Ketidakamanan air tetap menjadi isu krusial, khususnya di wilayah semi-kering di mana
masyarakat menghadapi tantangan dalam mengakses air bersih dan dampak perubahan iklim.
Masalah ini memengaruhi kesehatan fisik maupun mental, dengan perempuan di daerah pedesaan
berpendapatan rendah terdampak secara tidak proporsional karena peran mereka dalam
pengambilan dan pengelolaan air. Di wilayah seperti Nusa Tenggara Timur, Indonesia, perempuan
mengalami beban fisik, tekanan psikologis, dan tantangan relasional akibat tugas pengambilan air
yang memakan waktu, diperburuk oleh faktor lingkungan seperti medan yang terjal dan iklim yang
kering. Beban ini menghambat kesejahteraan perempuan, kesetaraan gender, dan ketahanan
masyarakat. Penelitian menunjukkan dampak negatif kelangkaan air terhadap kesehatan fisik dan
mental perempuan, serta ketimpangan gender yang diperkuat oleh kondisi ini. Meskipun telah ada
berbagai temuan berharga, masih terdapat kesenjangan dalam pemahaman mengenai faktor-faktor
spesifik wilayah yang memengaruhi perempuan di daerah semi-kering. Studi ini bertujuan untuk
mengeksplorasi dampak psikologis, fisik, dan aspek keamanan dari ketidakamanan air terhadap
perempuan di Nusa Tenggara Timur, sekaligus menganalisis bagaimana aktivitas pengambilan air
memengaruhi kesejahteraan relasional dalam keluarga dan masyarakat. Penelitian ini
menggunakan kerangka Relational Well-being (RWB) untuk memahami keterhubungan antaradimensi individu, relasional, dan sosial, serta menggunakan kerangka Feminist Political Ecology
(FPE) untuk menelaah aspek gender dalam akses air. Studi ini memberikan kontribusi pada
pemahaman mengenai ketidakamanan air yang berperspektif gender dan menawarkan wawasan
untuk pengelolaan air yang berkelanjutan di Indonesia.
Perpustakaan Digital ITB