Di tengah meningkatnya kekhawatiran akan perubahan iklim, Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui perjanjian internasional dan kebijakan nasional. Dukungan pemerintah terhadap Perjanjian Paris dan Peraturan Presiden No. 55/2019-yang diperbarui dengan No. 79/2023menyoroti upaya untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik baterai (BEV). Kebijakan-kebijakan ini menawarkan insentif fiskal dan non-fiskal untuk beralih dari kendaraan bermesin pembakaran internal (ICE) ke alternatif listrik.
PT. GREENTRUCK, sebuah perusahaan logistik dan outsourcing yang memiliki lebih dari seratus truk diesel, menghadapi dilema strategis. Meskipun adopsi BEV sejalan dengan tren keberlanjutan dan peraturan, kondisi teknologi dan infrastruktur truk BEV yang belum berkembang di Indonesia mempersulit keputusan investasi. Perusahaan harus menimbang manfaat lingkungan dan kepatuhan terhadap risiko ekonomi dan operasional.
Studi ini menerapkan Analytic Hierarchy Process (AHP), sebuah alat bantu pengambilan keputusan multi-kriteria, untuk memprioritaskan faktor teknis, ekonomi, infrastruktur, lingkungan, sosial, tata kelola, dan faktor perusahaan. AHP mengubah penilaian kualitatif menjadi bobot kuantitatif, menghasilkan kerangka kerja keputusan peringkat.
Hasilnya menunjukkan faktor ekonomi, infrastruktur, dan tata kelola sebagai prioritas utama. Biaya modal yang tinggi, stasiun pengisian daya yang terbatas, dan peraturan yang terus berkembang secara signifikan mempengaruhi keputusan. Aspek teknis, lingkungan, sosial, dan perusahaan berada di peringkat yang lebih rendah. Analisis AHP menyimpulkan bahwa adopsi BEV belum dapat dilakukan tanpa adanya perbaikan infrastruktur, kinerja baterai, dan biaya.
Perpustakaan Digital ITB