Komitmen Indonesia mencapai NZE 2060 menuntut industri padat energi menjaga profitabilitas sambil menurunkan emisi. Berbagai studi sebelumnya membahas emisi HPAL dan desain kebijakan NEK, tetapi umumnya berada pada tingkat makro dan fokus pada jejak karbon teknis. Belum ada yang mengkaji kelayakan finansial proyek HPAL Indonesia secara langsung, terutama di bawah kombinasi kebijakan NEK, CBAM, dan skenario transisi energi. Sebagai pelaku utama rantai pasok nikel untuk baterai kendaraan listrik, ANTAM berpotensi menghadapi peningkatan biaya karbon melalui proyek HPAL di Halmahera Timur. Penelitian ini menilai dampak kebijakan harga karbon nasional dan global serta transisi energi terhadap kelayakan finansial proyek tersebut. Model keuangan berbasis skenario menggunakan metode DCF untuk horizon 20 tahun dengan WACC 14,89%. Empat konfigurasi dianalisis: gas tanpa harga karbon, gas dengan NEK, gas dengan NEK-CBAM, dan energi terbarukan surya dengan NEK, CBAM, dan offset karbon 10%. Analisis menunjukkan penerapan NEK dan CBAM menurunkan indikator kelayakan karena meningkatnya beban biaya karbon. NEK menurunkan NPV dan IRR dari USD 332,76 juta; 18,90% menjadi USD 316,43 juta; 18,72%, sementara paparan CBAM menurunkannya lebih jauh menjadi USD 154,60 juta; 16,84%. Transisi energi berbasis surya meningkatkan investasi dari USD 1,95 miliar menjadi USD 2,35 miliar, namun menurunkan total emisi dari 14,40 menjadi 12,46 juta ton CO?e (-13,45%) dan bersama offset karbon 10% menurunkan biaya karbon kumulatif dari USD 937,80 menjadi USD 810,61 juta (-13,56%), dengan NPV dan IRR tetap di atas ambang kelayakan. Analisis sensitivitas menemukan variabel pasar, khususnya harga MHP dan volume penjualan, serta biaya material input dan energi menjadi penentu utama fluktuasi nilai proyek. Simulasi Monte Carlo (3.000 iterasi) menunjukkan bahwa konfigurasi energi terbarukan menghasilkan sebaran NPV sedikit lebih sempit dan volatilitas lebih rendah dibandingkan gas. Secara keseluruhan, proyek HPAL ANTAM tetap layak secara finansial pada seluruh skenario, tetapi profitabilitasnya sangat sensitif terhadap desain kebijakan harga karbon internasional dan bauran sumber energi. Untuk mempertahankan daya saing, kebijakan seperti penetapan harga karbon yang bertahap, insentif energi terbarukan, fokus pasar non-EU, dan pemanfaatan pembiayaan hijau menjadi penting. Studi ini memberi kontribusi pada evaluasi tingkat proyek dari strategi dekarbonisasi HPAL BUMN Indonesia di bawah kombinasi NEK-CBAM dan transisi energi, serta menjadi dasar kebijakan dan strategi investasi yang lebih adaptif terhadap agenda dekarbonisasi nasional.
Perpustakaan Digital ITB