digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Semakin tumbuhnya sektor informal seperti Pedagang Kaki Lima (PKL) diperkotaan disebabkan oleh adanya keterbatasan sektor formal. Keberadaan PKL dapat memunculkan dua pandangan. Pertama, keberadaan PKL dapat membantu orang – orang yang tidak dapat memasuki sektor ekonomi formal. Kedua, keberadaan PKL dapat mengarahkan pada kesan buruk, lingkungan perkotaan menjadi kotor, kumuh dan tidak tertib. Hal yang sama juga terjadi di Jakarta, khususnya di Pasar Tanah Abang. Keberadaan PKL yang menempati sebagian badan jalan, selain membuat kotor dan kumuh juga meyebabkan kemacetan di ruas – ruas jalan yang ditempati. Pemprov DKI Jakarta berupaya menertibkan keberadaan PKL untuk mengatasi kemacetan dan mengembalikan fungsi jalan dan trotoar sebagaimana mestinya. Bagaimana pun juga, melihat pentingnya peranan PKL dalam mendukung ekonomi daerah, kebijakan relokasi ke Pasar Blok G yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta diharapkan tidak mematikan keberadaan dan peran PKL. Diharapkan dengan adanya kebijakan tersebut ekonomi PKL dapat diberdayakan disamping juga dapat mengurangi kepadatan lalu lintas. Dengan demikian setelah diterapkannya kebijakan tersebut muncul pertanyaan, bagaimana dampak kebijakan relokasi terhadap PKL Tanah Abang? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Teknik dalam pengumpulan data yang digunakan, yaitu : pengamatan (observation), wawancara mendalam (indepth interview), dan studi dokumen ii (kajian literatur). Ada 3 (tiga) instrumen pengumpulan data yang digunakan, yaitu : angket atau kuesioner, tape recorder, dan kamera. Salah satu tujuan penggunaan kuesioner adalah untuk memperoleh penilaian pedagang terhadap kondisi sebelum dan setelah relokasi, yang kemudian dilakukan uji beda menggunakan uji Kruskal – Wallis. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar pedagang merupakan laki – laki, dan memiliki tingkat pendidikan rendah. Kesejahteraan pedagang menurun setelah direlokasi ke Pasar Blok G, walaupun penilaian lokasi (kebersihan, keamanan dan kenyamanan) lebih baik dibandingkan saat di kaki lima. Penurunan kesejahteraan pedagang disebabkan rendahnya akses pembeli ke Pasar Blok G. Pengalihan arus lalu lintas dan pembangunan halte di Pasar Blok G tidak mampu meningkatkan akses pembeli. Ada beberapa hal yang menjadi hambatan rendahnya akses pembeli ke Pasar Blok G, yaitu : (i) tidak adanya fasilitas gedung seperti eskalator, jembatan penghubung antar blok, dan jembatan penghubung dengan stasiun kereta Tanah Abang; (ii) keberadaan pedagang binaan warga; (iii) sepinya pedagang yang berjualan, terutama di lantai 3. Selain itu, komunikasi yang terjalin antara Forum Pedagang Kecil Blok G (FPKBG) dengan pengelola pasar dan pemerintah masih dalam bentuk informal. FPKBG belum tersosialisasi dengan baik diantara para pedagang. Dengan demikian, untuk meningkatkan kembali kesejahteraan pedagang maka akses pembeli ke Pasar Blok G harus ditingkatkan, yaitu dengan cara mempercepat proses pembangunan eskalator, jembatan penghubung antar blok, dan stasiun kereta Tanah Abang. Pola komunikasi antara pedagang, FPKBG, dan pemerintah harus diperbaiki.