digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) terjadi pada tahap infeksi paling lanjut. HIV menyerang sel darah putih pada tubuh dan hal ini membuat kita lebih muda terserang penyakit seperti tuberculosis, infeksi, dan beberapa jenis kanker. HIV ditularkan melalui cairan tubuh orang yang terinfeksi termasuk darah, air susu ibu (ASI), air mani, dan cairan vagina. Penyakit ini tidak menular melalui air liur,sentuhan seperti ciuman atau pelukan, maupun berbagi makanan. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang rutin menjalani terapi antiretroviral (ART) dan mempunyai viral load tidak terdeteksi tidak akan menularkan HIV ke pasangannya. Oleh karena itu, akses dini terhadap pengobatan ART dan dukungan yang berkelanjutan sangat penting untuk menjalani pengobatan. Oleh karena itu tidak hanya meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup ODHA tetapi juga untuk membantu mencegah penularan HIV. Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan berbagai pihak telah mengembangkan model layanan HIV-PIMS (Human Immuno deficiency - Penyakit Infeksi Menular Seksual) komprehensif dan berkesinambungan untuk memastikan terselenggaranya layanan komprehensif yang terdesentralisasi dan terintegrasi dalam sistem yang ada hingga ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Kebijakan pengendalian HIV-AIDS mengacu pada kebijakan global Getting To Zeros, menurunkan infeksi baru HIV; menurunkan kematian yang disebabkan oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS; dan menghilangkan diskriminasi terhadap ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Populasi terinfeksi HIV terbesar di dunia adalah di Benua Afrika (25,7 juta orang), kemudian di Asia Tenggara (3,8 juta), dan di Amerika (3,5 juta). Sedangkan yang terendah ada di Benua Pasifik Barat sebanyak 1,9 juta orang. Melihat perkembangan yang berbeda dengan negara lain di Asia Pasifik, HIV berkembang pesat pada negara-negara utama di Asia seperti Indonesia, Pakistan dan Filipina dengan perilaku seks menyimpang (gay). Terdapat 94 % kasus baru pada usia muda yaitu 15 - 24 tahun. Tingginya populasi orang terinfeksi HIV di Asia Tenggara mengharuskan Indonesia untuk lebih waspada terhadap penyebaran dan penularan virus ini. Pengobatan infeksi HIV selalu menjadi tantangan yang unik, mulai dari jumlah obat, berbagai formulasi dan kombinasinya, potensi toksisitasnya, dan interaksi obat yang menjadikan HIV salah satu penyakit yang paling sulit untuk ditangani. Kepatuhan (adherence) merupakan faktor utama dalam mencapai keberhasilan pengobatan infeksi virus HIV. Kepatuhan (adherence) adalah minum obat sesuai dosis, tidak pernah lupa, tepat waktu, dan tidak pernah putus. Kepatuhan dalam meminum obat ARV merupakan faktor terpenting dalam menekan jumlah virus HIV dalam tubuh manusia. ARV dikonsumsi ODHA seumur hidup sehingga penting untuk menjaga kepatuhan minum obat. Manfaat terapi antiretroviral (ART) tidak akan maksimal jika tidak digunakan sesuai dengan resep. Tidak semua faktor penyebab ketidakpatuhan bergantung pada pasien. Keharusan membayar pengobatan mengurangi tingkat kepatuhan. Evaluasi ekonomi dapat mendukung proses pengambilan keputusan dengan secara sistematis mengukur dan membandingkan biaya dan hasil dari berbagai intervensi atau program kesehatan. Evaluasi ekonomi didefinisikan sebagai analisis perbandingan antara berbagai tindakan alternatif berdasarkan biaya dan konsekuensinya. Jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan diberikan melalui fasilitas kesehatan yang telah menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Fasilitas