






Interaksi fisika dan kimia antar bahan aktif dan bahan aktif dengan bahan pembantu
dapat terjadi selama proses manufaktur dan penyimpanan sediaan. Hal ini disebabkan
karena adanya energi mekanik, termik yang terlibat selama proses. Interaksi dapat
mengakibatkan perubahan sifat fisiko kimia, stabilitas fisika-kimia, kelarutan dan
ketersediaan hayati. Oleh karena itu penelitian tentang interaksi dalam sistem biner
perlu dilakukan sebagai dasar untuk mendesain sediaan yang memenuhi standar mutu.
Salah satu kombinasi obat yang banyak digunakan saat ini adalah kombinasi antara
trimetoprim (TMP) dan sulfametoksazol (SMZ). Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari interaksi antara TMP-SMZ dan pengaruh interaksi terhadap kelarutan,
laju disolusi dan aktivitas antibakteri serta mekanisme dan laju transformasinya
dalam keadaan padat.
Metode yang digunakan untuk identifikasi interaksi antara TMP dan SMZ adalah
dengan metode kontak panas Kofler dan reaksi kristalisasi. Karakterisasi sifat padatan
hasil interaksi TMP-SMZ lebih lanjut dievaluasi dengan analisa difraksi sinar-X
serbuk, termal differential scanning calorimetry (DSC), scanning electron
microscope (SEM), luas permukaan spesifik, XRD-DSC simultan dan spektroskopi
fourier transform-infra merah. Struktur kristal padatan hasil interaksi TMP-SMZ
dielusidasi dengan analisis difraksi sinar-X kristal tunggal. Transformasi SMZ dan
TMP dalam keadaan komponen tunggal setelah perlakuan penggilingan
dikarakterisasi dengan analisis difraksi sinar-X serbuk, termal DSC dan mikroskopik
SEM. Skrining pembentukan fasa kokristal TMP-SMZ dilakukan dengan beberapa
teknik perlakuan penggilingan padat (solid state grinding), pemanasan (sealed
heating), penggilingan dengan penambahan pelarut (solvent drop grinding), dan
dispersi dalam pelarut air (slurry). Studi laju transformasi fasa pembentukan kokristal
antara TMP dan SMZ dilakukan dengan adanya pengaruh penggilingan padat (solid
state grinding), pemanasan tertutup (sealed heating) dan teknik slurry pada beberapa
temperatur yang berbeda. Jumlah persentase/fraksi fasa kokristalin yang terbentuk
ditentukan dengan metode difraktometri sinar-X. Tahap selanjutnya diteliti pengaruh
pembentukan fasa kokristalin terhadap kelarutan masing-masing komponen, laju
disolusi dan aktivitas antimikroba. Laju disolusi TMP dan SMZ dalam keadaan
tunggal, campuran fisika dan fasa kokristal TMP-SMZ ekimolar dilakukan dalam
medium air suling dengan metode dayung (USP II). Aktivitas aktibakteri dievaluasi
dengan metode difusi agar dengan menggunakan medium NA. Besarnya aktivitas
antibakteri ditentukan dengan mengukur diameter hambat larutan uji pada berbagai
konsentrasi.
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh bahwa hasil interaksi TMP dan SMZ dengan
metode kontak panas Kofler menunjukkan pembentukan habit kristal baru berbentuk
jarum memanjang pada zona kontak antara SMZ dan TMP, yang memiliki jarak
lebur yang berbeda dari titik lebur kedua komponennya. Reaksi kristalisasi kedua
larutan jenuh komponen dalam pelarut metanol juga menunjukkan pertumbuhan habit
kristal yang sama dengan metode kontak panas Kofler.
Pola difraksi sinar-X serbuk senyawa hasil interaksi SMZ dan TMP menunjukkan
difraktogram yang berbeda dari kedua komponen penyusun, yang mengindikasikan
terbentuknya fasa kristalin baru. Termogram DSC memperlihatkan adanya puncak
endotermik baru yang sama sekali berbeda dari kedua komponen, yang membuktikan
titik lebur fasa kristalin baru pada temperatur 178,82 °C. Analisis mikrofoto SEM
secara nyata menunjukkan perubahan habit dan morfologi kristal hasil interaksi
berupa habit jarum (needle shaped habit). Luas permukaan spesifik serbuk kokristalin
ditentukan dengan metode adsorpsi (BET), hasilnya menunjukkan kokristalin
mempunyai luas permukaan spesifik 11 kali lebih besar dibandingkan komponen
SMZ dan TMP. Analisis XRD-DSC simultan campuran fisika ekimolar TMP-SMZ
menunjukkan bahwa transformasi fasa kedua komponen menjadi fasa kristalin baru
setelah pemanasan pada temperatur 135 °C, yang ditandai dengan perubahan pola
difraksi sinar-X serbuk pada campuran fisika ekimolar.
