digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Interaksi fisika dan kimia antar bahan aktif dan bahan aktif dengan bahan pembantu dapat terjadi selama proses manufaktur dan penyimpanan sediaan. Hal ini disebabkan karena adanya energi mekanik, termik yang terlibat selama proses. Interaksi dapat mengakibatkan perubahan sifat fisiko kimia, stabilitas fisika-kimia, kelarutan dan ketersediaan hayati. Oleh karena itu penelitian tentang interaksi dalam sistem biner perlu dilakukan sebagai dasar untuk mendesain sediaan yang memenuhi standar mutu. Salah satu kombinasi obat yang banyak digunakan saat ini adalah kombinasi antara trimetoprim (TMP) dan sulfametoksazol (SMZ). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari interaksi antara TMP-SMZ dan pengaruh interaksi terhadap kelarutan, laju disolusi dan aktivitas antibakteri serta mekanisme dan laju transformasinya dalam keadaan padat. Metode yang digunakan untuk identifikasi interaksi antara TMP dan SMZ adalah dengan metode kontak panas Kofler dan reaksi kristalisasi. Karakterisasi sifat padatan hasil interaksi TMP-SMZ lebih lanjut dievaluasi dengan analisa difraksi sinar-X serbuk, termal differential scanning calorimetry (DSC), scanning electron microscope (SEM), luas permukaan spesifik, XRD-DSC simultan dan spektroskopi fourier transform-infra merah. Struktur kristal padatan hasil interaksi TMP-SMZ dielusidasi dengan analisis difraksi sinar-X kristal tunggal. Transformasi SMZ dan TMP dalam keadaan komponen tunggal setelah perlakuan penggilingan dikarakterisasi dengan analisis difraksi sinar-X serbuk, termal DSC dan mikroskopik SEM. Skrining pembentukan fasa kokristal TMP-SMZ dilakukan dengan beberapa teknik perlakuan penggilingan padat (solid state grinding), pemanasan (sealed heating), penggilingan dengan penambahan pelarut (solvent drop grinding), dan dispersi dalam pelarut air (slurry). Studi laju transformasi fasa pembentukan kokristal antara TMP dan SMZ dilakukan dengan adanya pengaruh penggilingan padat (solid state grinding), pemanasan tertutup (sealed heating) dan teknik slurry pada beberapa temperatur yang berbeda. Jumlah persentase/fraksi fasa kokristalin yang terbentuk ditentukan dengan metode difraktometri sinar-X. Tahap selanjutnya diteliti pengaruh pembentukan fasa kokristalin terhadap kelarutan masing-masing komponen, laju disolusi dan aktivitas antimikroba. Laju disolusi TMP dan SMZ dalam keadaan tunggal, campuran fisika dan fasa kokristal TMP-SMZ ekimolar dilakukan dalam medium air suling dengan metode dayung (USP II). Aktivitas aktibakteri dievaluasi dengan metode difusi agar dengan menggunakan medium NA. Besarnya aktivitas antibakteri ditentukan dengan mengukur diameter hambat larutan uji pada berbagai konsentrasi. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh bahwa hasil interaksi TMP dan SMZ dengan metode kontak panas Kofler menunjukkan pembentukan habit kristal baru berbentuk jarum memanjang pada zona kontak antara SMZ dan TMP, yang memiliki jarak lebur yang berbeda dari titik lebur kedua komponennya. Reaksi kristalisasi kedua larutan jenuh komponen dalam pelarut metanol juga menunjukkan pertumbuhan habit kristal yang sama dengan metode kontak panas Kofler. Pola difraksi sinar-X serbuk senyawa hasil interaksi SMZ dan TMP menunjukkan difraktogram yang berbeda dari kedua komponen penyusun, yang mengindikasikan terbentuknya fasa kristalin baru. Termogram DSC memperlihatkan adanya puncak endotermik baru yang sama sekali berbeda dari kedua komponen, yang membuktikan titik lebur fasa kristalin baru pada temperatur 178,82 °C. Analisis mikrofoto SEM secara nyata menunjukkan perubahan habit dan morfologi kristal hasil interaksi berupa habit jarum (needle shaped habit). Luas permukaan spesifik serbuk kokristalin ditentukan dengan metode adsorpsi (BET), hasilnya menunjukkan kokristalin mempunyai luas permukaan spesifik 11 kali lebih besar dibandingkan komponen SMZ dan TMP. Analisis XRD-DSC simultan campuran fisika ekimolar TMP-SMZ menunjukkan bahwa transformasi fasa