Kesehatan merupakan milik Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau swasta. Terdiri atas puskesmas atau yang setara, praktek dokter, praktek dokter gigi, klinik pratama atau yang setara dan RS kelas D pratama atau yang setara. Saat ini tersedia layanan baik di rumah sakit maupun puskesmas yang dapat diakses untuk mendapatkan pengobatan terapi antiretroviral (ARV). Epidemi HIV mengancam kesehatan dan kehidupan generasi penerus bangsa yang secara langsung membahayakan perkembangan sosial dan ekonomi serta keamanan negara. Data dari Dinkes Kota Malang menyebutkan penemuan HIV positif tahun 2021 sebanyak 329 ODHIV (orang dengan HIV), tahun 2022 sebanyak 482 ODHIV dan tahun 2023 sampai bulan Oktober 2023 sebanyak 460 ODHIV. Penemuan ODHIV tahun 2023 sesuai data dari layanan HIV Kota Malang ini berasal dari penduduk Kota Malang 32,4 %, sedangkan sisanya berasal dari 64 daerah di Indonesia. Secara kumulatif ditemukan 6.886 ODHIV dan yang aktif dalam pengobatan 2.071 ODHIV pada bulan Oktober 2023. Studi ini dilakukan dalam 3 tahapan yaitu pertama melakukan psikometrik untuk kuesioner kepatuhan ARMS (Adherence to Refills and Medication Scales) yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Kuesioner ARMS versi Bahasa Indonesia ini yang akan digunakan untuk mengukur kepatuhan pada pasien HIV/AIDS. Tahapan kedua yaitu melakukan pengukuran kepatuhan, pengetahuan, efek samping obat, dan dukungan sosial dengan menggunakan kuesioner kepada pasien HIV/AIDS. Tahapan ketiga melakukan perhitungan Cost of Illness dari perspektif pasien untuk mengukur beban ekonomi penyakit dan memperkirakan jumlah maksimum yang berpotensi dapat disimpan atau dihemat jika penyakit itu bisa di cegah. Penelitian ini dilakukan di beberapa Rumah Sakit dan Puskesmas di Kota Malang yang memiliki klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing), diantaranya yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar (RSSA), RSI Unisma, Puskesmas Dinoyo, Puskesmas Kendalsari, Puskesmas Pandanwangi, Puskesmas Kendalkerep, dan Puskesmas Rampal Celaket. Tempat penelitian tersebut dipilih karena mempunyai jumlah pasien HIV/AIDS yang banyak dibanding tempat penelitian lainnya. Penelitian ini telah mendapatkan izin etik dengan nomor E.5.a/041/KEPK-UMM/II/2023 dari KEPK Univ Muhammadiyah Malang dan Lolos Kaji Etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan RSSA Malang Nomor : 400/102/K.3/102.7/2023. Pelaksanaan penelitian ini dimulai sejak Maret 2023 sampai Juli 2023. Penelitian ini diawali dengan melakukan psikometrik pada kuesioner Adherence to Refills and Medication Scales (ARMS) versi Bahasa Indonesia kepada pasien HIV/AIDS. Tahapan awal dalam melakukan psikometrik adalah melakukan uji validitas menggunakan Content Validity Index (CVI) yang melibatkan 11 panel ahli review dan 240 pasien HIV/AIDS sesuai kriteria inklusi. Pada tahapan ini semua panel ahli diberikan kuesioner ARMS versi Bahasa Indonesia yang telah di sesuaikan untuk pasien HIV/AIDS. Panel ahli memberikan penilaian tentang tingkat kejelasan dan relevansi dari kuesioner ARMS untuk pasien HIV/AIDS. Hasil dari masukan panel ahli tersebut digunakan untuk melakukan revisi kuesioner ARMS versi Bahasa Indonesia untuk pasien HIV/AIDS. Kuesioner yang telah direvisi akan diberikan kepada pasien HIV/AIDS. Setelah dilakukan uji psikometrik terhadap kuesioner kepatuhan ARMS versi Bahasa Indonesia maka dilanjutkan dengan mengukur pengetahuan, dukungan sosial, efek samping obat dan Cost of Illness pada pasien HIV/AIDS. Pengetahuan diukur dengan menggunakan kuesioner HIV-KQ 