digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penelitian ini mengkaji isu kualitas layanan dan strategi inovasi dalam industri perawatan estetika, dengan fokus pada Klinik X, sebuah klinik dermatologi dan estetika yang berlokasi di Bandung. Latar belakang penelitian ini didorong oleh persaingan ketat dalam pasar layanan estetika di wilayah urban Indonesia, di mana berbagai klinik menawarkan layanan serupa dan memanfaatkan platform digital untuk menarik konsumen, khususnya dari generasi muda. Dalam kondisi pasar yang jenuh seperti ini, kualitas layanan menjadi pembeda yang paling krusial. Meskipun Klinik X memiliki reputasi baik dan ulasan daring yang tinggi, klinik ini belum memiliki data internal terstruktur yang dapat menangkap secara menyeluruh ekspektasi dan pengalaman pasien, sehingga penelitian ini menjadi relevan dan penting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kesenjangan kualitas layanan yang dirasakan oleh pasien di Klinik X serta merumuskan strategi inovasi layanan berdasarkan temuan tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran (mixed methods) yang menggabungkan data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui kuesioner SERVQUAL yang telah dimodifikasi dan disebarkan kepada 85 responden. Model SERVQUAL mengukur lima dimensi kualitas layanan, yaitu Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Empathy. Fokus utama dari analisis gap ini adalah pada Gap 5, yaitu selisih antara harapan dan persepsi pasien. Sementara itu, data kualitatif dikumpulkan melalui empat pertanyaan terbuka dan dianalisis secara tematik untuk memperkaya hasil kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi Empathy memiliki nilai gap positif tertinggi (+0.244), yang mencerminkan kekuatan klinik dalam pelayanan personal dan perhatian terhadap pasien. Sebaliknya, dimensi Reliability mencatat gap negatif terbesar (-0.938), terutama terkait dengan ketepatan waktu dan efisiensi apotek. Item dengan gap negatif individu tertinggi adalah Q20 dalam dimensi Responsiveness (- 0.824), yang menunjukkan adanya ketidakpuasan pasien terhadap komunikasi pascaperawatan. Temuan ini menegaskan bahwa meskipun interaksi emosional dan keramahan staf diapresiasi, pasien tetap mengharapkan konsistensi operasional yang lebih baik serta komunikasi yang jelas dan proaktif. Berdasarkan kesenjangan yang teridentifikasi, penelitian ini merumuskan strategi inovasi layanan yang komprehensif untuk meningkatkan aspek reliability, responsiveness, dan kepuasan pasien jangka panjang. Prioritas strategis yang diusulkan meliputi: (1) peningkatan sistem antrean dan penjadwalan melalui digitalisasi; (2) integrasi komunikasi berbasis WhatsApp dan aplikasi mobile untuk pengingat dan informasi lanjutan; (3) penerapan sistem QR code untuk transaksi di apotek guna meningkatkan keandalan dan mengurangi waktu tunggu; serta (4) pelatihan staf mengenai komunikasi empatik dan penanganan pelanggan. Untuk mendukung roadmap inovasi ini, disusun pula service blueprint yang menggambarkan seluruh perjalanan pasien dan menyelaraskan proses internal dengan harapan pasien. Rencana implementasi inovasi ini disusun dalam tiga tahap: jangka pendek (0–6 bulan), jangka menengah (6–12 bulan), dan jangka panjang (12–18 bulan), dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang relevan, termasuk manajemen, staf operasional, dan tim teknologi informasi. Penelitian ini memberikan kontribusi akademik dengan menggabungkan analisis SERVQUAL dan umpan balik kualitatif yang berpusat pada pasien untuk membangun kerangka inovasi yang kontekstual. Penelitian ini juga menyoroti bahwa layanan dermatologis yang sebelumnya bersifat teknis dan transaksional kini semakin diharapkan mampu memberikan pengalaman yang holistik dan personal. Secara ilmiah, studi ini menekankan pentingnya kecerdasan emosional dan keandalan sistem dalam mempertahankan kepercayaan serta loyalitas pasien. Secara praktis, penelitian ini menawarkan model yang aplikatif dan dapat direplikasi bagi klinik-klinik serupa di pasar berkembang yang ingin mempertahankan pertumbuhan melalui diferensiasi berbasis kualitas.