Penanganan tuberkulosis memerlukan regimen terapi yang kompleks serta durasi
pengobatan yang cukup panjang. Kondisi ini sering kali berdampak pada penurunan
kepatuhan pasien, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap kegagalan terapi,
peningkatan kejadian resistensi antibiotik, dan angka kematian. Salah satu faktor
penyebab terapi yang panjang yaitu kemampuan Mycobacterium tuberculosis
membentuk subpopulasi basili dorman, yaitu bentuk sel yang tidak aktif secara
metabolik yang menunjukkan toleransi fenotipik terhadap obat lini pertama
antituberkulosis seperti isoniazid. Oleh karena itu, diperlukan upaya eksplorasi
untuk menemukan alternatif antituberkulosis yang tidak hanya efektif terhadap
basilus aktif, tetapi juga mampu menargetkan subpopulasi dorman. Laut merupakan
habitat bagi makro- dan mikroorganisme dengan keanekaragaman hayati yang
tinggi serta telah diakui sebagai sumber potensial senyawa bioaktif yang
bermanfaat. Sejumlah studi menunjukkan bahwa organisme laut, khususnya jamur
asal laut, merupakan sumber senyawa baru dengan aktivitas farmakologi seperti
antioksidan, antikanker, dan antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi dan mengisolasi senyawa aktif dari jamur asal laut yang memiliki
aktivitas antimikobakterium pada kondisi aerobik (status aktif) dan hipoksik (status
dorman), serta melakukan kajian mekanisme kerja senyawa tersebut.
Penelitian yang dilakukan mencakup isolasi jamur dari sampel asal laut, seleksi
aktivitas antimikobakterium terhadap M. smegmatis sebagai model uji
menggunakan metode difusi agar, mikrodilusi dan uji MTT (3-(4,5-
dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide) dan dilanjutkan dengan
identifikasi spesies isolat terpilih melalui metode penentuan urutan basa DNA pada
daerah internal transcribed spacer (ITS) dan dianalisis menggunakan Basic Local
Alignment Search Tool (BLAST). Selanjutnya, dilakukan fermentasi skala besar,
ekstraksi, fraksinasi, subfraksinasi, hingga pemurnian senyawa aktif menggunakan
berbagai metode ekstraksi dan kromatografi dengan pendekatan isolasi terpandu uji
aktivitas (bioassay-guided isolation) pada kondisi aerobik (status aktif) dan
hipoksik (status dorman). Senyawa yang didapatkan kemudian diidentifikasi
menggunakan spektrometri massa dan spektroskopi resonansi magnetik inti (RMI)
satu dan dua dimensi. Kajian mekanisme kerja senyawa aktif mencakup penentuan
kurva waktu bunuh, analisis mode kerja menggunakan scanning electron
microscope (SEM), penentuan kebocoran kandungan intraselular dengan
pengukuran absorbansi pada 260/280 nm, dan investigasi efek suplementasi besi
pada media terhadap aktivitas antimikobakterium.
Hasil seleksi aktivitas antimikobakterium dari 49 isolat jamur menunjukkan bahwa
ekstrak etil asetat media fermentasi (EM) dan biomassa (EB) isolat FSPL 3
memiliki aktivitas terbaik dengan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM)
sebesar 6,25 µg/mL dan 25 µg/mL sehingga isolat jamur ini dipilih untuk tahap
penelitian selanjutnya. Identifikasi spesies menunjukkan bahwa FSPL 3 memiliki
kemiripan paling dekat dengan Aspergillus ostianus. Isolasi senyawa aktif dari EM
dan EB menunjukkan bahwa terdapat dua senyawa aktif dari EM dan satu senyawa
aktif dari EB. Analisis spektrometri massa dan RMI satu dan dua dimensi
menunjukkan bahwa ketiga senyawa tersebut teridentifikasi sebagai asam
neohidroksiaspergilat (ANHA), asam hidroksiaspergilat (AHA), dan asam
neoaspergilat (ANA). Ketiga senyawa tersebut menunjukkan aktivitas
antimikobakterium pada kondisi aerobik dan hipoksik dengan nilai KHM sebesar
1,56 µg/mL (ANHA) dan 3,13 µg/mL (AHA dan ANA).