Diagram fasa sistem biner SMZ dan TMP menunjukkan pembentukan interaksi fisika
padat-padat ekimolar (1:1 molar) antara SMZ dan TMP yang disebut fasa kokristal.
Diagram fasa sistem interaksi biner campuran fisika TMP-SMZ memiliki titik lebur
fasa kokristal (179,2 °C) pada perbandingan molar campuran 0,5 (TL TMP-SMZ),
diikuti oleh dua titik eutektik (E1 dan E2). Titik eutektik pertama (E1) pada temperatur
178 °C (fraksi molar campuran 0,3) dan titik eutektik kedua (E2) pada temperatur
158,5 °C (fraksi mol 0,9).
Analisis difraksi sinar-X kristal tunggal menunjukkan bahwa SMZ, TMP memiliki
struktur kristal monoklinik dan triklinik, sedangkan padatan kristal hasil interaksi
TMP-SMZ memiliki struktur kristal ortorombik. Fasa kokristal TMP dan SMZ
terbentuk dari satu molekul TMP terikat dengan satu molekul SMZ melalui 2 ikatan
hidrogen antara gugus 2-aminopirimidin TMP dengan gugus N(heteroatom)-C-
NH(sulfonamida) SMZ dengan jumlah delapan molekul per unit sel kisi kristal (Z=8).
Penggilingan padat SMZ dan TMP dalam keadaan komponen tunggal tidak
menunjukkan transformasi polimorfik, namun padatan kedua komponen SMZ dan
TMP mengindikasikan pembentukan cacat crystal (crystal defect) dan pengurangan
ukuran partikel. Hasil skrining pembentukan fasa kokristal TMP-SMZ menunjukkan
bahwa perlakuan penggilingan padat (solid state grinding), pemanasan (sealed
heating), penggilingan dengan penambahan pelarut (solvent drop grinding), dan
dispersi dalam pelarut air (slurry) dapat menghasilkan fasa kokristalin antara TMP-
SMZ, yang diindikasikan oleh terbentuknya puncak-puncak interferensi khas pola
difraksi sinar-X fasa kokristal.
Energi mekanik yang diberikan selama proses penggilingan meningkatkan laju
transformasi fasa kokristalin. Penggilingan padat lebih lama sampai 2,5 jam secara
bertahap menurunkan laju pembentukan fasa kokristal. Laju transformasi
pembentukan fasa kokristal dengan perlakuan pemanasan tertutup sangat tergantung
pada temperatur. Pemanasan di atas titik eutektikum pertama (160 dan 170 °C)
meningkatkan laju transformasi fasa secara signifikan. Laju transformasi yang paling
besar ditunjukkan oleh perlakuan ”slurry” karena adanya pengaruh medium pelarut
dan panas. Laju transformasi fasa kokristalin pada temperatur 25 °C dalam waktu 30
menit hampir mencapai 100%, sedangkan pada temperatur 37 °C, laju transformasi
hampir sempurna dalam waktu 15 menit.
Kelarutan TMP dan SMZ dalam fasa kokristal TMP-SMZ mengalami penurunan
dalam pelarut air sampai setengahnya. Hal ini disebabkan oleh pembentukan
kompleks yang sukar larut antara TMP dan SMZ. Profil laju disolusi kokristal
menunjukkan peningkatan dibandingkan campuran fisika. Hal ini disebabkan oleh
luas permukaan serbuk fasa kokristal yang besar, sifat permukaan padatan dan
perubahan sifat-sifat termodinamika dan energi kisi fasa kokristal. Aktivitas
antibakteri fasa kokristal dan campuran fisika ekimolar (1:1 molar) tidak berbeda
secara bermakna pada kedua bakteri uji Eschericia coli dan Staphylococcus aureus.
fasa kokristal dan campuran fisika ekimolar (1:1 molar) memberikan aktivitas yang
lebih tinggi dibandingkan campuran fisika dan kokristalisasi TMP-SMZ (1:5 b/B)
pada bakteri uji Staphylococcus aureus. Sedangkan pada bakteri uji Eschericia coli,
aktivitasnya hampir sama.
Penelitian ini telah mengungkap pengaruh interaksi fisika TMP-SMZ terhadap
kelarutan, laju disolusi dan aktivitas aktibakteri. Laju transformasi fasa padatan
sistem biner TMP-SMZ akibat berbagai pengaruh proses manufaktur serta
mekanismenya yang ditentukan dengan metode fisika difraktometri sinar-X pertama
kali dilaporkan pada penelitian ini. Penelitian ini dapat digunakan sebagai model/
dasar untuk menentukan stabilitas dan kinetika reaksi padatan antara dua bahan aktif
obat yang mengalami interaksi secara fisika dalam sediaaan farmasi.