digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak
PUBLIC Open In Flipbook Nugi Nugraha

Pertumbuhan penduduk di perkotaan, dapat menimbulkan pertumbuhan pemukiman kumuh. Salah satu penyebab dari kondisi ini adalah infrastruktur sanitasi yang tidak memadai. Pemenuhan sanitasi yang memadai dan berkelanjutan dilakukan salah satunya dengan penyediaan teknologi. Pendekatan Water-Sensitive Design (WSD) menawarkan kerangka kerja yang menjanjikan untuk memenuhi tantangan ini. Menekankan keberlanjutan, integrasi siklus air alami, dan meminimalkan dampak lingkungan. Pendekatan ini melibatkan evaluasi menyeluruh terhadap tantangan pengelolaan air yang ada dan kelangsungan jangka panjang sistem air dan sanitasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengembangan teknologi sanitasi yang berkelanjutan pada suatu pemukiman kumuh dengan memperhatikan aspek WSD, karakteristik kawasan dan dukungan pemangku kepentingan. Melalui penelitian ini diharapkan teknologi sanitasi yang dikembangkan dengan pendekatan WSD dapat diaplikasikan oleh pengguna secara berkelanjutan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan sarana sanitasi dan mengurangi pencemaran pada lingkungan. Tiga lokasi kota studi dipilih sebagai studi kasus, berdasarkan kajian Bank Dunia tahun 2018 mengenai lokasi-lokasi kota yang memiliki pemukiman kumuh dan memiliki masalah sensitivitas air. Kota studi tersebut adalah Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat; Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara, dan Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian pengembangan teknologi dilakukan dalam tiga tahapan utama. Tahapan pertama melalui identifikasi dan observasi terhadap karakteristik kawasan dan masalah sanitasi dari setiap lokasi studi pemukiman kumuh. Identifikasi menggunakan kuesioner tertutup berbasis Environmental Health and Risk Asessment (EHRA). Identifikasi juga dilakukan terhadap peran serta pemangku kepentingan dalam mendukung pengelolaan sanitasi di pemukiman kumuh dengan menggunakan metode analisis pemangku kepentingan, power interest matrix dan social network analysis (SNA). Hasil identifikasi mendapatkan semua pemukiman kumuh berada pada lokasi yang spesifik dan memiliki masalah sensitivitas air. Lokasi pemukiman kumuh kerap terjadi banjir, dengan keterbatasan pengolahan air limbah domestik dapat menyebabkan masalah pencemaran pada sumber air dan lingkungan. Sementara itu, identifikasi pemangku kepentingan mendapatkan instansi pemerintah menjadi aktor kunci kelompok pemangku kepentingan dalam menangani permasalahan sanitasi di pemukiman kumuh. Tahapan kedua adalah pengujian yang diawali dengan pemilihan lokasi fokus dan teknologi sanitasi yang sesuai kondisi lokasi. Tambelan Sampit, Kota Pontianak terpilih sebagai lokasi fokus uji coba pengembangan teknologi, dengan memperhatikan risiko sanitasi dan dukungan pemangku kepentingan. Teknologi sanitasi terpilih yakni Tripikon-S, dipilih sebagai solusi yang sesuai untuk kondisi sanitasi di Tambelan Sampit, Pontianak, sebuah wilayah dengan tipologi pemukiman di tepi sungai. Tripikon-S memiliki kemampuan untuk mengurangi pencemaran dengan pembangunan yang mudah, sesuai kondisi lokasi, biaya yang lebih murah, dan pemeliharaan yang memadai. Modifikasi Tripikon-S dengan pendekatan WSD melalui penambahan filter ijuk dan media terlekat, menggunakan media alami seperti batu apung dan media buatan bioball. Pada pengujian batch anaerob untuk sampel blackwater artifisial, penyisihan organik COD rata-rata 84%-98%. Pada pengujian dengan aliran kontinu, dengan sampel limbah blackwater dan mixed wastewater artifisial penyisihan organik COD berkisar antara 30%-60%. Tripikon-S diuji coba di pemukiman kumuh Tambelan Sampit, Pontianak, pada skala lapangan dengan penambahan bioball dan ijuk pada sistem Tripikon-S. Hasil pengujian lapangan menunjukkan penyisihan COD mencapai 80% dan total coli mencapai 100%, menunjukkan potensi Tripikon-S untuk daur ulang air dan peningkatan kualitas air buangan dibandingkan praktik yang umum dilakukan warga di lokasi studi. Tahap terakhir adalah evaluasi potensi keberlanjutan, mencakup evaluasi penerimaan dan optimalisasi pemberdayaan masyarakat untuk memastikan keberlanjutan pengelolaan sanitasi dalam jangka panjang. Penggunaan model UTAUT dengan pendekatan SEM-PLS mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang memengaruhi penerimaan masyarakat terhadap teknologi ini. Hasil penelitian, faktor social influence dan facilitating condition menjadi faktor kunci dalam mendorong perubahan perilaku dan adopsi teknologi sanitasi. Sementara, faktor pendukung partisipasi pemberdayaan masyarakat untuk keberlanjutan pengelolaan air limbah domestik menggunakan teknologi sanitasi adalah opportunity structure atau keberadaan kesempatan oleh pemangku kepentingan, dengan demikian dukungan dari pihak lain selain rumah tangga pemilik rumah akan mendukung pengembangan teknologi sanitasi di pemukiman kumuh, terutama di lokasi studi di Kota Pontianak. Pengembangan teknologi sanitasi dengan pendekatan WSD di pemukiman kumuh telah dibuktikan di lokasi studi terpilih dapat digunakan dan diterima masyakat ketika teknologi dipilih berdasarkan hasil identifikasi lokasi, melalui tahapan ujicoba dan pembangunan telah dikomunikasikan dengan pemangku kepentingan serta masyarakat.