digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pada zaman ketika modernisasi belum terjadi, ilmu astronomi sudah diketahui dan diterapkan oleh masyarakat, namun masih sederhana. Salah satunya menggunakan berbagai objek langit dalam penentuan waktu bercocok tanam, seperti yang diterapkan oleh masyarakat di Kampung Ciptagelar yang berlokasi di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Masyarakat Kampung Ciptagelar menggunakan rasi bintang Orion (Kidang) dan asterism (Kumpulan bintang yang membentuk suatu pola) Pleiades (Kerti) dalam aktivitas bertani. Hal ini tekait dengan Kalender Jawa berbasis pergerakan Matahari, Pranata Mangsa. Selain itu fase Bulan Purnama pun dianggap sakral sehingga diadakan ritual bernama Mapag Purnama. Dari dua hal di atas, penulis akan mempelajari lebih lanjut aturan yang digunakan oleh masyarakat terkait rasi bintang dan Bulan purnama secara etnoastronomi. Metode yang digunakan adalah melakukan wawancara dengan masyarakat, pemangku jabatan hubungan masyarakat dan ketua adat di Kampung Ciptagelar serta studi literatur. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa masyarakat memanfaatkan waktu kemunculan Kidang untuk menanam padi yang jatuh pada minggu pertama bulan Oktober dan waktu tenggelamnya Kidang untuk memanen padi yang jatuh pada pertengahan bulan Januari. Sedangkan waktu kemunculan Kerti dimanfaatkan sebagai waktu untuk mempersiapkan perkakas bertani. Terkait Bulan purnama, ritual Mapag Purnama dilaksanakan setiap tanggal 13 malam ke-14 dalam Kalender Jawa Rembulan. Untuk mengecek tanggal tersebut secara ilmu astronomi, digunakan 3 referensi dalam pemilihan tanggal terjadinya fase Bulan purnama, yaitu Fred Espenak, NASA dan aplikasi Stellarium. Kemudian dilakukan konversi tanggal dari Kalender Masehi ke Jawa dan Hijriyah. Dikarenakan Kalender Jawa mengadopsi Kalender Hijriyah, keduanya akan memiliki tanggal yang sama. Namun terdapat perbedaan siklus dan jumlah tahun kabisat, maka diperlukan koreksi 120 tahun untuk menyinkronkan kembali keduanya.