Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang tidak hanya memberikan beban klinis, tetapi juga pada kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup (quality of life, QoL) menjadi luaran untuk mengevaluasi dampak penyakit dan terapi secara holistik. QoL pasien lupus diketahui lebih rendah dari populasi umum, tetapi faktor-faktor yang memengaruhinya belum banyak diteliti. Penelitian ini merupakan penelitian observasional potong lintang dengan tujuan menganalisis kualitas hidup pasien lupus, mengidentifikasi efek samping yang dirasakan pasien setelah terapi, serta menentukan faktor yang berkorelasi dengan QoL. Pengambilan data meliputi data demografi, riwayat terapi, dan QoL kepada 103 responden pada rentang waktu Maret-Mei 2025. Data QoL diidentifikasi menggunakan kuesioner LupusQoL yang sudah divalidasi dalam bahasa Indonesia, meliputi 8 aspek atau 34 total poin pertanyaan. Profil demografi menunjukkan mayoritas responden adalah perempuan (99,03%) dan dalam rentang usia produktif (75,7%). Hasil analisis menunjukkan domain dengan skor QoL paling rendah adalah kelelahan (x ?= 60,50) diikuti ketergantungan pada orang lain (x ?= 66,42). Sebanyak 46 responden (44,7%) melaporkan efek samping setelah menerima terapi, dengan laporan dominan berupa gangguan lambung dan penglihatan kabur. Analisis korelasi Spearman’s rank menunjukkan korelasi positif lemah antara durasi didiagnosis lupus dengan QoL (r= 0,241; P= 0,014), korelasi negatif cukup antara penyakit penyerta dengan QoL (r= -0,350; P= 0,000), serta tidak ada korelasi antara usia dengan QoL (r= -0,018; P= 0,855). Uji Kruskall-Wallis menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara kelompok pasien durasi diagnosis 1-5 tahun dan >10 tahun (P= 0,014). Dari penelitian ini, disimpulkan bahwa keberadaan komorbid menjadi faktor utama yang menurunkan kualitas hidup, sementara durasi didiagnosis yang lebih lama berhubungan dengan kualitas hidup yang lebih baik.
Perpustakaan Digital ITB