Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang diderita oleh sekitar
30,8% penduduk Indonesia dan merupakan faktor risiko tertinggi terjadinya
penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab kematian nomor satu. Berdasarkan
hasil survey kesehatan tahun 2023 diketahui terdapat 53,3% pasien hipertensi di
Indonesia yang tidak patuh mengkonsumsi obat antihipertensi dengan berbagai
alasan yang salah satunya karena mengonsumsi obat tradisional. Seiring
perkembangan teknologi, kebijakan Kementrian Kesehatan Republik Indonessia
dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, banyak tanaman obat
dimanfaatkan sebagai terapi alternatif/adjuvan terhadap terapi standard. Salah satu
tanaman tradisional yang banyak digunakan masyarakat Indonesia untuk tujuan
menurunkan tekanan darah adalah mentimun (Cucumis sativus L.), tetapi kajian
tentang aktivitas antihipertensi dari mentimun dan interaksinya dengan obat
antihipertensi standar belum banyak dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui aktivitas farmakologi dan mekanisme kerja dari buah mentimun dalam
menurunkan tekanan darah serta interaksi yang mungkin terjadi antara mentimun
dengan obat standar untuk terapi hipertensi.
Tahapan penelitian meliputi pengumpulan bahan uji, determinasi tanaman untuk
memastikan bahwa bahan yang digunakan adalah mentimun (C. sativus), penyiapan
bahan uji berupa konsentrat jus buah mentimun / ekstrak mentimun. Ekstrak ini
kemudian dikarakterisasi mutu ekstrak, pemeriksaan fitokimia serta pengujian
unsur. Setelah itu dilakukan berbagai pengujian aktivitas efek antihipertensi & efek
diuretik-saluretik. Pada pengujian tersebut digunakan empat dosis mulai dari dosis
9, 18, 27 dan 36 g/kg-bb tikus yang berturut-turut setara dengan konsumsi 100, 200,
300 dan 400 g atau sekitar 1-4 buah mentimun pada manusia; selain itu juga
dilakukan studi interaksi farmakodinamik dengan memberikan larutan kombinasi
antara ekstrak mentimun pada dosis tertentu dengan obat standar kepada hewan uji.
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan kemudian ditetapkan mekanisme kerja
yang paling dominan dalam menurunkan tekanan darah dan dilakukan uji
konfirmasi interaksi farmakokinetik untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
mentimun terhadap parameter farmakokinetik obat standar antihipertensi. Pada
tahap akhir dilakukan uji simulasi penambatan molekul secara in silico untuk
mengetahui usulan senyawa dalam mentimun yang berperan dalam menurunkan
tekanan darah.
Analisis unsur terhadap ekstrak mentimun menggunakan metode spektrofotometri
serapan atom (AAS) diperoleh data bahwa untuk setiap 1 g sampel mengandung
glukosa 88.829,9 µg; kalsium 16,60 µg; natrium 490,77 µg; kalium 20.118,11 µg;
besi 19,57 µg dan seng 3,25 µg.
Pengujian antihipertensi yang pertama dilakukan adalah pengukuran aktivitas
ekstrak mentimun dalam menurunkan tekanan darah melalui jalur penghambatan
aktivitas enzim ACE secara in-vitro. Uji ini dilakukan menggunakan Hip-His-Leu
sebagai substrat kemudian produk yang terbentuk dari reaksi enzim dengan substrat
diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan ?228 nm. Dari nilai
absorbansi yang dihasilkan, kemudian dihitung persen inhibisi yang dinyatakan
sebagai IC50. Ekstrak mentimun 100 µg/mL memiliki kemampuan menghambat
aktivitas enzim ACE sebesar 56,45+3,49% sehingga dikategorikan sebagai
inhibitor ACE dengan aktivitas sedang. Nilai IC50 untuk ekstrak mentimun sebesar
86,65 µg/mL dan 2,40 µg/mL untuk kaptopril.
