digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penelitian ini mengkaji peran mediasi kebahagiaan karyawan dalam hubungan antara adopsi teknologi digital dan hasil organisasi, khususnya terhadap kinerja pegawai dan budaya kerja di PT XYZ, sebuah perusahaan pertambangan batubara terkemuka di Indonesia. Berlandaskan pada empat konstruk yang saling terkait yaitu kebahagiaan karyawan, adopsi teknologi digital, kinerja karyawan dan budaya kerja, penelitian ini menawarkan wawasan baru mengenai bagaimana faktor psikologis memengaruhi adopsi teknologi di industri berisiko tinggi dan padat karya. Dengan menjawab kesenjangan signifikan dalam literatur, studi ini mengeksplorasi mekanisme bagaimana alat digital memengaruhi kinerja pegawai, terutama di sektor-sektor dengan tuntutan fisik tinggi dan tingkat stres kerja yang signifikan. Dengan menggunakan metodologi kuantitatif yang kuat, analisis dilakukan melalui pendekatan Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) menggunakan perangkat lunak SmartPLS terhadap data survei yang diperoleh dari 124 karyawan operasional lini depan di PT XYZ. Penelitian ini menguji empat hipotesis utama: (1) adopsi teknologi digital berpengaruh positif terhadap kebahagiaan karyawan, (2) kebahagiaan memediasi hubungan antara adopsi teknologi digital dan kinerja, (3) kebahagiaan memediasi hubungan antara adopsi teknologi digital dan budaya kerja, serta (4) budaya kerja memoderasi hubungan antara kebahagiaan dan kinerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alat digital secara signifikan meningkatkan kebahagiaan karyawan (? = 0,612, p < 0,001), yang pada gilirannya mendorong peningkatan kinerja (? = 0,317, p = 0,001) dan membentuk budaya kerja yang positif (? = 0,491, p < 0,001). Namun, efek moderasi budaya kerja tidak didukung secara statistik (? = 0,102, p = 0,212), yang mengindikasikan adanya kekakuan budaya dalam lingkungan industri tradisional. Penelitian ini memberikan kontribusi terhadap wacana transformasi digital dengan memfokuskan kajian pada industri pertambangan batubara, sebuah sektor yang selama ini kurang terwakili dalam berbagai studi sebelumnya. Studi ini memperluas model tradisional seperti Technology Acceptance Model (TAM) dengan memasukkan dimensi emosional, serta menunjukkan bahwa alat digital tidak hanya meningkatkan efisiensi tetapi juga dapat mengurangi stres dan meningkatkan motivasi. Secara teoritis, penelitian ini memvalidasi model struktural yang menempatkan kebahagiaan sebagai mediator dalam pengaruh teknologi terhadap kinerja dan budaya organisasi. Sementara itu, tidak signifikannya peran moderasi budaya kerja memberikan pemahaman baru mengenai keterbatasan lingkungan kerja yang hierarkis dan sangat berfokus pada keselamatan. Secara metodologis, pengembangan kuesioner dengan 30 butir pernyataan menghasilkan alat ukur yang andal untuk menilai dimensi emosional dan budaya dalam lingkungan kerja digital. Dari perspektif praktis, temuan penelitian ini menekankan pentingnya strategi transformasi digital yang berpusat pada manusia. Tiga intervensi berbasis bukti direkomendasikan: (1) penerapan Digital-Engagement Dashboard untuk memantau penggunaan teknologi dan keterlibatan karyawan, (2) pembentukan Innovation Labs lintas fungsi guna mendorong perubahan budaya secara kolaboratif, dan (3) program pelatihan kepemimpinan untuk membangun empati digital dan kecerdasan emosional. Solusi-solusi ini bertujuan menyelaraskan sistem teknologi dengan kesejahteraan psikologis dalam konteks industri. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan pendekatan longitudinal serta perbandingan lintas industri guna memperdalam validasi kerangka kerja dan memahami lebih jauh dinamika budaya. Dengan menempatkan kebahagiaan sebagai mediator yang kritikal, studi ini menjembatani bidang psikologi organisasi dan sistem informasi, serta menawarkan wawasan aplikatif bagi industri yang tengah menavigasi transformasi digital di lingkungan kerja berisiko tinggi.