penelitian yang
digunakan adalah metoda penelitian Fenomenologi. Penelitian ini menjabarkan
langkah fenomenologi untuk menjembatani persatuan antara materialitas dan
sensibilitas. Disertasi ini menyimpulkan bahwa pemberian makna oleh sensibilitas
yang dimiliki manusia terhadap material dapat membentuk jembatan persatuan
antara materialitas dan sensibilitas lewat indera yang dimiliki manusia.