18, dukungan sosial menggunakan kueisoner MPSS, dan efek samping obat menggunakan kuesioner ACTG. Data penelitian untuk Cost of Illness disajikan dalam bentuk deskriptif sebagai hasil dari interpretasi wawancara yang dijabarkan dalam bentuk uraian dan Tabel. Penilaian/uji psikometri validitas konstruk atau validitas konsep dilakukan melalui Exploratory Factor Analysis (EFA) dan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya sehingga perlu dilakukan untuk mengetahui konsistensi dari kuesioner ARMS 12 versi Bahasa Indonesia untuk penyakit menular seperti HIV/AIDS dengan melanjutkan tahapan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Tahapan CFA dilakukan dengan menggunakan responden pasien HIV/AIDS yang memenuhi kriteria inklusi, jumlah responden yaitu 240 pasien HIV/AIDS yang menjalani pengobatan ARV di RS dan Puskesmas di Kota Malang. Dari penelitian ini maka diperoleh Nilai Kaiser Meyer Oikin Measure Of Sampling Adequacy (KMO MSA) adalah 0,865, yang melebihi ambang batas minimum sebesar 0.50. Selain itu nilai Sig adalah 0,000, yang lebih rendah dari tingkat siginifikansi yang telah ditetapkan sebesar 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asumsi untuk uji validitas Confirmatory Factor Analysis (CFA) telah terpenuhi. Uji KMO dan Bartlett digunakan untuk memastikan kesesuaian sampel untuk melakukan EFA. Hasil yang memuaskan dicapai dengan nilai KMO > 0,80 dan Bartlett sphrecity < 0,001. Nilai anti Image Correlation dari 12 item lebih besar dari 0,55 untuk semua item, maka dapat diartikan bahwa data yang digunakan dalam analisis memenuhi syarat dan relevan untuk memenuhi asumsi Measure Of Sampling Adequacy. Comparative Fit Index (CFI) sebesar 0,996 > 0,96 sehingga mempunyai arti good fit. Sedangkan Tucker-Lewis Index (TLI) sebesar 0,995 > 0,96 dan RMSEA 0,073 ?0,08. Namun demikian terdapat nilai faktor yang rendah yaitu pada Q1 dan Q12, masing-masing 0,345 dan 0,219 . Pernyataan kuesioner nomor 1 menjelaskan tentang “seberapa sering lupa meminum obat antiretroviral”dan kuesioner nomor 12 tentang “rencana pengambilan obat kembali sebelum obat habis”. Setelah ditelaah dari 12 item pernyataan, hanya pernyataan nomor 12 yang bersifat unfavourable dan bisa menimbulkan kebingungan bagi responden. Namun demikian item nomor 12 disarankan untuk tidak dihapus dan tetap digunakan tanpa ada modifikasi. Untuk pernyataan nomor 1 meskipun nilai faktor rendah tetapi masih dapat berkontribusi terhadap faktor. Confirmatory factor analysis (CFA) kuesioner ARMS 12 versi Bahasa Indonesia diharapkan dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan terutama bagi responden dengan literasi rendah maupun untuk masalah perilaku tidak patuh dalam penggunaan obat. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan maka dilanjutkan dengan analisis data, yaitu analisis bivariat dan mulitivariat. Analisis bivariat berfungsi untuk menganalisis dugaan hubungan antara dua variabel. Analisis bivariat Interpretasi hasil uji chi-square dan korelasi Spearman antara variabel-variabel yang disebutkan terhadap kepatuhan dengan menggunakan kuesioner ARMS (Adherence to Refill and Medications Scale). Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia responden dengan kepatuhan penggunaan obat ART (p = 0,679, p > 0,05), terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin responden dengan kepatuhan (p = 0,001, p < 0,05) dengan jumlah laki-laki 221 (45,5 %) dan perempuan 99 (20,4%) responden, tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan responden dengan kepatuhan (p = 0,264, p > 0,05). Tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan responden dengan kepatuhan penggunaan obat ART (p = 0,586, p > 0,05). Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan responden dengan kepatuhan (p = 0,732, p > 0,05). Adanya hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit responden dengan kepatuhan penggunaan obat ART (p = 0,000, p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki riwayat penyakit memiliki tingkat kepatuhan yang berbeda dalam penggunaan obat dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat penyakit.Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat dukungan sosial responden dengan kepatuhan (p = 0,000, p < 0,05). Tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan responden dengan kepatuhan (p = 0,586, p > 0,05). Tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan responden dengan kepatuhan (p = 0,586, p > 0,05). Ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan HIV responden dengan kepatuhan penggunaan obat ART (p = 0,000, p < 0,05). Terdapat hubungan yang signifikan antara skor ACTG untuk mengukur efek samping obat dengan kepatuhan penggunaan ART (p = 0,046, p < 0,05). Analisis multivariat menggunakan regresi logistik dengan bantuan SPSS untuk menetapkan adanya hubungan atau pengaruh antara faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam penggunaan obat antoretroviral (ARV). Secara keseluruhan, model regresi logistik tersebut mampu menjelaskan sekitar 17,8% (R square = 0,178) dari variabilitas dalam tingkat kepatuhan dalam penggunaan obat ARV pada pasien HIV/AIDS. Sedangkan sisanya 82,2% dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian ini. Studi Cost of Illnes (COI) atau analisis biaya penyakit mengukur beban ekonomi penyakit dan memperkirakan jumlah maksimum yang berpotensi dapat disimpan atau dihemat jika penyakit itu dapat di cegah. Cost of Ilness pada studi ini terdiri dari biaya medis langsung (Direct Medical Cost), biaya non medis langsung (Indirect Medical Cost), dan biaya tak langsung (Indirect Cost). Dari hasil penelitian maka didapatkan hasil dari biaya medis langsung yang terdiri dari biaya minimum (Rp 85.500), biaya maximum (Rp 3.164.000), rata-rata biaya (Rp 232.673) dan jumlah biaya medis langsung (Rp 105.639.490). Biaya non-medis langsung terdiri dari biaya minimum (Rp 0), biaya maximum (Rp 330.000), ratarata biaya (Rp 34.086) dan jumlah biaya non-medis langsung (Rp 16.566.000). Biaya tidak langsung terdiri dari biaya minimum (Rp 0), biaya maximum (Rp 2.583.000), rata-rata biaya (Rp 98.114) dan jumlah biaya tidak langsung (Rp 48.072.461). Total Cost of Illness pada pasien HIV/AIDS di Kota Malang meliputi biaya minimum sebesar Rp 85.500, biaya maximum sebesar Rp 6.077.973, ratarata biaya sebesar Rp Rp 364.873 dan jumlah keseluruhan Cost of Illness sebesar Rp170.277.951 setiap bulannya. Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan bahwa penelitian ini dapat mendukung penerapan lintas budaya dan konsep-konsep yang mendasar dari kepatuhan penggunaan obat antiretroviral dengan menghasilkan kuesioner Adherence to Refills and Medications Scale (ARMS) versi Bahasa Indonesia yang dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan pasien dengan penyakit menular terutama HIV/AIDS. Secara keseluruhan ada hubungan kepatuhan dengan dukungan sosial (MSPSS), pengetahuan (HIV-KQ 18), dan efek samping obat (ACTG), dengan nilai regresi logistik (R square = 0,178). Pencegahan dan edukasi kepada masyarakat diperlukan untuk meminimalkan penularan penyakit HIV/AIDS bila ditinjau dari total Cost of Illness sehingga beban pemerintah dan masyarakat menjadi berkurang.