digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penelitian ini mengkaji kinerja keuangan dan valuasi saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR.JK) di tengah meningkatnya tantangan ekonomi dan persaingan di sektor fast-moving consumer goods (FMCG) Indonesia selama periode 2020 hingga 2024. Unilever Indonesia, sebagai pemimpin pasar dalam produk kebutuhan rumah tangga dan perawatan pribadi, mengalami penurunan kinerja keuangan yang signifikan selama periode ini, ditunjukkan oleh penurunan pendapatan, margin laba, dan valuasi pasar. Tekanan makroekonomi, termasuk inflasi, depresiasi nilai tukar rupiah, peningkatan biaya operasional, dan pergeseran preferensi konsumen, secara langsung mempengaruhi profitabilitas dan kepercayaan investor. Laba bersih perusahaan menurun dari Rp5,8 triliun pada tahun 2021 menjadi Rp3,4 triliun pada tahun 2024, sementara pendapatan menurun dari Rp38,6 triliun menjadi Rp35,1 triliun. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun Unilever Indonesia memiliki ekuitas merek yang kuat dan jaringan distribusi nasional yang luas, perusahaan menghadapi berbagai tantangan struktural seperti inefisiensi rantai pasok, ketergantungan tinggi pada bahan baku impor, serta keterbatasan dalam merespons perubahan perilaku konsumen yang cepat. Pangsa pasar perusahaan juga mengalami penurunan signifikan, yang diperparah oleh boikot geopolitik dan meningkatnya persaingan dari perusahaan lokal yang lebih gesit seperti Indofood CBP, Kino, dan Mayora Indah. Variabel makroekonomi, khususnya inflasi dan volatilitas nilai tukar, terbukti memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap kinerja keuangan dan volatilitas harga saham. Analisis valuasi menunjukkan bahwa nilai intrinsik saham Unilever, yang dihitung menggunakan metode Discounted Cash Flow dan Dividend Discount Model, lebih tinggi daripada harga pasar saat ini. Hal ini mengindikasikan potensi undervaluasi apabila perusahaan berhasil melakukan perbaikan operasional dan penyesuaian strategi. Berdasarkan temuan ini, lima rekomendasi strategis yang diusulkan adalah: mendiversifikasi rantai pasok untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan impor, mempercepat transformasi digital di bidang pemasaran dan distribusi, melakukan ekspansi ke kategori produk yang sedang tumbuh seperti kesehatan dan kebugaran, memperkuat kerangka manajemen risiko untuk mengantisipasi guncangan makroekonomi, serta merestrukturisasi basis biaya untuk meningkatkan profitabilitas jangka panjang.