digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak
PUBLIC Open In Flipbook Nugi Nugraha

Penelitian ini menyajikan penilaian komprehensif tentang ketahanan komunitas di wilayah permukiman kumuh di seluruh Jakarta, dengan fokus pada interaksi dinamis antara kesehatan lingkungan, kualitas perumahan, dan hasil kesehatan masyarakat. Dengan mengkaji indikator-indikator penting seperti luas kawasan kumuh, akses terhadap air minum yang aman, ketersediaan sanitasi yang memadai, kondisi perumahan, dan prevalensi diare yang dilaporkan oleh pusat kesehatan masyarakat setempat, penelitian ini menggambarkan sifat multifaset dari kerentanan dan ketahanan perkotaan di berbagai kota dan kabupaten di Jakarta.Lingkungan perkotaan Jakarta dicirikan oleh kesenjangan yang tajam dalam kepadatan penduduk, pembangunan infrastruktur, dan kondisi kehidupan, yang secara bersama-sama membentuk ketahanan dan kesejahteraan komunitasnya. Kabupaten yang terdiri dari kepulauan, dengan geografis tersebar dan kepadatan penduduk yang relatif rendah dibandingkan dengan kota-kota di provinsi tersebut, menghadapi tantangan unik yang meliputi kualitas perumahan yang lebih rendah dan akses terbatas ke layanan penting. Kekurangan ini meningkatkan risiko kesehatan dan menekankan perlunya strategi yang disesuaikan untuk mengatasi kompleksitas logistik dalam penyediaan infrastruktur dan intervensi kesehatan bagi komunitas pulau.Sebaliknya, di antara kota-kota, ketimpangan sosial-ekonomi yang mencolok berdampingan dengan infrastruktur perkotaan yang maju. Beberapa daerah menunjukkan akses luas ke layanan air bersih dan sanitasi serta proporsi perumahan layak yang relatif tinggi. Namun demikian, sebagian besar wilayah masih diklasifikasikan sebagai kawasan kumuh, yang menunjukkan keberlanjutan pemukiman informal meskipun terjadi perkembangan kota secara keseluruhan. Kontras ini menunjukkan hubungan yang kompleks antara pertumbuhan ekonomi, perencanaan kota, dan kondisi kehidupan yang adil, menegaskan bahwa perbaikan infrastruktur saja tidak cukup untuk menghapus kesenjangan yang sudah lama ada. Di kota-kota dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi, tantangan semakin besar akibat konsentrasi penduduk yang padat dan tingginya prevalensi kawasan kumuh, yang memperparah risiko terkait kepadatan berlebih, penularan penyakit, dan ketahanan komunitas yang terganggu. Meskipun daerah-daerah ini umumnya memiliki akses yang kuat terhadap air dan sanitasi, kekurangan dalam kualitas perumahan—terutama terkait dengan bahan bangunan fisik—membatasi pencapaian standar hidup yang lebih baik secara penuh. Di sisi lain, kota-kota yang telah membuat kemajuan dalam mengurangi kawasan kumuh masih menghadapi hambatan dalam menerjemahkan perbaikan infrastruktur menjadi hasil kesehatan yang lebih baik bagi semua penduduk, mengungkapkan adanya kesenjangan antara perbaikan fisik dan determinan sosial kesehatan.Prevalensi penyakit diare di seluruh Jakarta berfungsi sebagai indikator utama efektivitas kesehatan masyarakat dan sanitasi. Daerah dengan tingkat penyakit yang tinggi cenderung bertepatan dengan wilayah yang mengalami kekurangan dalam kualitas perumahan dan akses layanan, mencerminkan keterkaitan erat antara kondisi lingkungan dan kesehatan komunitas. Klaster dengan prevalensi rendah biasanya ditemukan di tempat-tempat dengan upaya kesehatan yang komprehensif dan infrastruktur yang lebih kuat, meskipun kerentanan tetap ada di beberapa wilayah yang menghadapi kekurangan sanitasi dan perumahan. Meskipun akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi yang memadai hampir universal di sebagian besar wilayah Jakarta, keberadaan perumahan yang tidak memenuhi standar tetap menjadi hambatan kritis dalam meningkatkan ketahanan komunitas dan kesetaraan kesehatan. Temuan ini menunjukkan bahwa intervensi masa depan harus melampaui ekspansi infrastruktur dengan memprioritaskan perbaikan kualitas perumahan, sehingga memungkinkan hasil kesehatan dan lingkungan yang lebih berkelanjutan. Evaluasi dan integrasi berbagai indikator—termasuk kepadatan penduduk, proporsi kawasan kumuh, kecukupan perumahan, akses terhadap air dan sanitasi, serta data kesehatan—menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk menilai kualitas perkotaan dan risiko sanitasi secara menyeluruh.Penelitian ini juga mengidentifikasi tantangan signifikan dalam memantau dan mengelola batas wilayah Jakarta, yang telah berubah akibat definisi administratif yang berkembang, pergantian kepemimpinan politik, perubahan lingkungan, dan aktivitas reklamasi lahan. Kompleksitas ini mempersulit akurasi data dan alokasi sumber daya, menegaskan perlunya sistem data geospasial dan administratif terintegrasi yang mutakhir untuk mendukung perencanaan kota yang efektif dan inisiatif peningkatan ketahanan. Sebagai kesimpulan, penelitian ini menekankan interaksi kompleks antara kondisi perumahan, layanan lingkungan, dan hasil kesehatan masyarakat dalam membentuk ketahanan komunitas di kawasan kumuh Jakarta. Meskipun kemajuan signifikan telah dicapai dalam memperluas akses terhadap infrastruktur air dan sanitasi, kekurangan berkelanjutan dalam kualitas perumahan dan ketimpangan sosial-ekonomi terus merusak kesehatan dan kesejahteraan kelompok rentan. Temuan ini mendukung kebijakan dan intervensi yang terarah dan sensitif terhadap konteks, yang mengatasi baik infrastruktur fisik maupun determinan sosial kesehatan yang mendasarinya, mendorong pembangunan kota yang inklusif dan berkelanjutan. Pendekatan terintegrasi semacam ini sangat penting untuk membangun komunitas yang lebih kuat, lebih sehat, dan lebih adil yang mampu bertahan dan pulih dari krisis kesehatan dan tantangan lingkungan di Jakarta.