Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin merupakan aset energi
krusial dalam sistem kelistrikan Indonesia. Dihadapkan pada kondisi transisi
menuju EBT yang merupakan proses jangka panjang yang kompleks dan menuntut
keseimbangan antara idealisme lingkungan dengan realitas ketahanan energi
nasional. Dalam konteks ini, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis
batubara, yang telah lama menjadi tulang punggung sistem kelistrikan nasional,
memegang peran strategis yang tidak dapat diabaikan. Maka dengan tantangan
tersebut PLTU harus mampu beradaptasi dan terus berbenah untuk dapat memenuhi
pasokan listrik dan di saat yang sama memenuhi efisiensi proses.
Maka dari itu, untuk menjawab tantangan tersebut ditemukan celah penelitian
terkait evaluasi kinerja analitis yang mendalam pada unit steam boiler-nya. Tesis
ini bertujuan untuk mengisi celah tersebut melalui audit energi komprehensif pada
boiler Circulating Fluidized Bed (CFB) berkapasitas 2x115 MW, yang merupakan
jantung dari sistem pembangkit. Penelitian ini menerapkan pendekatan evaluasi
ganda untuk menganalisis efisiensi termal boiler. Metode Langsung (neraca energi
input-output) dan Metode Tidak Langsung (analisis kehilangan kalor) sesuai
standar ASME PTC 4 digunakan secara paralel. Analisis kuantitatif ini didasarkan
pada data operasional real-time dari Distributed Control System (DCS) dan data
laboratorium dari analisis proksimat dan ultimat bahan bakar batubara lignit yang
digunakan.
Hasil analisis mengungkapkan disparitas kinerja yang signifikan: efisiensi metode
tidak langsung, yang merepresentasikan potensi teoretis, mencapai 94,82%,
sementara efisiensi metode langsung, yang mencerminkan realitas operasional,
tercatat hanya 63,61%. Analisis kehilangan kalor (heat loss) mengidentifikasi tiga
sumber inefisiensi terukur yang paling dominan: (1) kehilangan kalor akibat
penguapan air dari pembakaran hidrogen dalam bahan bakar (L2) sebesar 3,36%;
(2) kehilangan kalor akibat kelembaban inheren bahan bakar (L3) sebesar 1,17%;
dan (3) kehilangan kalor akibat karbon tidak terbakar pada abu dasar (bottom ash)
(L7) sebesar 0,45%. Kesenjangan efisiensi sebesar 31,21% antara kedua metode
mengindikasikan adanya kerugian operasional tak terukur yang substansial, seperti
yang disebabkan oleh siklus pembersihan jelaga (soot blowing), blowdown, dan fluktuasi beban, yang tidak diperhitungkan dalam standar metode tidak langsung.4
Sementara kerugian yang terkait dengan sifat bahan bakar (L2 dan L3) merupakan
tantangan inheren dari penggunaan lignit, kerugian akibat karbon tidak terbakar
(L7) menyoroti area kritis untuk optimisasi proses pembakaran. Penelitian ini
berhasil menetapkan baseline kinerja yang solid dan memberikan bukti kuantitatif
bahwa manajemen pembakaran, khususnya terkait kehalusan batubara dan
distribusi udara, adalah kunci utama untuk peningkatan efisiensi di PLTU Labuhan
Angin.
Perpustakaan Digital ITB