Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024
disebutkan bahwa kebutuhan belanja infrastruktur diperkirakan mencapai Rp6.421
triliun atau rata-rata 6.08% dari Produk Domestik Bruto (PDB) (Perhitungan
Sementara), sehingga Stock Capital Infrastructure akan mencapai 50 persen dari
PDB di tahun 2014. Adapun dalam memenuhi hal tersebut terdapat masih terdapat
financing gap yang cukup signifikan dalam hal kebutuhan pendanaan infrastruktur
atau dengan kata lain ketersediaan anggaran yang dimiliki pemerintah saat ini
sangat terbatas dalam membiayai pembangunan infrastruktur. Tren saat ini dalam
hal pembangunan infrastruktur tentunya dalam hal pendanaan sudah banyak inovasi
skema-skema pendanaan. Dalam hal menarik investor untuk dapat berinvestasi di
sektor infrastruktur tentunya banyak indikator yang dapat ditinjau salah satunya
untuk mengecek kesehatan Perusahaan adalah dengan financial distress.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rasio likuiditas, leverage, dan profitabilitas terhadap kondisi financial
distress. Sampel yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan sektor
infrastruktur transportasi di Indonesia tahun periode 2016–2020. Variabel
dependent yang digunakan yaitu financial distress menggunakan model Grover,
sedangkan variabel independent yang digunakan yaitu, rasio likuiditas yang diukur
dengan rasio lancar atau current ratio (CR), rasio leverage yang diukur dengan debt
to total asset ratio (DAR) dan rasio profitabilitas yang diukur dengan return on
asset ratio (ROA). Metode penentuan sampel yang digunakan dalam adalah metode
purposive sampling, dengan jumlah sampel akhir sebanyak 8 badan usaha
penyelenggara jasa infrastruktur transportasi di Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa CR dan DAR berpengaruh positif
tidak signifikan terhadap kondisi financial distress, sedangkan ROA berpengaruh
negatif signifikan terhadap financial distress.
Perpustakaan Digital ITB