Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) telah membawa dampak yang
signifikan pada kehidupan di seluruh dunia, salah satu masalah yang muncul pada
pasien yang terinfeksi COVID-19 adalah koinfeksi jamur. Patogen yang paling
banyak ditemukan adalah Aspergillus sp dan Candida sp. Antijamur golongan
triazol adalah salah satu terapi lini pertama untuk pencegahan dan pengobatan
infeksi jamur invasif. Pemantauan terapi obat antijamur triazol direkomendasikan
untuk memaksimalkan hasil terapi. Bioanalisis antijamur triazol memerlukan
ekstraksi selektif karena kompleksitas matriks. Polimer tercetak molekul
(molecularly imprinted polymer, MIP) adalah metode potensial untuk
meningkatkan selektivitas pemisahan dalam matriks yang kompleks. Penelitian ini
bertujuan menghasilkan MIP sebagai sorben ekstraksi fase padat untuk pemisahan
dan pengayaan beberapa antijamur golongan triazol (vorikonazol, itrakonazol, dan
flukonazol) secara simultan dalam plasma darah.
Penelitian diawali dengan pengujian komputasi untuk mengamati interaksi
molekul cetakan dan monomer fungsional. Skrining dilakukan terhadap 39
monomer fungsional yang umum digunakan dalam sintesis MIP. Asam akrilat,
asam itakonat, akrilamida, dan 2-hidroksietil metakrilat merupakan monomer
terpilih yang akan digunakan dalam pengujian laboratorium berdasarkan data
energi bebas pengikatan pada penambatan molekul, jenis interaksi antarmolekul,
energi kompleksasi, dan energi bebas Gibbs. Perbandingan konsentrasi monomer
menunjukkan semakin tinggi rasio molekul cetakan terhadap monomer fungsional
maka ikatan yang terbentuk semakin kuat dengan rasio 1:4 merupakan rasio yang
optimal. Pengamatan terhadap pelarut porogen menunjukkan bahwa asetonitril
merupakan pelarut optimal untuk sintesis MIP.
Penentuan konstanta asosiasi antijamur triazol sebagai molekul cetakan dilakukan
terhadap keempat monomer fungsional terpilih dari pengujian komputasi
menggunakan metode titrasi spektrofotometri UV. Stoikiometri reaksi antara
antijamur triazol dengan keempat monomer diamati dengan menggunakan metode
Job Plot. Hasil pengujian menunjukkan ikatan yang kuat antara molekul cetakan
dengan monomer fungsional yang ditunjukan dengan nilai konstanta asosiasi
asam akrilat, asam itakonat, akrilamida, dan 2-hidroksietil metakrilat secara
berturut-turut adalah 1190,5; 881,4; 866,7; 765,9 untuk vorikonazol, 1669,9;
339,9; 1314,9; 388,3 untuk itrakonazol, dan 1343,3; 976,6; 673,4; 785,1 M-1
untuk flukonazol. Asam akrilat merupakan monomer dengan nilai Ka tertinggi
yang berinteraksi dengan ketiga molekul cetakan. Analisis Job plot menunjukkan
bahwa stoikiometri reaksi antara molekul cetakan dengan monomer fungsional
adalah 1:1.
Proses optimasi sintesis dilakukan terhadap jenis monomer fungsional, pelarut
porogen, suhu, waktu, dan kecepatan pengadukan menggunakan metode
polimerisasi presipitasi dan ruah. Hasil optimal diperoleh menggunakan molekul
cetakan antijamur triazol, monomer asam akrilat, pengikat silang EGDMA, dan
inisiator AIBN. Pada sintesis digunakan kombinasi pelarut porogen
diklorometana:asetonitril (5:20) sebanyak 250 mL untuk metode presipitasi dan
25 mL untuk metode ruah. Sintesis MIP dan non-imprinted polymer (NIP)
dilakukan pada suhu 70ºC menggunakan oven untuk metode ruah, dan penangas
minyak pada kecepatan 400 rpm untuk metode presipitasi. Hasil sintesis
menunjukan metode presipitasi memberikan rendemen lebih banyak (71-91%)
dibandingkan metode ruah (67-75%). Pelepasan molekul cetakan dilakukan
menggunakan metode sonikasi. MIP ditambahkan pelarut kemudian disonikasi
selama 30 menit, hasil sonikasi disentrifugasi pada kecepatan 6000 rpm selama 10
menit. Supernatan dipisahkan dan dimonitoring menggunakan spektrofotometer
UV, dilakukan pengulangan sampai tidak diamati lagi adanya spektrum molekul
cetakan.
