Industri seluler tengah mengalami perubahan baru dengan jaringan seluler generasi keenam (6G) yang akan segera hadir. Jaringan ini akan memberikan lebih dari sekadar peningkatan; 6G akan menawarkan latensi yang tak tertandingi, otomatisasi melalui AI, dan interkoneksi pada tingkat yang akan mengubah seluruh sektor seperti perawatan kesehatan, logistik, kota pintar, dan keuangan. Pada saat yang sama, kemajuan ini menimbulkan masalah strategis baru, khususnya bagi Telkomsel, operator telekomunikasi di Indonesia. Beralih dari konektivitas tradisional ke layanan perusahaan digital, Telkomsel menghadapi kelayakan bisnis, kesiapan bakat, dan penyelarasan peraturan terkait implementasi 6G untuk pertumbuhan B2B (bisnis-ke-bisnis).
Tesis ini bertujuan untuk mengembangkan skenario masa depan yang masuk akal terkait integrasi 6G ke dalam unit B2B Telkomsel. Metodologi perencanaan skenario Garvin dilengkapi dengan wawancara ahli, sumber daya sekunder, dan analisis pandangan ke depan untuk studi ini, yang mengadopsi strategi eksploratif kualitatif. Dua wawancara semi-terstruktur dengan para eksekutif pemangku kepentingan dari Telkomsel, mitra teknologi, dan pengamat badan regulasi membantu mengidentifikasi dua ketidakpastian paling kritis yang mendorong keberhasilan atau kegagalan adopsi 6G: (1) tidak ada model monetisasi dan kematangan yang jelas, (2) ketersediaan dan kesiapan tenaga kerja terampil digital.
Penelitian ini mengembangkan empat skenario strategis alternatif menggunakan kedua sumbu ini, yaitu: 1. Network Pioneer: Pandangan ke Depan Positif di mana Telkomsel dapat memimpin inovasi B2B yang mendukung 6G dipelopori, karena model monetisasi dan pembinaan bakat sudah matang, 2. Bandwidth Without Business: Kemampuan inovasi internal yang tinggi tidak memiliki model bisnis yang mendasarinya yang mengakibatkan komersialisasi yang gagal, 3. Demand Overload: Kekurangan bakat memperlambat eksekusi, meskipun ada permintaan pasar yang kuat, potensi pendapatan, dan permintaan, 4. Stalled Vision: Monetisasi, kesiapan bakat, dan port hasil secara strategis stagnan yang mengarah pada inersia strategis.
Narasi adalah cara setiap skenario dibuat dan semuanya didukung oleh Kanvas Proposisi Nilai yang menunjukkan posisi, risiko, dan peluang Telkomsel di berbagai masa depan. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun 6G menawarkan kemungkinan teknis yang luar biasa, keberhasilannya tidak hanya bergantung pada kesiapan infrastruktur tetapi juga pada inovasi bisnis, strategi bakat, dan alat pandangan ke depan seperti perencanaan skenario, dan sinyal peringatan dini yang membantu mengelola kompleksitas dan menyederhanakan keputusan. Untuk memanfaatkan kemampuan teknologi 6G layanan B2B Telkomsel, tesis ini menyarankan tiga keharusan strategis: 1.) Gugus tugas 6G lintas fungsi untuk melacak mekanisme internal terhadap tren perencanaan eksternal, 2.) berinovasi dalam strategi monetisasi adaptif seperti NaaS dan penetapan harga berbasis nilai, dan 3.) Membina kolaborasi integrasi sistem dan kemitraan interdisipliner dengan regulator dan pendidik untuk mengurangi kekurangan bakat. Pendekatan berbasis skenario terhadap kerangka kerja perencanaan yang diusulkan dalam penelitian ini akan membantu sektor telekomunikasi dalam memajukan wawasan ilmiah dan strategis. Integrasi wawasan teknologi, infrastruktur sumber daya manusia, dan kesiapan peluang pasar memerlukan perhatian, sementara domain adaptasi strategi mempertajam ketergantungan pada simulasi skenario. Mitigasi risiko dan ketidakpastian dimungkinkan melalui antisipasi beberapa peristiwa yang mungkin tidak masuk akal, yang memungkinkan Telkomsel mengklaim posisi pasar sebagai influencer transformasi digital dari kemajuan 6G di Indonesia.
Perpustakaan Digital ITB