digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Antibiotic-Resistant Escherichia coli (AREc) dari ternak menimbulkan risiko yang semakin meningkat terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat, khususnya di daerah pertanian yang terhubung dengan sistem sungai. Penelitian ini mengkarakterisasi AREc dari peternakan sapi, domba, ayam, dan itik di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu, dengan tujuan untuk menghitung colonyforming units (CFU), membandingkan resistensi antar jenis ternak, menilai kerentanan terhadap sembilan jenis antibiotik, serta mengevaluasi indeks Multiple Antibiotic Resistance (MAR). Sampel dari beberapa lokasi dianalisis untuk CFU dan resistensi antibiotik. Unggas (ayam dan itik) menunjukkan tingkat resistensi tertinggi, diikuti oleh domba, sedangkan sapi memiliki tingkat terendah. Resistensi paling tinggi ditemukan terhadap thiamfenikol, dengan tingkat yang cukup signifikan pada eritromisin, klindamisin, siprofloksasin, dan tetrasiklin. Sebaliknya, ceftazidime dan oksitetrasiklin menunjukkan tingkat resistensi yang lebih rendah, sementara meropenem, meskipun paling rendah (~11%), tetap menjadi perhatian karena penting secara klinis. Nilai Indeks MAR yang tinggi (0,6–0,9) di DAS Citarum menunjukkan tekanan antibiotik yang parah dalam limbah ternak, setara dengan limbah rumah sakit. Hal ini menyoroti kebutuhan mendesak akan pengendalian antibiotik yang lebih ketat dan pengelolaan limbah yang lebih baik untuk mencegah penyebaran resistensi lebih lanjut. Kesimpulannya, ternak di Citarum Hulu, terutama unggas, merupakan reservoir penting AREc. Kehadiran resistensi multiobat, termasuk resistensi terhadap antibiotik kritis, menegaskan perlunya peningkatan pengelolaan penggunaan antimikroba (antimicrobial stewardship) dan praktik peternakan berkelanjutan.