Penyakit infeksi masih menjadi permasalahan kesehatan global, termasuk di
Indonesia. Sekitar 13,7 juta kematian terjadi akibat infeksi bakteri, dan sekitar 1,27
juta kematian disebabkan oleh resistensi antimikroba. Selain itu, infeksi jamur juga
menjadi ancaman lain, dengan sekitar 7,7 juta kasus di Indonesia. Salah satu
penyebab tingginya angka kejadian ini adalah menurunnya efektivitas obat akibat
resistensi antimikroba. Upaya pengembangan senyawa antimikroba baru terus
dilakukan, terutama dari bahan alam bahari, termasuk kelompok ganggang laut
hijau seperti Caulerpa lentillifera dan Caulerpa racemosa. Kedua spesies ini
mengandung senyawa aktif seperti asam lemak jenuh dan tidak jenuh, terpen,
alkaloid, polifenol, tannin, saponin, flavonoid, serta metabolit caulerpin yang
diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Namun, penelitian sebelumnya masih
terbatas pada uji aktivitas terhadap patogen perairan atau bakteri pembusuk
makanan, tanpa mengeksplorasi mekanisme kerja atau komponen fraksinya.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antimikroba ekstrak air, etanol, dan
etil asetat, serta fraksi terpilih dari C. lentillifera, C. racemosa, dan metabolit
caulerpin terhadap bakteri dan jamur patogen. Selain itu, penelitian ini juga
menganalisis mekanisme kerja senyawa aktif serta mengevaluasi keamanan ekstrak
melalui uji toksisitas akut dan subkronik pada hewan coba.
Kedua spesies Caulerpa berasal dari wilayah Jepara, Jawa Tengah. Setelah
dikeringkan pada suhu 40°C, bahan dibuat menjadi simplisia dan diekstraksi
dengan metode maserasi menggunakan pelarut air, etanol, dan etil asetat. Fraksinasi
dilakukan melalui KCV menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, kloroform, dan
metanol dengan kepolaran yang berbeda. Aktivitas antimikroba dievaluasi
menggunakan metode mikrodilusi untuk menentukan Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM). Selain itu, dilakukan
uji time-kill curve, bioautografi, dan analisis kandungan senyawa aktif
menggunakan LC-HRMS. Mekanisme kerja fraksi aktif diamati melalui mikroskop
elektron (SEM) dan uji kebocoran sel dengan absorbansi pada panjang gelombang
260/280 nm.
Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki aktivitas penghambatan
terbaik terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Pengujian terhadap
Staphylococcus aureus menunjukkan KHM paling rendah (256 µg/mL) oleh kedua
ekstrak dan caulerpin. Pada bakteri Gram-negatif, Salmonella paratyphi B
menunjukkan KHM 256 µg/mL oleh ekstrak dan 512 µg/mL oleh caulerpin.
Terhadap jamur Candida albicans, ekstrak etanol C. lentillifera (EECL)
menunjukkan KHM 512 µg/mL, sementara C. racemosa (EECR) dan caulerpin
memiliki KHM 256 µg/mL. Skrining fitokimia menunjukkan bahwa EECL
mengandung alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, dan fenol.
Ekstrak etanol kemudian difraksinasi, menghasilkan 11 fraksi. Fraksi 4 dari C.
lentillifera (F4CL) dan Fraksi 3 dari C. racemosa (F3CR) menunjukkan aktivitas
antibakteri terbaik, dengan KHM 128 µg/mL terhadap S. aureus dan S. paratyphi
B. Caulerpin menunjukkan KHM 256 µg/mL terhadap S. aureus dan 512 µg/mL
terhadap S. paratyphi B. Uji time-kill curve menunjukkan efek bakteriostatik. Hasil
SEM memperlihatkan kerusakan struktur permukaan sel bakteri, seperti permukaan
kasar, lubang, dan penyusutan sel. Uji absorbansi 260/280 nm menunjukkan adanya
kebocoran isi sel, seperti asam nukleat dan protein.
Aktivitas antijamur F4CL dan F3CR menunjukkan KHM masing-masing 64 µg/mL
dan 128 µg/mL, sedangkan caulerpin memiliki KHM 256 µg/mL. Bioautografi
menunjukkan zona hambat pada C. albicans dengan diameter 20 mm (F4CL) dan
15 mm (F3CR). Uji time-kill curve menunjukkan aktivitas fungistatik. SEM
menunjukkan kerusakan struktur sel dan pseudohifa pada C. albicans. Peningkatan
absorbansi 260/280 nm juga menunjukkan terjadinya kebocoran komponen seluler
penting.
Analisis LC-HRMS F4CL dan F3CR mengidentifikasi keberadaan senyawa
bioaktif seperti asam lemak, amida dan ester asam lemak, alkaloid, vitamin, sterol,
kumarin, dan fenol yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri
dan jamur.
Uji toksisitas menunjukkan bahwa tidak terdapat kematian atau gejala toksisitas
pada hewan uji selama uji toksisitas akut dan subkronik. Nilai LD50 untuk EECL
dan EECR melebihi 5000 mg/kg berat badan. Tidak ditemukan perubahan
signifikan pada berat badan, organ, hematologi, biokimia, maupun histologi.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol, fraksi aktif (F4CL
dan F3CR), serta caulerpin menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap S. aureus,
S. paratyphi B, dan C. albicans. Mekanisme kerjanya melibatkan kerusakan
struktur sel dan kebocoran komponen intraseluler. Selain itu, ekstrak dari kedua
spesies Caulerpa terbukti aman dalam pengujian toksisitas, menunjukkan
potensinya sebagai kandidat bahan alam untuk agen antimikroba yang efektif dan
aman.
Perpustakaan Digital ITB