digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sungai merupakan ekosistem vital yang menyediakan berbagai layanan esensial bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Namun, kerusakan sungai yang disebabkan oleh aktivitas antropogenik telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, baik secara global maupun di Indonesia. Dalam konteks nasional, penurunan kualitas sungai selama dua dekade terakhir menunjukkan bahwa pendekatan konvensional dalam pengelolaan air, termasuk pengaturan debit minimum melalui ketentuan Q95% sesuai PP No. 38 Tahun 2011, belum sepenuhnya mampu menjawab tantangan keberlanjutan ekosistem sungai. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan adaptif, salah satunya melalui penerapan konsep debit lingkungan (environmental flows). Konsep ini tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan manusia, tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem akuatik dan fungsi ekologis sungai secara menyeluruh. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menetapkan debit lingkungan yang tepat di Sungai Bengawan Solo bagian hulu menggunakan pendekatan holistik yang mencakup analisis hidrologi, hidraulika, habitat (Habitat Suitability Index), kualitas air, dan analisis statistik. Penelitian dilaksanakan di tiga segmen sungai dengan karakteristik berbeda: Segmen 1 (Kali Keduang) yang mewakili kondisi alami, Segmen 2 (hilir Waduk Gajah Mungkur) yang dipengaruhi aliran waduk, dan Segmen 3 (hilir Bendung Colo) yang berada dekat permukiman dan sistem irigasi. Metode penilaian debit lingkungan dilakukan melalui pendekatan Environmental Flow Assessment (EFA) dengan mempertimbangkan fitur debit lingkungan seperti kontinuitas aliran, kecepatan, kedalaman, serta kesesuaian habitat untuk spesies akuatik kunci. Pada Segmen 1, hasil simulasi model hidrologi Sacramento menunjukkan bahwa indeks debit lingkungan 7Q5 Gumbell minima lebih sesuai dibandingkan 7Q10, karena memberikan perlindungan lebih baik terhadap spesies ikan lokal seperti jambal, lele, nila, sogo, dan betutu, serta berada di atas batas minimum yang direkomendasikan oleh US EPA. Di Segmen 2, penggunaan debit Q95% dinilai memadai karena aliran yang lebih stabil akibat kendali waduk. Pemilihan Q95% juga relevan dengan amanat regulasi nasional, meskipun kualitas air menunjukkan pencemaran sedang, terutama dari parameter BOD dan COD. Untuk Segmen 3, debit aliran mengalami penurunan signifikan akibat pengambilan besar-besaran untuk irigasi, sehingga indeks konservatif Q97.5% dipilih sebagai rekomendasi guna menjamin keberlangsungan fungsi ekologis dasar. Kondisi kualitas air pada segmen ini relatif tercemar ringan hingga sedang, menandakan perlunya integrasi antara pengelolaan debit dan kontrol pencemaran secara spasial dan temporal. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan debit lingkungan yang mempertimbangkan karakteristik segmentasi sungai serta respons ekologis memberikan gambaran yang lebih akurat dan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya air. Penentuan debit lingkungan yang tidak seragam, tetapi berbasis pada fitur ekologis dan antropogenik masing-masing segmen, merupakan kebaruan dari penelitian ini. Selain itu, pendekatan integratif antara model hidrologi, simulasi hidraulika, dan indeks kesesuaian habitat memperkuat validitas hasil, sekaligus menjadi model yang dapat direplikasi untuk DAS prioritas lainnya di Indonesia. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi signifikan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hidrologi terapan, ekologi sungai, dan pengelolaan sumber daya air berkelanjutan. Secara praktis, penelitian ini mendukung upaya implementasi konsep environmental flows di Indonesia dan dapat menjadi acuan dalam perencanaan restorasi sungai dan kebijakan konservasi. Penelitian ini juga mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs), khususnya tujuan ke-6 (air bersih dan sanitasi) dan tujuan ke-13 (penanganan perubahan iklim). Dengan demikian, penetapan debit lingkungan yang tepat di Bengawan Solo bagian hulu diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara fungsi ekologis dan kebutuhan manusia secara berkelanjutan.