Peluncuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tahun 2014 telah mengubah cara kerja industri pelayanan kesehatan di Indonesia. Dengan membuat layanan kesehatan menjadi terjangkau oleh masyarakat, jumlah pasien yang mampu mendapatkan pelayanan medis meningkat drastis dibandingkan sebelum JKN. Hal ini membawa beberapa permasalahan untuk fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) seperti jumlah pasien yang melebihi kapasitas pelayanan fasyankes, kompensasi yang tidak mencukupi dari BPJS-Kesehatan, dan antrian yang panjang di fasyankes. PT STU hadir untuk menyediakan solusi dengan membangun ekosistem pelayanan kesehatan yang terintegrasi dan memungkinkan fasyankes untuk mengambil keputusan berdasarkan data. Namun, akibat manajemen yang tidak mencapai target, PT STU saat ini mencari strategi turnaround untuk menjadi perusahaan yang menguntungkan dan menarik untuk investor. Penulis mengusulkan dua fasa bisnis dari PT STU: Akuisisi pasar dan monetisasi. Pada fasa pertama, penulis mengusulkan penentuan harga untuk mencapai Break Even Point (BEP) operasional. Pada fasa kedua, penulis menganalisis tiga opsi monetisasi untuk memanfaatkan data yang dikumpulkan pada fasa pertama.
Penulis mulai dengan meneliti bisnis dari sistem informasi untuk industri kesehatan dan industri pengembangan perangkat lunak. Setelah melakukan studi literatur, penulis mengembangkan analisa Grand Strategy Matrix dan SWOT dengan sebelumnya menganalisis faktor eksternal perusahaan menggunakan kerangka Porter’s 5 Forces dan PEST dan faktor internal perusahaan menggunakan kerangka RBV dan VRIO. Berdasarkan analisa tersebut, penulis mengusulkan empat model bisnis menggunakan kerangka Business Model Canvas untuk produk potensial dari PT STU: pendaftaran online & perangkat lunak untuk fasyankes, keanggotaan perusahaan, iklan, dan jasa rujukan.
Analisis di bab 3 dibagi menjadi dua bagian berdasarkan dua fasa strategi yang disinggung sebelumnya. Pada fasa pertama, tujuan untuk mencapai BEP operasional dicapai melalui kombinasi dua sumber penghasilan: biaya berlangganan perangkat lunak untuk fasyankes dan biaya per transaksi dari layanan daftar online untuk pasien. Harga yang diusulkan adalah Rp250,000 untuk fasyankes dengan kontrak langganan tahunan dan Rp3,000 untuk tiap pendaftaran online yang dibuat melalui sistem PT STU. Penulis memperkirakan perusahaan membutuhkan 21,438 transaksi per bulan untuk dapat menutup biaya operasional perusahaan. Pada bagian kedua, tujuan dari bisnis adalah untuk mengeksplorasi tiga sumber penghasilan potensial setelah perusahaan mengembangkan basis pelanggan dan mengumpulkan data penggunaan dari perangkat lunak. Ketiga potensi pendapatan adalah dari program langganan untuk perusahaan, layanan iklan targeted, dan komisi dari jasa rujukan. Berdasarkan proyeksi 5 tahun, penulis membandingkan parameter kelayakan finansial yaitu NPV, IRR, Payback Period, dan ROE. Dari parameter tersebut, program keanggotaan diproyeksikan menghasilkan hasil terbaik, dilanjutkan oleh iklan. Adapun jasa rujukan tidak layak secara finansial.
Untuk mengimplementasikan rencana bisnis ini, penulis mengusulkan strategi 3 tahun: akuisisi pasar di tahun pertama, pengembangan produk di tahun kedua, dan monetisasi dari produk di tahun ketiga. Pada tahun pertama, PT STU memfokuskan diri pada akuisisi mitra fasyankes untuk mengumpulkan aset data. Pada tahun kedua, PT STU fokus pada mengembangkan produk yang memanfaatkan aset data yang dikumpulkan. Dan pada tahun ketiga, PT STU fokus pada monetisasi aset data melalui produk yang telah dikembangkan. Penulis juga menyarankan agar PT STU mengembangkan kedua project keanggotaan dan iklan. Untuk menanggulangi permasalahan kekurangan sumber daya manusia, PT STU dapat bermitra dengan pihak lain dengan kemampuan untuk mengembangkan bisnis tersebut.
Perpustakaan Digital ITB