Dulmuluk merupakan salah satu seni teater tradisional asal Palembang yang
semakin menurun peminatnya karena maraknya jenis hiburan lain yang muncul
seiring perkembangan teknologi. Grup seniman yang menampilkan Dulmuluk
semakin berkurang sehingga banyak generasi muda yang belum pernah menonton
bahkan mengetahui tentang Dulmuluk. Pada survei awal, mayoritas remaja
Palembang yang pernah menonton Dulmuluk mengatakan bahwa mereka
menontonnya melalui media lain seperti televisi dan platform online. Remaja
Palembang juga suka menonton animasi secara online melalui smartphone dan
mayoritas remaja menontonnya setiap hari. Penelitian ini bertujuan untuk
merancang animasi adaptasi Dulmuluk bagi remaja usia 13-15 tahun di
Palembang. Tahapan riset dilakukan dengan mengumpulkan literatur yang
berkaitan, penyebaran kuesioner, wawancara pada ahli dan analisis komparasi
karya animasi sejenis. Analisis data menggunakan analisis SWOT. Metode
perancangan animasi terdiri dari tahap pra produksi, produksi dan pasca produksi.
Preferensi animasi yang diminati oleh remaja di Palembang berdasarkan survei
awal adalah animasi dengan gaya visual animasi Jepang, genre komedi, kostum
karakter yang modern dan warna pastel. Mayoritas responden menyatakan bahwa
cerita dan karakter adalah dua faktor utama yang membuat mereka suka menonton
sebuah animasi sehingga elemen Dulmuluk yang berpotensi untuk diadaptasi ke
dalam animasi adalah cerita dan karakter Dulmuluk. Hasil wawancara pada ahli
Dulmuluk menyatakan bahwa elemen utama pada Dulmuluk adalah syair karena
cerita dan dialog dalam teater Dulmuluk diangkat dari Syair Abdul Muluk. Hal ini
juga diterapkan pada penulisan skenario animasi ‘Dhulmuluk’. Struktur cerita
animasi menggunakan Three-Act Structure dengan alur cerita non-linear. Desain
karakter dirancang berdasarkan tipe archetype, somatotype, dan teori warna.
Video animasi adaptasi Dulmuluk dengan judul ‘Dhulmuluk’ berdurasi sekitar 9
menit diunggah pada YouTube dan disebarkan kepada remaja di Palembang.
Hasil uji coba menunjukkan bahwa animasi adaptasi ‘Dulmuluk’ sesuai dengan
preferensi remaja di Palembang. Mayoritas responden mengatakan tertarik untuk
mengetahui atau menonton Teater Dulmuluk setelah menonton animasi
‘Dhulmuluk’. Hal ini membuktikan bahwa adaptasi seni budaya lokal melalui
media baru dapat menarik minat generasi muda untuk mengenali budaya lokal.