kedua komponen menjadi fasa kristalin baru setelah pemanasan pada temperatur 135 °C, yang ditandai dengan perubahan pola difraksi sinar-X serbuk pada campuran fisika ekimolar. Diagram fasa sistem biner SMZ dan TMP menunjukkan pembentukan interaksi fisika padat-padat ekimolar (1:1 molar) antara SMZ dan TMP yang disebut fasa kokristal. Diagram fasa sistem interaksi biner campuran fisika TMP-SMZ memiliki titik lebur fasa kokristal (179,2 °C) pada perbandingan molar campuran 0,5 (TL TMP-SMZ), diikuti oleh dua titik eutektik (E1 dan E2). Titik eutektik pertama (E1) pada temperatur 178 °C (fraksi molar campuran 0,3) dan titik eutektik kedua (E2) pada temperatur 158,5 °C (fraksi mol 0,9). Analisis difraksi sinar-X kristal tunggal menunjukkan bahwa SMZ, TMP memiliki struktur kristal monoklinik dan triklinik, sedangkan padatan kristal hasil interaksi TMP-SMZ memiliki struktur kristal ortorombik. Fasa kokristal TMP dan SMZ terbentuk dari satu molekul TMP terikat dengan satu molekul SMZ melalui 2 ikatan hidrogen antara gugus 2-aminopirimidin TMP dengan gugus N(heteroatom)-C- NH(sulfonamida) SMZ dengan jumlah delapan molekul per unit sel kisi kristal (Z=8). Penggilingan padat SMZ dan TMP dalam keadaan komponen tunggal tidak menunjukkan transformasi polimorfik, namun padatan kedua komponen SMZ dan TMP mengindikasikan pembentukan cacat crystal (crystal defect) dan pengurangan ukuran partikel. Hasil skrining pembentukan fasa kokristal TMP-SMZ menunjukkan bahwa perlakuan penggilingan padat (solid state grinding), pemanasan (sealed heating), penggilingan dengan penambahan pelarut (solvent drop grinding), dan dispersi dalam pelarut air (slurry) dapat menghasilkan fasa kokristalin antara TMP- SMZ, yang diindikasikan oleh terbentuknya puncak-puncak interferensi khas pola difraksi sinar-X fasa kokristal. Energi mekanik yang diberikan selama proses penggilingan meningkatkan laju transformasi fasa kokristalin. Penggilingan padat lebih lama sampai 2,5 jam secara bertahap menurunkan laju pembentukan fasa kokristal. Laju transformasi pembentukan fasa kokristal dengan perlakuan pemanasan tertutup sangat tergantung pada temperatur. Pemanasan di atas titik eutektikum pertama (160 dan 170 °C) meningkatkan laju transformasi fasa secara signifikan. Laju transformasi yang paling besar ditunjukkan oleh perlakuan ”slurry” karena adanya pengaruh medium pelarut dan panas. Laju transformasi fasa kokristalin pada temperatur 25 °C dalam waktu 30 menit hampir mencapai 100%, sedangkan pada temperatur 37 °C, laju transformasi hampir sempurna dalam waktu 15 menit. Kelarutan TMP dan SMZ dalam fasa kokristal TMP-SMZ mengalami penurunan dalam pelarut air sampai setengahnya. Hal ini disebabkan oleh pembentukan kompleks yang sukar larut antara TMP dan SMZ. Profil laju disolusi kokristal menunjukkan peningkatan dibandingkan campuran fisika. Hal ini disebabkan oleh luas permukaan serbuk fasa kokristal yang besar, sifat permukaan padatan dan perubahan sifat-sifat termodinamika dan energi kisi fasa kokristal. Aktivitas antibakteri fasa kokristal dan campuran fisika ekimolar (1:1 molar) tidak berbeda secara bermakna pada kedua bakteri uji Eschericia coli dan Staphylococcus aureus. fasa kokristal dan campuran fisika ekimolar (1:1 molar) memberikan aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan campuran fisika dan kokristalisasi TMP-SMZ (1:5 b/B) pada bakteri uji Staphylococcus aureus. Sedangkan pada bakteri uji Eschericia coli, aktivitasnya hampir sama. Penelitian ini telah mengungkap pengaruh interaksi fisika TMP-SMZ terhadap kelarutan, laju disolusi dan aktivitas aktibakteri. Laju transformasi fasa padatan sistem biner TMP-SMZ akibat berbagai pengaruh proses manufaktur serta mekanismenya yang ditentukan dengan metode fisika difraktometri sinar-X pertama kali dilaporkan pada penelitian ini. Penelitian ini dapat digunakan sebagai model/ dasar untuk menentukan stabilitas dan kinetika reaksi padatan antara dua bahan aktif obat yang mengalami interaksi secara fisika dalam sediaaan farmasi.