Ketersediaan peta rupa bumi skala besar yang detail dan mutakhir sangat penting
untuk mendukung perencanaan pembangunan, pengelolaan lingkungan, dan
mitigasi bencana. Metode survei konvensional maupun citra satelit resolusi tinggi
memiliki keterbatasan dari sisi biaya, frekuensi akuisisi, dan tingkat detail spasial.
Fotogrametri Foto Udara Format Kecil Wahana Udara Nir Awak (FUFK-WUNA)
menawarkan alternatif yang lebih fleksibel, terutama untuk wilayah pedesaan
(rural) yang luas di Indonesia, karena pemetaan dapat dilakukan secara bertahap
sesuai prioritas kebutuhan daerah, berbeda dengan pendekatan satelit yang
umumnya dilakukan sekaligus pada cakupan yang luas.
Metodologi penelitian ini mencakup akuisisi data menggunakan FUFK-WUNA,
pemrosesan fotogrametri untuk menghasilkan ortofoto resolusi tinggi (10 cm), serta
penerapan berbagai metode kecerdasan buatan (AI) untuk segmentasi dan
klasifikasi tutupan lahan. Model yang diuji meliputi U-Net, DeepLab, CNN-based
classifier, SVM, dan Segment Anything Model (SAM) yang dikombinasikan
dengan algoritma klasifikasi seperti Random Forest, SVM, LinkNet, dan U-Net.
Evaluasi kinerja dilakukan dengan parameter matriks konfusi (akurasi, F1, Kappa),
serta analisis kesesuaian bentuk menggunakan Intersection over Union (IoU),
berdasarkan data referensi lapangan dan peta resmi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan berbasis SAM memberikan
performa segmentasi terbaik. Model High Quality SAM (HQ-SAM) dengan
pendekatan zero-shot mencapai IoU sebesar 0,68 dan Dice Coefficient sebesar 0,81,
mengungguli metode segmentasi lainnya. Pada tahap klasifikasi, dua pendekatan
terbukti paling efektif: kombinasi OBIA dengan Decision Tree menghasilkan F1-
Score 0,772 di Sumedang Kota, sedangkan arsitektur LinkNet–ResNet34 mencapai
F1-Score 0,966 di Cimahi. Secara keseluruhan, workflow yang dikembangkan diuji
pada enam set data yang merepresentasikan kawasan rural, transisi rural–urban, dan
urban, dengan variasi sumber data mulai dari ortofoto FUFK-WUNA hingga citra
satelit 50 cm.
Tahapan pascapemrosesan merupakan komponen penting dari workflow
otomatisasi ini. Proses mencakup pembersihan data untuk mengurangi noise hasil
segmentasi, region merging untuk menggabungkan poligon kecil ke dalam kelas yang sesuai, serta penyederhanaan bentuk geometri agar hasil vektor lebih efisien
secara topologi. Langkah-langkah ini terbukti meningkatkan keterbacaan hasil peta
sekaligus menjaga efisiensi komputasi pada tahap akhir produksi.
Evaluasi menyeluruh menunjukkan bahwa akurasi semantik rata-rata (F1)
mencapai 70%, sementara kesesuaian spasial vektor (IoU) berada pada 37%. Dari
sisi efisiensi, workflow ini mampu menghemat waktu hingga 85% dibandingkan
metode manual. Selain itu, Indeks Otomatisasi Pemetaan (IOP) yang dikembangkan
memberikan nilai rata-rata 0,61, dengan kinerja terbaik 0,65 pada data Cimahi
(ortofoto FUFK-WUNA nonmetrik dengan kombinasi kanal RGB dan nDSM) serta
nilai terendah 0,57 di Sumur Bandung berbasis citra satelit 50 cm.
Temuan ini memperlihatkan bahwa metode berbasis FUFK-WUNA tidak hanya
unggul untuk kawasan rural sebagaimana tujuan awal penelitian, tetapi juga efektif
di kawasan urban dengan kompleksitas lebih tinggi. Perbandingan tambahan
dengan citra satelit resolusi 50 cm menegaskan bahwa otomatisasi berbasis ortofoto
FUFK-WUNA resolusi 10 cm menghasilkan akurasi lebih tinggi, sekaligus lebih
fleksibel untuk diimplementasikan bertahap sesuai kebutuhan wilayah. Penelitian
juga menunjukkan bahwa penggunaan kamera metrik maupun nonmetrik
menghasilkan kualitas radiometrik yang sebanding, asalkan prosedur akuisisi
dilakukan dengan tepat, khususnya perencanaan waktu pemotretan untuk
meminimalkan bayangan.
Kontribusi utama penelitian ini adalah: (1) pengembangan workflow FUFKWUNA
untuk pemetaan tutupan lahan skala besar dan otomatisasi vektorisasi, (2)
evaluasi komparatif berbagai metode AI untuk segmentasi dan klasifikasi dengan
metrik F1, IoU, dan Dice, (3) pembuktian empiris bahwa FUFK-WUNA lebih
unggul dibanding citra satelit resolusi tinggi serta efektif di rural maupun urban, (4)
integrasi tahapan pascapemrosesan sebagai bagian esensial untuk menjamin
kualitas vektor, dan (5) penegasan bahwa prosedur akuisisi yang tepat lebih
menentukan kualitas hasil dibanding sekadar jenis kamera yang digunakan. Dengan
demikian, penelitian ini memberikan landasan kuat bagi pengembangan sistem
pemetaan desa berbasis kecerdasan buatan yang efisien, adaptif, dan berkelanjutan.
Perpustakaan Digital ITB