Pembangunan terowongan pada massa batuan lemah memerlukan pemahaman mendalam
mengenai perilaku geomekanika dan pola redistribusi tegangan di sekitar bukaan galian.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi distribusi tegangan, tinggi dan lebar zona runtuh,
serta beban vertikal yang bekerja pada sistem penyangga terowongan, dengan studi kasus pada
Terowongan Samarinda STA0+325. Data lapangan diperoleh melalui pemantauan
menggunakan pressure cells dan strain gauges, yang kemudian divalidasi menggunakan
pemodelan numerik tiga dimensi berbasis metode elemen hingga (3D FEM) dengan perangkat
lunak RS3. Analisis dilakukan pada kondisi tanpa penyangga dan dengan penyangga, serta
dibandingkan dengan prediksi teori klasik Terzaghi, Bierbäumer, dan Protodyakonov.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi tanpa penyangga, tinggi zona runtuh (Hp)
berada pada kisaran 3,68–4,19 m dan lebar runtuh (2B?) pada 18,46–19,15 m, sementara
pemasangan penyangga mengurangi dimensi tersebut menjadi sekitar 2,12 m untuk Hp dan
15,12 m untuk 2B?. Perbedaan signifikan ditemukan antara hasil numerik dan data monitoring,
terutama pada atap terowongan, yang dipengaruhi oleh kondisi topsoil asimetris dengan variasi
elevasi 10–20 m. Penelitian ini menegaskan efektivitas pemasangan penyangga dalam
mengurangi zona runtuh, serta menunjukkan perlunya metode numerik lanjutan untuk
mengakomodasi heterogenitas dan kondisi topografi yang komp
Perpustakaan Digital ITB