Penelitian ini menyajikan penilaian komprehensif tentang ketahanan komunitas di wilayah
permukiman kumuh di seluruh Jakarta, dengan fokus pada interaksi dinamis antara
kesehatan lingkungan, kualitas perumahan, dan hasil kesehatan masyarakat. Dengan
mengkaji indikator-indikator penting seperti luas kawasan kumuh, akses terhadap air minum
yang aman, ketersediaan sanitasi yang memadai, kondisi perumahan, dan prevalensi diare
yang dilaporkan oleh pusat kesehatan masyarakat setempat, penelitian ini menggambarkan
sifat multifaset dari kerentanan dan ketahanan perkotaan di berbagai kota dan kabupaten di
Jakarta.Lingkungan perkotaan Jakarta dicirikan oleh kesenjangan yang tajam dalam
kepadatan penduduk, pembangunan infrastruktur, dan kondisi kehidupan, yang secara
bersama-sama membentuk ketahanan dan kesejahteraan komunitasnya. Kabupaten yang
terdiri dari kepulauan, dengan geografis tersebar dan kepadatan penduduk yang relatif
rendah dibandingkan dengan kota-kota di provinsi tersebut, menghadapi tantangan unik
yang meliputi kualitas perumahan yang lebih rendah dan akses terbatas ke layanan penting.
Kekurangan ini meningkatkan risiko kesehatan dan menekankan perlunya strategi yang
disesuaikan untuk mengatasi kompleksitas logistik dalam penyediaan infrastruktur dan
intervensi kesehatan bagi komunitas pulau.Sebaliknya, di antara kota-kota, ketimpangan sosial-ekonomi yang mencolok berdampingan
dengan infrastruktur perkotaan yang maju. Beberapa daerah menunjukkan akses luas ke
layanan air bersih dan sanitasi serta proporsi perumahan layak yang relatif tinggi. Namun
demikian, sebagian besar wilayah masih diklasifikasikan sebagai kawasan kumuh, yang
menunjukkan keberlanjutan pemukiman informal meskipun terjadi perkembangan kota
secara keseluruhan. Kontras ini menunjukkan hubungan yang kompleks antara pertumbuhan
ekonomi, perencanaan kota, dan kondisi kehidupan yang adil, menegaskan bahwa perbaikan
infrastruktur saja tidak cukup untuk menghapus kesenjangan yang sudah lama ada.
Di kota-kota dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi, tantangan semakin besar akibat
konsentrasi penduduk yang padat dan tingginya prevalensi kawasan kumuh, yang memperparah risiko terkait kepadatan berlebih, penularan penyakit, dan ketahanan
komunitas yang terganggu. Meskipun daerah-daerah ini umumnya memiliki akses yang kuat
terhadap air dan sanitasi, kekurangan dalam kualitas perumahan—terutama terkait dengan
bahan bangunan fisik—membatasi pencapaian standar hidup yang lebih baik secara penuh.
Di sisi lain, kota-kota yang telah membuat kemajuan dalam mengurangi kawasan kumuh
masih menghadapi hambatan dalam menerjemahkan perbaikan infrastruktur menjadi hasil
kesehatan yang lebih baik bagi semua penduduk, mengungkapkan adanya kesenjangan
antara perbaikan fisik dan determinan sosial kesehatan.Prevalensi penyakit diare di seluruh Jakarta berfungsi sebagai indikator utama efektivitas
kesehatan masyarakat dan sanitasi. Daerah dengan tingkat penyakit yang tinggi cenderung
bertepatan dengan wilayah yang mengalami kekurangan dalam kualitas perumahan dan
akses layanan, mencerminkan keterkaitan erat antara kondisi lingkungan dan kesehatan
komunitas. Klaster dengan prevalensi rendah biasanya ditemukan di tempat-tempat dengan
upaya kesehatan yang komprehensif dan infrastruktur yang lebih kuat, meskipun kerentanan
tetap ada di beberapa wilayah yang menghadapi kekurangan sanitasi dan perumahan.
Meskipun akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi yang memadai hampir universal
di sebagian besar wilayah Jakarta, keberadaan perumahan yang tidak memenuhi standar
tetap menjadi hambatan kritis dalam meningkatkan ketahanan komunitas dan kesetaraan
kesehatan. Temuan ini menunjukkan bahwa intervensi masa depan harus melampaui
ekspansi infrastruktur dengan memprioritaskan perbaikan kualitas perumahan, sehingga
memungkinkan hasil kesehatan dan lingkungan yang lebih berkelanjutan. Evaluasi dan
integrasi berbagai indikator—termasuk kepadatan penduduk, proporsi kawasan kumuh,
kecukupan perumahan, akses terhadap air dan sanitasi, serta data kesehatan—menawarkan
kerangka kerja yang kuat untuk menilai kualitas perkotaan dan risiko sanitasi secara
menyeluruh.Penelitian ini juga mengidentifikasi tantangan signifikan dalam memantau dan mengelola
batas wilayah Jakarta, yang telah berubah akibat definisi administratif yang berkembang,
pergantian kepemimpinan politik, perubahan lingkungan, dan aktivitas reklamasi lahan.
Kompleksitas ini mempersulit akurasi data dan alokasi sumber daya, menegaskan perlunya
sistem data geospasial dan administratif terintegrasi yang mutakhir untuk mendukung
perencanaan kota yang efektif dan inisiatif peningkatan ketahanan.
Sebagai kesimpulan, penelitian ini menekankan interaksi kompleks antara kondisi
perumahan, layanan lingkungan, dan hasil kesehatan masyarakat dalam membentuk
ketahanan komunitas di kawasan kumuh Jakarta. Meskipun kemajuan signifikan telah
dicapai dalam memperluas akses terhadap infrastruktur air dan sanitasi, kekurangan
berkelanjutan dalam kualitas perumahan dan ketimpangan sosial-ekonomi terus merusak
kesehatan dan kesejahteraan kelompok rentan. Temuan ini mendukung kebijakan dan
intervensi yang terarah dan sensitif terhadap konteks, yang mengatasi baik infrastruktur fisik
maupun determinan sosial kesehatan yang mendasarinya, mendorong pembangunan kota
yang inklusif dan berkelanjutan. Pendekatan terintegrasi semacam ini sangat penting untuk membangun komunitas yang lebih kuat, lebih sehat, dan lebih adil yang mampu bertahan
dan pulih dari krisis kesehatan dan tantangan lingkungan di Jakarta.
Perpustakaan Digital ITB