Pemantauan lingkungan viabel dan non-viabel merupakan aspek penting dalam
menjamin mutu dan sterilitas produk, khususnya untuk produk-produk injeksi yang
diproses secara aseptis. Dalam proses aseptis, tidak terdapat tahapan sterilisasi akhir
sehingga jaminan mutu produk sangat bergantung pada kendali ketat terhadap
lingkungan produksi, personil, serta metode kerja yang diterapkan. Oleh karena itu,
diperlukan sistem pemantauan lingkungan yang tidak hanya efektif, namun juga
mampu menggambarkan kondisi aktual proses aseptis secara menyeluruh. Kajian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko kontaminasi, mengevaluasi skala
risikonya, serta merancang strategi pemantauan lingkungan berbasis risiko di
Fasilitas Produksi Injeksi Betalaktam Ready to fill milik PT. XYZ Farma.
Kajian dilakukan dengan pendekatan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
yang dikombinasikan dengan metode penilaian risiko berbasis grid mengacu pada
panduan BioPhorum (2019). Faktor-faktor risiko yang dikaji meliputi kemampuan
permukaan untuk dibersihkan/disanitasi, pergerakan personil, alur material,
kedekatan dengan produk terbuka, kompleksitas, serta frekuensi intervensi manual.
Penilaian dilakukan dalam dua tahap, yaitu Initial Risk Scoring untuk pemetaan
awal berdasarkan zona/grid di ruang produksi, dilanjutkan dengan Advanced Risk
Scoring untuk menentukan titik sampling spesifik dan metode pemantauan yang
sesuai.
Hasil penilaian menunjukkan bahwa area mesin filling, mesin Capping, dan LAF E
merupakan area dengan risiko kontaminasi tertinggi. Hal ini disebabkan oleh
intensitas aktivitas manual yang tinggi, kedekatan langsung dengan produk terbuka,
serta frekuensi intervensi personil yang tidak dapat dihindari selama proses
pengisian aseptis berlangsung. Oleh karena itu, area ini membutuhkan pemantauan
lingkungan yang lebih intensif, baik untuk aspek viable maupun non-viable.
Pemantauan viable dilakukan melalui metode aktif (air sampler), pasif (settle
plate), contact plate pada permukaan, serta pemantauan personil melalui finger test
dan sampling gowning berdasarkan titik risiko. Sementara itu, pemantauan nonviable dilakukan secara kontinu menggunakan particle counter, terutama pada area
kelas A dan B, untuk mendeteksi partikel yang dapat membawa mikroorganisme
kontaminan.
ii
Penelitian ini juga menegaskan pentingnya integrasi prinsip Quality risk
management (QRM) sebagaimana diatur dalam ICH Q9 (R1) tahun 2023 dan EU
GMP Annex 1 tahun 2022 dalam penyusunan program pemantauan lingkungan
yang adaptif, ilmiah, dan berbasis data. Pemilihan titik sampling tidak lagi hanya
didasarkan pada kebiasaan historis, melainkan pada analisis risiko aktual di
lapangan. Dengan pendekatan ini, program pemantauan tidak hanya dapat
meningkatkan sensitivitas deteksi kontaminasi, tetapi juga meningkatkan efisiensi
proses dengan mengarahkan sumber daya pada titik-titik paling kritis.
Meskipun selama ini tidak ditemukan isu signifikan terkait hasil pemantauan
lingkungan di fasilitas yang dikaji, pendekatan historis yang digunakan diketahui
belum sepenuhnya mengadopsi standar terbaru dan kurang memiliki justifikasi
ilmiah yang kuat. Hal ini menimbulkan keraguan terhadap validitas hasil
pemantauan yang ada, serta meningkatkan risiko terjadinya hasil negatif palsu
(false negative). Dengan demikian, kajian ulang dengan pendekatan berbasis risiko
menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap titik sampling, metode, dan
frekuensi pemantauan telah sesuai dengan risiko aktual yang ada.
Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi pengembangan program
pemantauan lingkungan yang lebih komprehensif dan akurat, serta mendukung
keberhasilan strategi pengendalian kontaminasi (Contamination Control
Strategy/CCS) di fasilitas aseptis. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memberikan
kontribusi praktis dalam meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem jaminan
mutu di fasilitas produksi injeksi aseptis, serta menjadi referensi penerapan QRM
dalam konteks pemantauan lingkungan di industri farmasi Indonesia.
Perpustakaan Digital ITB