digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penanganan tuberkulosis memerlukan regimen terapi yang kompleks serta durasi pengobatan yang cukup panjang. Kondisi ini sering kali berdampak pada penurunan kepatuhan pasien, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap kegagalan terapi, peningkatan kejadian resistensi antibiotik, dan angka kematian. Salah satu faktor penyebab terapi yang panjang yaitu kemampuan Mycobacterium tuberculosis membentuk subpopulasi basili dorman, yaitu bentuk sel yang tidak aktif secara metabolik yang menunjukkan toleransi fenotipik terhadap obat lini pertama antituberkulosis seperti isoniazid. Oleh karena itu, diperlukan upaya eksplorasi untuk menemukan alternatif antituberkulosis yang tidak hanya efektif terhadap basilus aktif, tetapi juga mampu menargetkan subpopulasi dorman. Laut merupakan habitat bagi makro- dan mikroorganisme dengan keanekaragaman hayati yang tinggi serta telah diakui sebagai sumber potensial senyawa bioaktif yang bermanfaat. Sejumlah studi menunjukkan bahwa organisme laut, khususnya jamur asal laut, merupakan sumber senyawa baru dengan aktivitas farmakologi seperti antioksidan, antikanker, dan antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mengisolasi senyawa aktif dari jamur asal laut yang memiliki aktivitas antimikobakterium pada kondisi aerobik (status aktif) dan hipoksik (status dorman), serta melakukan kajian mekanisme kerja senyawa tersebut. Penelitian yang dilakukan mencakup isolasi jamur dari sampel asal laut, seleksi aktivitas antimikobakterium terhadap M. smegmatis sebagai model uji menggunakan metode difusi agar, mikrodilusi dan uji MTT (3-(4,5- dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide) dan dilanjutkan dengan identifikasi spesies isolat terpilih melalui metode penentuan urutan basa DNA pada daerah internal transcribed spacer (ITS) dan dianalisis menggunakan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST). Selanjutnya, dilakukan fermentasi skala besar, ekstraksi, fraksinasi, subfraksinasi, hingga pemurnian senyawa aktif menggunakan berbagai metode ekstraksi dan kromatografi dengan pendekatan isolasi terpandu uji aktivitas (bioassay-guided isolation) pada kondisi aerobik (status aktif) dan hipoksik (status dorman). Senyawa yang didapatkan kemudian diidentifikasi menggunakan spektrometri massa dan spektroskopi resonansi magnetik inti (RMI) satu dan dua dimensi. Kajian mekanisme kerja senyawa aktif mencakup penentuan kurva waktu bunuh, analisis mode kerja menggunakan scanning electron microscope (SEM), penentuan kebocoran kandungan intraselular dengan pengukuran absorbansi pada 260/280 nm, dan investigasi efek suplementasi besi pada media terhadap aktivitas antimikobakterium. Hasil seleksi aktivitas antimikobakterium dari 49 isolat jamur menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat media fermentasi (EM) dan biomassa (EB) isolat FSPL 3 memiliki aktivitas terbaik dengan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) sebesar 6,25 µg/mL dan 25 µg/mL sehingga isolat jamur ini dipilih untuk tahap penelitian selanjutnya. Identifikasi spesies menunjukkan bahwa FSPL 3 memiliki kemiripan paling dekat dengan Aspergillus ostianus. Isolasi senyawa aktif dari EM dan EB menunjukkan bahwa terdapat dua senyawa aktif dari EM dan satu senyawa aktif dari EB. Analisis spektrometri massa dan RMI satu dan dua dimensi menunjukkan bahwa ketiga senyawa tersebut teridentifikasi sebagai asam neohidroksiaspergilat (ANHA), asam hidroksiaspergilat (AHA), dan asam neoaspergilat (ANA). Ketiga senyawa tersebut menunjukkan aktivitas antimikobakterium pada kondisi aerobik dan hipoksik dengan nilai KHM sebesar 1,56 µg/mL (ANHA) dan 3,13 µg/mL (AHA dan ANA). Penentuan kurva waktu bunuh menunjukkan bahwa ketiga senyawa menunjukkan aktivitas bakterisidal pada kondisi pengujian aerobik dan hipoksik pada konsentrasi 8x KHM dengan rentang waktu inkubasi jam. Analisis SEM menunjukkan adanya perubahan morfologi sel berupa penurunan integritas dan pembentukan lubang pada membran sel. Selain itu, terdapat peningkatan nilai absorbansi pada 260 dan 280 nm yang menunjukkan kebocoran kandungan intrasel. Hasil analisis SEM dan serapan pada 260/280 nm ini menunjukkan bahwa ketiga senyawa tersebut memiliki efek terhadap integritas membran. Studi terdahulu menunjukkan bahwa ANHA, AHA, dan ANA merupakan senyawa turunan pirazinon yang dapat mengikat dan membentuk kompleks dengan ion besi (Fe 3+ ) karena memiliki gugus fungsi asam hidroksamat. Dengan demikian, diprediksi bahwa mekanisme kerja dari ketiga senyawa tersebut sebagai antimikobakterium melibatkan pengikatan ion besi (Fe 3+ ) yang berperan penting dalam keberlangsungan hidup M. smegmatis. Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan suplementasi besi pada media uji pada pengujian antimikobakterium menggunakan metode difusi agar, uji MTT, dan uji bercak (spot assay). Hasil menunjukkan bahwa aktivitas antimikobakterium berkurang secara signifikan seiring dengan meningkatnya konsentrasi besi pada media. Hal ini memperkuat dugaan bahwa ANHA, AHA, dan ANA menghambat M. smegmatis melalui pengikatan ion besi (Fe 3+ ) pada media dan mengakibatkan deplesi besi. Kebaruan pada penelitian ini yaitu terletak pada isolasi ANHA, AHA, dan ANA dari Aspergillus ostianus yang diisolasi dari laut Indonesia dan aktivitas senyawasenyawa tersebut terhadap M. smegmatis baik pada kondisi aerobik dan hipoksik. Meskipun ketiga senyawa tersebut bukan senyawa baru, hingga saat ini belum ada studi yang melaporkan kajian aktivitas antimikobakterium senyawa-senyawa tersebut terhadap M. smegmatis pada kondisi aerobik dan hipoksik secara simultan serta belum ada studi yang menjelaskan secara mendalam terkait mekanisme kerja ketiga senyawa tersebut sebagai antimikobakterium. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan terhadap pengembangan alternatif terapi antituberkulosis, khususnya dalam menghadapi tantangan Mycobacterium dorman yang menyebabkan toleransi terhadap pengobatan lini pertama. Temuan ini membuka peluang untuk pengembangan senyawa pirazinon atau senyawa pengikat ion lain sebagai agen antimikobakterium dengan mekanisme kerja yang berbeda dengan antituberkulosis saat ini, yaitu melalui pengikatan ion besi, yang berperan penting dalam kelangsungan hidup M. smegmatis. Keterbatasan penelitian ini yaitu studi masih menggunakan model pengganti yaitu M. smegmatis. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian lebih lanjut menggunakan M. tuberculosis untuk menentukan efektivitas sebagai antituberkulosis serta menguji potensi secara in vivo, uji toksisitas dan farmakokinetik terkait penggunaan senyawa pengikat ion besi sebagai terapi komplementer pada kasus tuberkulosis.