Dalam melakukan desain terowongan, kestabilan terowongan merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan, salah satunya yaitu memastikan beban runtuhan yang diterima massa batuan di sekitar terowongan dapat ditanggung penyanggaan serta memenuhi standar keamanan. Alat pemantauan diperlukan karena keterbatasan teori dalam mempertimbangkan interaksi antara tanah dan sistem pendukung yang terpasang serta tidak idealnya distribusi tanah yang ditanggung oleh penyanggaan sehingga seharusnya penyanggaan diperlukan lebih efektif. Sehingga peneliti akan melakukan penelitian model numerik terhadap pemantauan ground load pada Terowongan Piaoli dan Terowongan Samarinda yang merupakan terowongan infrastruktur.
Peneliti akan menganalisis kestabilan terowongan menggunakan pemantauan
lapangan berupa pressure cells dan strain gauge yang akan dikomparasi dengan
metode elemen hingga 3D (FEM), serta membandingkan dengan teori beban
runtuh Terzaghi, Bierbaumer, dan Protodyakonov. Hasil pemantauan beban
runtuh berkaitan dengan fenomena arching atau dikenal sebagai arch effect yang
mengacu pada pembentukan busur yang melingkupi area di sekitar terowongan
karena redistribusi tegangan dari batuan di sekitarnya. Busur yang melingkupi
area ini disinyalir menjadi daerah yang tidak stabil atau disebut sebagai zona
runtuh. Berdasarkan data dari studi kasus Terowongan Piaoli dan Terowongan
Samarinda penulis mendapatkan hasil komparasi yang sesuai dengan simulasi
numerik menggunakan perangkat lunak RS3 menggunakan potensi tinggi runtuh
berdasarkan principal stress (???? ) dan potensi lebar runtuh berdasarkan tegangan 1
berlaku dinding terowongan (????????). Hasil analisis menunjukan bahwa teori titik belok tegangan desain terowongan dengan kemajuan penggalian sesuai
memungkinkan untuk mengetahui beban tanah dalam menghadapi masalah ketidakstabilan terowongan dan beban penyanggaan dalam perihal peneliti pada kondisi penelitian yaitu Terowongan Piaoli dan Terowongan Samarinda.