digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pemantauan lingkungan viabel dan non-viabel merupakan aspek penting dalam menjamin mutu dan sterilitas produk, khususnya untuk produk-produk injeksi yang diproses secara aseptis. Dalam proses aseptis, tidak terdapat tahapan sterilisasi akhir sehingga jaminan mutu produk sangat bergantung pada kendali ketat terhadap lingkungan produksi, personil, serta metode kerja yang diterapkan. Oleh karena itu, diperlukan sistem pemantauan lingkungan yang tidak hanya efektif, namun juga mampu menggambarkan kondisi aktual proses aseptis secara menyeluruh. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko kontaminasi, mengevaluasi skala risikonya, serta merancang strategi pemantauan lingkungan berbasis risiko di Fasilitas Produksi Injeksi Betalaktam Ready to fill milik PT. XYZ Farma. Kajian dilakukan dengan pendekatan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) yang dikombinasikan dengan metode penilaian risiko berbasis grid mengacu pada panduan BioPhorum (2019). Faktor-faktor risiko yang dikaji meliputi kemampuan permukaan untuk dibersihkan/disanitasi, pergerakan personil, alur material, kedekatan dengan produk terbuka, kompleksitas, serta frekuensi intervensi manual. Penilaian dilakukan dalam dua tahap, yaitu Initial Risk Scoring untuk pemetaan awal berdasarkan zona/grid di ruang produksi, dilanjutkan dengan Advanced Risk Scoring untuk menentukan titik sampling spesifik dan metode pemantauan yang sesuai. Hasil penilaian menunjukkan bahwa area mesin filling, mesin Capping, dan LAF E merupakan area dengan risiko kontaminasi tertinggi. Hal ini disebabkan oleh intensitas aktivitas manual yang tinggi, kedekatan langsung dengan produk terbuka, serta frekuensi intervensi personil yang tidak dapat dihindari selama proses pengisian aseptis berlangsung. Oleh karena itu, area ini membutuhkan pemantauan lingkungan yang lebih intensif, baik untuk aspek viable maupun non-viable. Pemantauan viable dilakukan melalui metode aktif (air sampler), pasif (settle plate), contact plate pada permukaan, serta pemantauan personil melalui finger test dan sampling gowning berdasarkan titik risiko. Sementara itu, pemantauan nonviable dilakukan secara kontinu menggunakan particle counter, terutama pada area kelas A dan B, untuk mendeteksi partikel yang dapat membawa mikroorganisme kontaminan. ii Penelitian ini juga menegaskan pentingnya integrasi prinsip Quality risk management (QRM) sebagaimana diatur dalam ICH Q9 (R1) tahun 2023 dan EU GMP Annex 1 tahun 2022 dalam penyusunan program pemantauan lingkungan yang adaptif, ilmiah, dan berbasis data. Pemilihan titik sampling tidak lagi hanya didasarkan pada kebiasaan historis, melainkan pada analisis risiko aktual di lapangan. Dengan pendekatan ini, program pemantauan tidak hanya dapat meningkatkan sensitivitas deteksi kontaminasi, tetapi juga meningkatkan efisiensi proses dengan mengarahkan sumber daya pada titik-titik paling kritis. Meskipun selama ini tidak ditemukan isu signifikan terkait hasil pemantauan lingkungan di fasilitas yang dikaji, pendekatan historis yang digunakan diketahui belum sepenuhnya mengadopsi standar terbaru dan kurang memiliki justifikasi ilmiah yang kuat. Hal ini menimbulkan keraguan terhadap validitas hasil pemantauan yang ada, serta meningkatkan risiko terjadinya hasil negatif palsu (false negative). Dengan demikian, kajian ulang dengan pendekatan berbasis risiko menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap titik sampling, metode, dan frekuensi pemantauan telah sesuai dengan risiko aktual yang ada. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi pengembangan program pemantauan lingkungan yang lebih komprehensif dan akurat, serta mendukung keberhasilan strategi pengendalian kontaminasi (Contamination Control Strategy/CCS) di fasilitas aseptis. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi praktis dalam meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem jaminan mutu di fasilitas produksi injeksi aseptis, serta menjadi referensi penerapan QRM dalam konteks pemantauan lingkungan di industri farmasi Indonesia.