digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Ketersediaan peta rupa bumi skala besar yang detail dan mutakhir sangat penting untuk mendukung perencanaan pembangunan, pengelolaan lingkungan, dan mitigasi bencana. Metode survei konvensional maupun citra satelit resolusi tinggi memiliki keterbatasan dari sisi biaya, frekuensi akuisisi, dan tingkat detail spasial. Fotogrametri Foto Udara Format Kecil Wahana Udara Nir Awak (FUFK-WUNA) menawarkan alternatif yang lebih fleksibel, terutama untuk wilayah pedesaan (rural) yang luas di Indonesia, karena pemetaan dapat dilakukan secara bertahap sesuai prioritas kebutuhan daerah, berbeda dengan pendekatan satelit yang umumnya dilakukan sekaligus pada cakupan yang luas. Metodologi penelitian ini mencakup akuisisi data menggunakan FUFK-WUNA, pemrosesan fotogrametri untuk menghasilkan ortofoto resolusi tinggi (10 cm), serta penerapan berbagai metode kecerdasan buatan (AI) untuk segmentasi dan klasifikasi tutupan lahan. Model yang diuji meliputi U-Net, DeepLab, CNN-based classifier, SVM, dan Segment Anything Model (SAM) yang dikombinasikan dengan algoritma klasifikasi seperti Random Forest, SVM, LinkNet, dan U-Net. Evaluasi kinerja dilakukan dengan parameter matriks konfusi (akurasi, F1, Kappa), serta analisis kesesuaian bentuk menggunakan Intersection over Union (IoU), berdasarkan data referensi lapangan dan peta resmi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan berbasis SAM memberikan performa segmentasi terbaik. Model High Quality SAM (HQ-SAM) dengan pendekatan zero-shot mencapai IoU sebesar 0,68 dan Dice Coefficient sebesar 0,81, mengungguli metode segmentasi lainnya. Pada tahap klasifikasi, dua pendekatan terbukti paling efektif: kombinasi OBIA dengan Decision Tree menghasilkan F1- Score 0,772 di Sumedang Kota, sedangkan arsitektur LinkNet–ResNet34 mencapai F1-Score 0,966 di Cimahi. Secara keseluruhan, workflow yang dikembangkan diuji pada enam set data yang merepresentasikan kawasan rural, transisi rural–urban, dan urban, dengan variasi sumber data mulai dari ortofoto FUFK-WUNA hingga citra satelit 50 cm. Tahapan pascapemrosesan merupakan komponen penting dari workflow otomatisasi ini. Proses mencakup pembersihan data untuk mengurangi noise hasil segmentasi, region merging untuk menggabungkan poligon kecil ke dalam kelas yang sesuai, serta penyederhanaan bentuk geometri agar hasil vektor lebih efisien secara topologi. Langkah-langkah ini terbukti meningkatkan keterbacaan hasil peta sekaligus menjaga efisiensi komputasi pada tahap akhir produksi. Evaluasi menyeluruh menunjukkan bahwa akurasi semantik rata-rata (F1) mencapai 70%, sementara kesesuaian spasial vektor (IoU) berada pada 37%. Dari sisi efisiensi, workflow ini mampu menghemat waktu hingga 85% dibandingkan metode manual. Selain itu, Indeks Otomatisasi Pemetaan (IOP) yang dikembangkan memberikan nilai rata-rata 0,61, dengan kinerja terbaik 0,65 pada data Cimahi (ortofoto FUFK-WUNA nonmetrik dengan kombinasi kanal RGB dan nDSM) serta nilai terendah 0,57 di Sumur Bandung berbasis citra satelit 50 cm. Temuan ini memperlihatkan bahwa metode berbasis FUFK-WUNA tidak hanya unggul untuk kawasan rural sebagaimana tujuan awal penelitian, tetapi juga efektif di kawasan urban dengan kompleksitas lebih tinggi. Perbandingan tambahan dengan citra satelit resolusi 50 cm menegaskan bahwa otomatisasi berbasis ortofoto FUFK-WUNA resolusi 10 cm menghasilkan akurasi lebih tinggi, sekaligus lebih fleksibel untuk diimplementasikan bertahap sesuai kebutuhan wilayah. Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan kamera metrik maupun nonmetrik menghasilkan kualitas radiometrik yang sebanding, asalkan prosedur akuisisi dilakukan dengan tepat, khususnya perencanaan waktu pemotretan untuk meminimalkan bayangan. Kontribusi utama penelitian ini adalah: (1) pengembangan workflow FUFKWUNA untuk pemetaan tutupan lahan skala besar dan otomatisasi vektorisasi, (2) evaluasi komparatif berbagai metode AI untuk segmentasi dan klasifikasi dengan metrik F1, IoU, dan Dice, (3) pembuktian empiris bahwa FUFK-WUNA lebih unggul dibanding citra satelit resolusi tinggi serta efektif di rural maupun urban, (4) integrasi tahapan pascapemrosesan sebagai bagian esensial untuk menjamin kualitas vektor, dan (5) penegasan bahwa prosedur akuisisi yang tepat lebih menentukan kualitas hasil dibanding sekadar jenis kamera yang digunakan. Dengan demikian, penelitian ini memberikan landasan kuat bagi pengembangan sistem pemetaan desa berbasis kecerdasan buatan yang efisien, adaptif, dan berkelanjutan.