digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Yati Muliati Sadli
PUBLIC Irwan Sofiyan

COVER Yati Muliati Sadli
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 1 Yati Muliati Sadli
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 2 Yati Muliati Sadli
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 3 Yati Muliati Sadli
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 4 Yati Muliati Sadli
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 5 Yati Muliati Sadli
PUBLIC Irwan Sofiyan

PUSTAKA Yati Muliati Sadli
PUBLIC Irwan Sofiyan

Penentuan karakter gelombang layaknya berdasarkan data gelombang hasil pengukuran pada seluruh perairan yang kondisi geografisnya berbeda untuk rentang waktu yang panjang. Namun hal ini tidak mudah didapatkan, karena keterbatasan data yang dapat mewakili seluruh perairan. Keterbatasan data disebabkan karena belum ada instansi yang bertanggung jawab penuh mengukur gelombang secara kontinu di berbagai lokasi dan biaya untuk pengukuran gelombang relatif cukup besar, sehingga umumnya pengukuran dilakukan pada suatu lokasi, hanya jika pada lokasi tersebut akan dibangun suatu bangunan pantai atau bangunan lepas pantai. Mengingat sulitnya mendapatkan data hasil pengukuran gelombang di Indonesia, maka untuk keperluan pelayaran, perencanaan bangunan pantai maupun lepas pantai, sering dilakukan peramalan gelombang berdasarkan angin, meskipun terkadang terjadi perbedaan hasil yang signifikan antara hasil pengukuran dan peramalan. Alternatif lain untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik gelombang adalah memanfaatkan data altimetri hasil pengamatan fluktuasi muka air laut dengan satelit, yang juga menghasilkan tinggi gelombang signifikan (Hs). Dalam penelitian ini ternyata validasi Hs altimetri terhadap pengukuran di beberapa lokasi menunjukan hasil yang kurang sesuai. Selain itu data Hs altimetri hanya tersedia Hs harian dan tidak tersedia data periode gelombang. Oleh karena itu untuk penyusunan basis data gelombang digunakan model numerik Simulating Wave Near-shore (SWAN) dengan pertimbangan model ini cocok untuk perairan yang dangkal serta dapat diakses secara langsung. Model SWAN dijalankan dengan mode generasi ketiga (GEN3), yang memungkinkan input angin, interaksi quadruplet dan triad, whitecapping, dan breaking. Data angin diperoleh dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) dan batimetri dari General Bathymetric Chart of The Oceans (GEBCO). Untuk mendukung penelitian karakter gelombang berdasarkan peramalan gelombang selama 10 tahun di perairan antara Sumatra, Jawa, dan Kalimantan, dilakukan terlebih dahulu verifikasi berupa validasi hasil model terhadap data pengukuran buoy/gauge dan komparasi terhadap model eksisting. Validasi terhadap data hasil pengukuran terkait dengan data yang tersedia yaitu di perairan pantai Jepara selama bulan Juli - Desember 1993 menunjukkan hasil yang baik (pola distribusi gelombang yang serupa, Root Mean Square Error = 0,132 m dan nilai korelasi/regresi linier = 0,844). Verifikasi lain berupa perbandingan terhadap hasil hindcasting dari SEAMOS South Fine Grid Hindcast (SEAFINE) dan ERA-Interim di Laut Natuna. Perbandingan hasil hindcasting antara SWAN, SEAFINE, dan ERA-Interim menghasilkan pola distribusi gelombang yang sama, dengan koefisien korelasi yang baik untuk 5 stasiun (R = 0,78-0,84). Model SWAN menghasilkan estimasi Hs terendah, sedangkan model SEAFINE menghasilkan Hs tertinggi dari semua stasiun. Tinggi gelombang signifikan (Hs) periode ulang 100 tahun untuk semua stasiun di Laut Natuna dari SWAN adalah 2,97-3,37 m, ERAInterim 4,01-4,13 m, dan SEAFINE 5,24-5,67 m. Mengacu pada hasil verifikasi yang menunjukan model SWAN telah mewakili kondisi yang ada, maka pengaturan semua parameter dalam model digunakan untuk meramalkan gelombang laut di perairan antara Pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Hasil simulasi model selama 10 tahun (2007-2016) menunjukkan karakteristik tinggi gelombang di perairan tersebut mengikuti sistem angin monsunal, dengan kejadian gelombang ekstrem terdapat pada Musim Barat (Desember, Januari, Februari). Umumnya sebaran tinggi gelombang ekstrem terdapat pada perairan laut terbuka, seperti Laut Natuna, Selat Karimata, dan Laut Jawa, dengan Hs maksimum di Laut Natuna 4,93 m, di Laut Jawa 4,88 m, di Selat Karimata 3,56 m, dan di Selat Malaka 2,71 m. Saat tidak ada siklon, fenomena ENSO (El NiƱo-Southern Oscillation) terlihat memiliki pengaruh terhadap kejadian tinggi gelombang ekstrem di perairan Selat Malaka, Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Jawa. Penelitian ini diakhiri dengan penyusunan program komputer untuk penyajian basis data gelombang ruang-waktu hasil pemodelan SWAN pada wilayah studi dengan grid 1/8o serta penyajian gambar peta distribusi tinggi gelombang rata-rata bulanan. Program aplikasi memberikan fasilitas perhitungan statistik sederhana (rata-rata, standar deviasi, minimum, maksimum) untuk parameter tinggi gelombang, periode gelombang, dan arah datang gelombang.