Penentuan kurva waktu bunuh menunjukkan bahwa ketiga senyawa menunjukkan
aktivitas bakterisidal pada kondisi pengujian aerobik dan hipoksik pada konsentrasi
8x KHM dengan rentang waktu inkubasi jam. Analisis SEM menunjukkan
adanya perubahan morfologi sel berupa penurunan integritas dan pembentukan
lubang pada membran sel. Selain itu, terdapat peningkatan nilai absorbansi pada
260 dan 280 nm yang menunjukkan kebocoran kandungan intrasel. Hasil analisis
SEM dan serapan pada 260/280 nm ini menunjukkan bahwa ketiga senyawa
tersebut memiliki efek terhadap integritas membran.
Studi terdahulu menunjukkan bahwa ANHA, AHA, dan ANA merupakan senyawa
turunan pirazinon yang dapat mengikat dan membentuk kompleks dengan ion besi
(Fe
3+
) karena memiliki gugus fungsi asam hidroksamat. Dengan demikian,
diprediksi bahwa mekanisme kerja dari ketiga senyawa tersebut sebagai
antimikobakterium melibatkan pengikatan ion besi (Fe
3+
) yang berperan penting
dalam keberlangsungan hidup M. smegmatis. Pengujian hipotesis tersebut
dilakukan dengan suplementasi besi pada media uji pada pengujian
antimikobakterium menggunakan metode difusi agar, uji MTT, dan uji bercak (spot
assay). Hasil menunjukkan bahwa aktivitas antimikobakterium berkurang secara
signifikan seiring dengan meningkatnya konsentrasi besi pada media. Hal ini
memperkuat dugaan bahwa ANHA, AHA, dan ANA menghambat M. smegmatis
melalui pengikatan ion besi (Fe
3+
) pada media dan mengakibatkan deplesi besi.
Kebaruan pada penelitian ini yaitu terletak pada isolasi ANHA, AHA, dan ANA
dari Aspergillus ostianus yang diisolasi dari laut Indonesia dan aktivitas senyawasenyawa tersebut terhadap M. smegmatis baik pada kondisi aerobik dan hipoksik.
Meskipun ketiga senyawa tersebut bukan senyawa baru, hingga saat ini belum ada
studi yang melaporkan kajian aktivitas antimikobakterium senyawa-senyawa
tersebut terhadap M. smegmatis pada kondisi aerobik dan hipoksik secara simultan
serta belum ada studi yang menjelaskan secara mendalam terkait mekanisme kerja
ketiga senyawa tersebut sebagai antimikobakterium.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan terhadap
pengembangan alternatif terapi antituberkulosis, khususnya dalam menghadapi
tantangan Mycobacterium dorman yang menyebabkan toleransi terhadap
pengobatan lini pertama. Temuan ini membuka peluang untuk pengembangan
senyawa pirazinon atau senyawa pengikat ion lain sebagai agen antimikobakterium
dengan mekanisme kerja yang berbeda dengan antituberkulosis saat ini, yaitu
melalui pengikatan ion besi, yang berperan penting dalam kelangsungan hidup M.
smegmatis. Keterbatasan penelitian ini yaitu studi masih menggunakan model
pengganti yaitu M. smegmatis. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian lebih
lanjut menggunakan M. tuberculosis untuk menentukan efektivitas sebagai
antituberkulosis serta menguji potensi secara in vivo, uji toksisitas dan
farmakokinetik terkait penggunaan senyawa pengikat ion besi sebagai terapi
komplementer pada kasus tuberkulosis.
Perpustakaan Digital ITB