digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Kebutuhan konsumsi BBM Indonesia diprediksi akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk Indonesia sekitar 5% per tahun. Indonesia telah bergantung pada impor BBM yang menjadi kontributor utama defisit perdagangan Indonesia. Pemerintah meluncurkan program Bahan Bakar Nabati (BBN) untuk mengurangi ketergantungan pada impor BBM yang mahal dan juga memanfaatkan peningkatan produksi minyak sawit (CPO) di Indonesia pada saat yang bersamaan. Indonesia telah meluncurkan program mandatory bio-diesel dengan mencampur FAME hingga 20% kedalam Diesel konvensional. Cara ini merupakan cara paling sederhana dan paling umum yang dilakukan saat ini untuk menanggapi ketentuan peraturan mandatory tersebut, kualitas produk bio-diesel saat ini memiliki beberapa kekurangan jika dibandingkan dengan bahan bakar Diesel sehingga menyebabkan adanya batasan maximum pencampuran. Pertamina telah berhasil melakukan uji coba produksi green-fuel melalui co-processing seperti green-diesel melalui unit Hydroprocessing di RU II Dumai dan green-gasoline dan green-LPG (Liquefied Petroleum Gas) melalui unit RFCC (Residue Fluid Catalytic Cracking) di RU III Plaju. Karena mandat pemerintah mengenai rencana bisnis bahan bakar hijau, Pertamina secara didorong untuk mengembangkan bisnisnya pada produksi green-fuel yang bahkan diharapkan bisa 100% (B100) digunakan sebagai bahan bakar. Program ini bertujuan untuk mengurangi aktivitas impor BBM dan mengoptimalkan potensi domestik (CPO) untuk menjaga keamanan energi di Indonesia. PESTEL dan Poster's Five Force digunakan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal, dan kerangka kerja VRIN, Value Chain Analysis digunakan untuk analisis internal yang menguraikan kondisi lingkungan perusahaan saat ini. Sebagai langkah terakhir, dilakukan identifikasi kesenjangan sumber daya perusahaan dan kemudian merumuskan strategi melalui Resources Pathway Framework (RPF) dan metode Strategy Diamond Analysis. Berdasarkan kesimpulan dari analisis yang dilakukan, reputasi merek dan sumber daya manusia Pertamina dikategorikan sebagai keunggulan kompetitif yang menjadi kekuatan perusahaann, sementara itu ada empat kesenjangan sumber daya perusahaan yaitu teknologi produksi, inovasi, harga produk (P3), dan kontinuitas pasokan bahan baku (CPO). Oleh karena itu, perlu ditentukan solusinya dengan menerapkan strategi yang direkomendasikan yang dapat diusulkan kepada Pemerintah. Berdasarkan RPF, sumber daya inovasi dapat dikembangkan melalui program pengembangan internal, teknologi produksi dapat ditingkatkan melalui kontrak dasar, dan sementara itu P3 dan pasokan bahan baku diperhitungkan untuk dikendalikan dengan membangun aliansi yang kuat antara Pertamina dan pemangku kepentingan utama lainnya termasuk Pemerintah, Perusahaan CPO, industri perkebunan kelapa sawit, pemberi lisensi teknologi, dan akademisi.