Pengembangan dan validasi metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
untuk menganalisis antijamur golongan triazol secara simultan dilakukan untuk
mengkarakterisasi kemampuan adsorpsi dari MIP. Optimasi sistem KCKT
dilakukan menggunakan metode one factor at time. Hasil optimasi menunjukkan
pemisahan terbaik diperoleh dengan kolom C18 panjang 25 cm dan ukuran partikel
5 ?m, menggunakan sistem elusi isokratik dengan fase gerak asetonitril:air
(70:30), asetonitril digunakan sebagai pelarut sampel, laju alir sebesar 1 mL/menit
dengan volume injeksi 50 ?L, deteksi dilakukan pada panjang gelombang 260 nm
dengan waktu retensi flukonazol, vorikonazol, dan itrakonazol berturut-turut
adalah 2,5; 3,5; dan 9 menit. Hasil uji kesesuaian sistem KCKT dengan parameter
faktor kapasitas, faktor ikutan, resolusi, jumlah plat teoritis, dan keberulangan
penyuntikan memenuhi persyaratan. Validasi metode analisis memberikan hasil
yang memenuhi persyaratan keberterimaan untuk parameter spesifisitas, linearitas,
batas deteksi, batas kuantisasi, akurasi, dan presisi.
Pengujian adsorpsi dilakukan dengan mengoptimasi jenis pelarut, waktu, jenis
polimer, dan komposisi polimer. Asetonitril merupakan pelarut optimal untuk
adsorpsi, MIP yang disintesis dengan metode presipitasi memiliki pengikatan
lebih baik dibandingkan dengan metode ruah. MIP dengan multi molekul cetakan
memiliki pengikatan lebih baik dibandingkan MIP dengan molekul cetakan
tunggal. MIP dengan rasio 1:4:20 memiliki pengikatan paling baik dibandingkan
rasio lainnya dengan nilai kapasitas adsorpsi flukonazol, vorikonazol, dan
itrakonazol berturut-turut sebesar 2,19; 2,36; dan 2,57 mg/g. Kesetimbangan
adsorpsi tercapai dalam 2 jam, adsorpsi MIP mengikuti kinetika orde dua semu.
MIP mengikuti isoterm Freundlich untuk semua molekul cetakan.
Karakterisasi MIP dilakukan dengan fourier-transform infrared (FTIR), scanning
electron microscope energy dispersive X-ray (SEM-EDX), thermogravimetric
analysis (TGA), particle size analysis (PSA), dan Brunauer–Emmett–Teller
(BET). Karakterisasi dengan FTIR menunjukkan bahwa molekul cetakan berhasil
diekstraksi dari MIP, semua puncak penanda tidak teramati. Karakterisasi
menggunakan SEM menunjukkan bahwa MIP dan NIP hasil sintesis
menggunakan metode presipitasi memiliki bentuk yang lebih homogen
dibandingkan metode ruah. Hasil EDX menunjukkan bahwa molekul cetakan
telah terlepas seluruhnya dari MIP. Termogram menunjukkan setelah pelepasan
molekul cetakan MIP memiliki spektrum yang mirip dengan NIP, yang
mengkonfirmasi keberhasilan pelepasan molekul cetakan. Hasil PSA
menggambarkan MIP memiliki ukuran partikel yang lebih besar dari NIP. Hasil
pengujian BET menunjukkan MIP memiliki luas permukaan yang lebih besar dari
NIP yang disebabkan adanya rongga yang terbentuk untuk proses adsorpsi
molekul cetakan.
MIP terbaik dari hasil adsorpsi yang telah dikarakterisasi dikemas ke dalam
cartridge ekstraksi fase padat (MISPE), NIP dikemas ke dalam cartridge (NISPE)
sebagai pembanding. Dilakukan optimasi sistem pengondisian, umpan sampel,
pencucian, dan elusi untuk memperoleh sistem pemisahan optimal. Hasil optimasi
menunjukkan metanol, asetonitril, dan air sebagai pelarut pengondisian,
asetonitril:air (1:1) sebagai pelarut umpan sampel, air sebagai pelarut pencucian,
dan metanol sebagai pelarut pengelusi dengan efisiensi ekstraksi untuk
flukonazol, vorikonazol, dan itrakonazol berturut-turut sebesar 90,44; 95,19, dan
97,81%.
Sistem SPE yang optimal diaplikasikan pada sampel plasma darah. Plasma darah
ditambahkan standar triazol dengan perbandingan 1:5. Sampel dihomogenkan
selama 2 menit pada kecepatan 3000 rpm, kemudian disentrifugasi pada kecepatan
13 ribu rpm selama 10 menit, sampel dilewatkan ke dalam sistem MISPE yang
sudah dioptimasi. MISPE yang dihasilkan lebih selektif untuk pemisahan
dibandingkan dengan NISPE dan SPE C18 yang beredar di pasaran dengan nilai
perolehan kembali untuk flukonazol, vorikonazol, dan itrakonazol berturut-turut
sebesar 82,44; 86,19; dan 90,81%. Pengujian selektivitas menunjukkan MISPE
selektif terhadap antijamur triazol dibandingkan senyawa pembanding
amfoterisin, deksametason, ketokonazol, dan mikonazol dengan nilai ? sebesar
74,38; 18,37; 8,47; dan 8,94 berturut-turut. Karakterisasi MISPE dengan volume
breakthrough menunjukkan MISPE dapat menahan larutan triazol 2,5 mg/L
sampai total volumnya sebesar 5 mL tanpa mengalami kebocoran. Pengujian
keberulangan menunjukkan MISPE dapat digunakan sebanyak tiga kali tanpa
adanya perbedaan yang berarti.