Pada pengujian efek diuretik dan saluretik, digunakan ekstrak mentimun dengan
variasi dosis mulai dari 9, 18, 27 dan 36 g/kg serta metode yang digunakan adalah
metode Lipschitz yang dimodifikasi. Pembanding / obat standar yang digunakan
adalah furosemid 3,6 mg/kg. Volume urin yang dikumpulkan pada pengamatan jam
ke-24 untuk kelompok kontrol normal dan kelompok uji yang diberi ekstrak
mentimun dosis 9, 18, 27 dan 36 g/kg berturut-turut adalah 8,58; 10,10; 10,31;
13,45 dan 13,47 mL. Sedangkan kadar Na
+
/K
+
yang terdeteksi untuk masingmasing kelompok adalah 2.812/4.691; 3.200/5.712; 3.562/5.721; 3.704/6.011 dan
4.207/6.039 bpj. Hasil menunjukkan ekstrak mentimun dosis 27 dan 36 g/kg
memiliki efek diuretik; sedangkan untuk efek saluretik, sudah teramati mulai dosis
9 g/kg. Kekuatan efek diuretik dan saluretik meningkat seiring dengan
bertambahnya dosis ekstrak mentimun, tetapi efek diuretik dan saluretiknya masih
lebih rendah dibandingkan dengan furosemid.
Pengujian antihipertensi lainnya yang dilakukan adalah menggunakan model
hewan hipertensi yang diinduksi deksametason. Skema dosis yang digunakan sama
dengan pengujian sebelumnya yaitu dosis ekstrak mentimun 9, 18, 27 dan 36 g/kg
serta menggunakan amlodipin sebagai pembanding / obat standar antihipertensi.
Tekanan darah tikus diukur menggunakan metode non-invasif (CODA® tail-cuff
blood pressure system). Model hewan hipertensi dihasilkan setelah 10 hari
dilakukan induksi deksametason terus menerus. Ekstrak mentimun menunjukkan
efek antihipertensi, terlihat dari data pada hari ke-17 (7 hari terapi sediaan uji) ratarata penurunan tekanan darah sistol dari berbagai kelompok hewan uji yang
diberikan C. sativus dengan dosis 9, 18, 27, and 36 g/kg adalah berturut-turut
sebesar 20,7; 20,1; 21,0; dan 28,8 mmHg. Sementara untuk penurunan tekanan
darah diastol adalah bertutut-turut 12,9; 18,2; 17,5; dan 19,6 mmHg. Efek
antihipertensi ekstrak mentimun meningkat sebanding dengan peningkatan dosis,
tetapi efek ini masih lebih rendah dibandingkan terhadap amlodipin.
Model hewan hipertensi lainnya yang diteliti adalah menggunakan induksi
adrenalin dan propranolol dijadikan sebagai obat pembanding. Selama 28 hari,
hewan diberi larutan uji (ekstrak mentimun dengan berbagai tingkatan dosis atau
propranolol). Pada hari ke-28, 30 menit setelah pemberian larutan uji, dilakukan
injeksi adrenalin, kemudian tekanan darah diukur pada waktu menit ke-0, 15, 30,
60, 90 dan 120. Ekstrak mentimun menunjukkan efek antihipertensi, terlihat dari
data pada waktu 30 menit setelah induksi adrenalin, rata-rata selisih peningkatan
tekanan darah sistol dari berbagai kelompok hewan uji yang diberi ekstrak C.
sativus dengan dosis 9, 18, 27, dan 36 g/kg terhadap tekanan darah baseline adalah
berturut-turut sebesar 28,55; 24,28; 21,93 dan 18,31 mmHg. Sementara untuk
peningkatan tekanan darah diastol adalah bertutut-turut 19,97; 14,07; 12,09 dan
11,17 mmHg. Peningkatan tekanan darah pada kelompok hewan uji lebih rendah
daripada kelompok kontrol positif yaitu kelompok hewan yang menerima induksi
adrenalin tetapi tidak diberi sediaan uji, dan perbedaan ini cukup bermakna secara
statistik. Aktivitas antihipertensi ini kekuatannya meningkat seiring dengan
bertambahnya dosis, tetapi kekuatan penghambatan kenaikan tekanan darahnya
masih lebih rendah bila dibandingkan propranolol.
