Sistemik lupus eritematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun multisistem
kronis yang lebih dominan pada wanita usia produktif dan mayoritas melibatkan
organ ginjal. Sekitar 95% pasien SLE mengalami komplikasi lupus nefritis (LN)
dengan risiko gagal ginjal dan menjadi faktor risiko utama untuk morbiditas dan
mortalitas. Terapi siklofosfamid (CYC) merupakan pilihan utama untuk LN parah,
namun respons terhadap CYC bervariasi dan bergantung antara lain pada faktor
genetik dan ras pasien. Dengan demikian, dibutuhkan strategi untuk meningkatkan
manajemen terapi penyakit LN melalui implementasi farmakogenetik untuk
pengobatan yang lebih presisi. Siklofosfamid merupakan prodrug yang
membutuhkan sitokrom P450 (CYP450) untuk aktivasi dan glutathione Stransferase (GST) untuk deaktivasi. Studi farmakogenetik CYC mengungkapkan
peran polimorfisme CYP2B6 dan CYP2C19 dengan hasil yang berbeda di Jepang
dan Amerika sedangkan polimorfisme GSTA1 memberikan pengaruh yang berbeda
berdasarkan posisi varian promotor di Mesir dan China, akan tetapi pengaruh
diplotip GSTA1, CYP2C19, dan CYP2B6 belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh polimorfisme GSTA1, CYP2C19,
dan CYP2B6 secara tunggal dan kombinasi terhadap efektivitas dan efek samping
CYC pada pasien LN di Jawa Barat untuk memberikan rekomendasi pengobatan
yang lebih presisi dari hasil analisis tersebut.
Penelitian ini diawali dengan penelusuran varian genetik yang berpengaruh
terhadap metabolisme CYC, yang kemudian digunakan untuk biomarker
polimorfisme. Analisis pengaruh polimorfisme dilakukan setelah metode
penentuan genotip yang optimal dengan menggunakan PCR-Sanger sekuensing
diperoleh. Seratus pasien LN dewasa yang telah mendapatkan enam dosis intravena
CYC dengan protokol National Institute of Health (NIH) atau European Alliance
of Associations for Rheumatology (EULAR) memenuhi kriteria inklusi penelitian.
Efektivitas dan efek samping CYC dievaluasi berdasarkan data hasil laboratorium
dan data rekam medis pasien tahun 2012-2023 sesuai desain studi kasus-kontrol
retrospektif. Untuk analisis pengaruh polimorfisme gen, 10 single nucleotide
polymorphism (SNP) dari GSTA1, CYP2C19 dan CYP2B6 berhasil dideteksi. Lima
kombinasi SNP dari masing-masing gen meliputi GSTA1 (-52, -69), GSTA1 (-52, -
69, -513), GSTA1 (-52, -69, -567), CYP2C19 (c.681 dan c.819+228), dan CYP2B6
(-2320, -1778, -750).
Pengaruh polimorfisme gen terhadap efektivitas dan efek samping CYC dianalisis
secara statistik menggunakan multiple binary logistic regression berdasarkan nilai
odd ratio (OR) dengan akurasi berdasarkan persentase sensitivitas dan spesifisitas
dari receiver operating characteristic (ROC). Efektivitas CYC ditentukan
berdasarkan fungsi ginjal dan perbaikan aktivitas penyakit yang dinilai berdasarkan
Modified-Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index 2000 (M-SLEDAI2K). Perbaikan penyakit dan fungsi ginjal ditunjukkan setelah terapi CYC. Terjadi
peningkatan klirens kreatinin (98,50 vs. 109,50 mL/menit), penurunan proteinuria
(3,00 vs. 1,50), kreatinin serum (0,79 vs. 0,69 mg/dL), dan skor M-SLEDAI-2K
(8,61 vs. 6,95) secara signifikan (p<0,05). Berdasarkan pengkategorian remisi
ditemukan 30% remisi sempurna (CR), 49% remisi sebagian (PR) dan 21% nonremisi (NR) sedangkan berdasarkan aktivitas penyakit, 40% tergolong aktivitas
penyakit rendah dan 60% aktivitas penyakit tinggi. Pasien LN tanpa hipertensi, usia
18-20 tahun yang menggunakan protokol NIH mengalami remisi dan perbaikan
aktivitas penyakit. Kovariat hipertensi, jenis protokol, dan usia mempengaruhi
efektivitas CYC secara signifikan (p<0,05). Efek samping CYC dianalisis
berdasarkan hasil laboratorium setelah terapi CYC dan data rekam medis pasien.
Efek samping CYC yang terjadi meliputi alopesia (64%), amenorea (53,84%),
gangguan pencernaan (18%) dan leukopenia (13%).
Hasil analisis polimorfisme masing-masing gen menunjukkan adanya polimorfisme
GSTA1 (-52 AG), (-513 AG), dan (-567 GT+GG), serta CYP2B6 (-750 TC+CC)
dan (-1778 AA+AG), yang berdampak secara signifikan pada perburukan penyakit
(OR<1). Polimorfisme CYP2C19 (c.681 GA+AA), (c.819+228 AG+AA), dan
CYP2B6 (-750 TC+CC) secara signifikan menurunkan tercapainya remisi (PR+CR)
(OR<1). Polimorfisme GSTA1 (-567 GT+GG) dan CYP2B6 (-750 TC+CC) secara
signifikan menghambat tercapainya remisi sempurna (CR) (OR<1). Berdasarkan
pengaruh polimorfisme tersebut, apabila pasien memiliki genotip polimorfisme
GSTA1, CYP2C19, dan CYP2B6, yang menurunkan efektivitas CYC, maka
disarankan penggunaan imunosupresan lain yaitu mikofenolat mofetil (MMF)/
siklosporin/ takrolimus (CNI). Apabila pasien LN memiliki genotip GSTA1 (-52
AA), (-513 AA), (-567 TT), CYP2C19 (c.681 GG), (c.819+228 AA), CYP2B6 (-
1778 GG), dan (-750 TT), disarankan menggunakan CYC sesuai lini pertama terapi.
Polimorfisme CYP2C19 (c.681 GA+AA) dan (c.819+228 AG+AA) secara
signifikan menurunkan risiko alopesia (OR<1). Polimorfisme CYP2B6 (-2320
TC+CC) secara signifikan meningkatkan risiko gangguan saluran cerna (OR>1),
sedangkan polimorfisme CYP2C19 (c.681 GA+AA) dan (c.819+228 AG+AA)
secara signifikan menurunkan risiko tersebut (OR<1). Kombinasi SNP masingmasing gen tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas dan
efek samping CYC. Kombinasi SNP memberikan efek bervariasi dibanding SNP
tunggal karena jumlah varian yang lebih banyak. Polimorfisme GSTA1, CYP2C19
dan CYP2B6 secara signifikan mempengaruhi efektivitas dan efek samping CYC
pada pasien LN. Efektivitas dan efek samping CYC dapat diprediksi sesuai
implementasi pengobatan presisi. Pemeriksaan polimorfisme GSTA1, CYP2C19,
dan CYP2B6 direkomendasikan sebelum terapi CYC diberikan kepada pasien LN.
Perpustakaan Digital ITB