Pengujian terakhir adalah menggunakan model hewan hipertensi yang diinduksi
dengan angiotensin II dan losartan digunakan sebagai obat pembanding. Hasil
menunjukkan bahwa ekstrak mentimun memiliki efek antihipertensi yang
kekuatannya meningkat searah dengan bertambahnya dosis. Aktivitas
antihipertensi teramati pada waktu 30 menit setelah induksi angiotensin II, rata-rata
selisih peningkatan tekanan darah sistol dari berbagai kelompok hewan uji yang
diberi ekstrak C. sativus dengan dosis 9, 18, 27, dan 36 g/kg terhadap tekanan darah
baseline adalah berturut-turut sebesar 28,75; 24,75; 22,75 dan 11,50 mmHg.
Sementara untuk kenaikan tekanan darah diastol adalah bertutut-turut 18,25; 15,75;
15,50 dan 9,00 mmHg. Semakin tinggi dosis ekstrak mentimun, semakin kuat efek
penghambatan kenaikan tekanan darah yang diinduksi oleh Angiotensin II. Dosis
ekstrak mentimun 36 g/kg sebanding dengan losartan 4,5 mg/kg.
Untuk pengujian kombinasi antara ekstrak mentimun dengan obat antihipertensi
standar diketahui ekstrak mentimun bila dikombinasi dengan furosemid memiliki
efek addisi untuk aktivitas diuretik dan sinergis untuk saluretik. Untuk kombinasi
dengan amlodipin maupun propranolol, sifat kombinasi tidak dapat dinilai. Ekstrak
mentimun juga bersifat addisi apabila dikombinasi dengan losartan.
Dari seluruh percobaan tersebut, terbukti bahwa ekstrak mentimun memiliki efek
antihipertensi melalui beberapa mekanisme kerja seperti penghambat aktivitas
ACE, diuretik –saluretik, pemblok reseptor adrenergik serta pemblok kerja reseptor
angiotensin (ARB). Mekanisme kerja yang paling dominan adalah sebagai pemblok
kerja reseptor angiotensin.
Aktivitas antihipertensi dari ekstrak mentimun terlihat mulai dosis 9 g/kg atau
setara dengan penggunaan mentimun pada manusia dengan dosis 100 g atau sekitar
1 buah mentimun. Pada penelitian menggunakan deksametason sebagai senyawa
penginduksi peningkatan tekanan darah, diketahui semua kelompok hewan uji
mengalami penurunan tekanan darah sistol > 20 mmHg dan tekanan darah diastol
> 10 mmHg. Kekuatan ekstrak mentimun dalam menurunkan tekanan darah,
meningkat sebanding dengan penambahan dosis. Efek penghambatan kenaikan
tekanan darah yang disebabkan oleh induksi angiotensin II, pada ekstrak mentimun
dosis 36 g/kg teramati lebih lemah dibandingkan dengan losartan 4,5 mg/kg; tetapi
perbedaannya tidak bermakna secara statistik, mengindikasikan bahwa efeknya
setara. Data ini menjadi bukti saintifik untuk melakukan penelitian lebih lanjut
tentang potensi mentimun sebagai obat antihipertensi.
Untuk mengkonfirmasi hasil uji kombinasi ekstrak mentimun dengan losartan yang
bersifat addisi, dilakukan studi farmakokinetik yang hasilnya menunjukkan ekstrak
mentimun dapat mempengaruhi parameter farmakokinetik dari losartan, yang
menyebabkan terjadinya peningkatan nilai Cmax, AUC0-t, T1/2 elim, terjadi pergeseran
Tmax, penurunan klirens (Cl) dan volume distribusi (Vd). Perubahan ini
menunjukkan bahwa ekstrak mentimun berinteraksi dengan losartan dan
berpotensi mengubah profil absorpsi, distribusi dan eliminasi losartan.
Pada pengujian in silico ditemukan hasil bahwa senyawa dalam mentimun yaitu
cucumerin A, isorhamnetin, cucumegastigmane, cucurbitacin C dan cucurbitacin A
diduga memiliki beberapa kemiripan dengan lisinopril dan bertanggung jawab
dalam memberikan efek antihipertensi melalui jalur ACEI.